Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Wednesday, March 25, 2015

PERAYAAN ULANG TAHUN, REFLEKSI SEBUAH PERJALANAN

Pada setiap perayaan ulang tahun, kita selalu mencoba melakukan perenungan (contemplation) sekaligus penyadaran (awareness) bahwa adanya saat ini karena adanya masa lalu, adanya keberhasilan (sekecil apapun itu) karena adanya perjuangan yang mendahuluinya. Refleksi dari kedua hal tersebut mewujud dalam bentuk rasa syukur sekaligus evaluasi dan mawas diri apakah kita sudah berhasil dalam arti yang sesungguhnya :  perwujudan “rasa berhasil” baik secara individu orang-perorang, menyeluruh, dan kolektif. Jika ya, keberhasilan itu mendekati arti yang sesungguhnya, tapi jika tidak maka perlu kearifan untuk menterjemahkannya. Tentu saja hal itu harus dikontekskan pula dengan dinamika yang ada.


Dalam konteks evaluasi keberhasilan, pembandingan adalah hal yang biasanya kita lakukan semisal membandingkan dua gedung di atas. Gambar kiri adalah Gedung Internusa yang diambil pada tahun 2005, beralamat di Jl. RE Martadinata No. 12PQ, Ancol, Jakarta Utara. Sedangkan yang sebelah kanan adalah Gedung Graha Iska 165 saat ini. Saya yakin bahwa sebagian besar dari kita tidak tahu bahkan mungkin tidak pernah menginjakkan kakinya di gedung Ancol sana. Meskipun sekarang bukan lagi milik Internusa, tapi itulah rekaman sejarah Internusa sampai dengan saat ini.

Saat di kantor Ancol dulu, hanya ada dua business unit di sana :  PT Internusa Intan Segara dan PT Internusa Hasta Buana. PT Internusa Intan Segara yang dulu fokus bisnisnya lebih kepada NVOCC dan shpping agency (bandingkan dengan PT Intan Segara sekarang yang juga bergerak di freight forwarder). Sedangkan PT Internusa Hasta Buana (Internusa) meliputi seluruh bisnis freight forwarder secara utuh di luar shipping agency. Baru pada tahun 2006 dipecahlah unit sea freight-nya menjadi PT FPS Indonesia mengikuti tuntutan FPS Group Network yang berlaku global dengan mengusung brand FPS atau Famous Pacific Shipping. Pemecahan unit bisnis ini adalah langkah awal dari hasil evaluasi dan perencanaan jangka panjang oleh manajemen yang puncaknya dipresentasikan di Ambarawa 2005.

Di Gedung Graha Iska 165 saat ini berkumpul lebih dari 10 business unit dan beberapa yayasan termasuk beberapa yang tergolong baru. Romantisme dari hanya beberapa hingga belasan karyawan saat di kantor Ancol serasa menyeruak saat perayaan ulang tahun Internusa ke-24 ini. Kini, selain kita berada di “keluarga” masing-masing dengan mungkin hanya beberapa atau belasan karyawan, kita juga punya keluarga besar bernama Iska Niaga Darma Group.

Value Awareness
Tentunya, saat perayaan ulang tahun semacam ini ada pesan yang ingin disampaikan kepada keluarga besar Iska Niaga Darma yang berupa nilai (values). Termasuk ke dalam nilai ini adalah keuletan, kesungguhan, konsistensi, kerja keras dan do’a. Nilai-nilai ini barangkali yang membedakan antara group perusahaan di bawah Iska Niaga Darma dengan perusahaan di luar.


Lebih jauh, fakta yang ada telah membuktikan bahwa dengan keyakinan atas nilai-nilai tersebut pembagian resiko (risk share/split) telah mewujud dalam bentuk pemecahan unit-unit usaha, diversifikasi usaha serta bertambahnya karyawan. Internusa dipecah menjadi FPS Indonesia dan Interlogistics, FPS Indonesia membentuk FPS Movers, dan seterusnya.

Contoh lain adalah pemecahan segmentasi oleh unit bisnis sertifikasi yang tindakan riilnya adalah pendirian unit usaha baru yang dilakukan oleh WQA. Awalnya, hanya WQA saja yang berdiri pada tahun 2004, menyusul kemudian NQA pada 2009 yang antara lain ditunjukkan untuk meredam kompetisi sengit yang terjadi di pasar bisnis sertifikasi itu.


Business Continuity dan Business Sustainability
Pemecahan unit-unit dan juga diversivikasi usaha antara lain ditujukan agar secara group bisnis berjalan sustained (berkesinambungan). Namun demikian, dalam prakteknya hal ini tidak selalu berjalan mulus. Contohnya antara lain adalah bahwa di lingkungan Iska pernah berdiri PBM (perusahaan bongkar muat) yang sekarang sudah tidak aktif lagi. PBM itu bernama PT Internusa Mitra Sedaya, beroperasi di sekitar tahun 2008 - 2010. Sementara itu unit dan bisnis usaha yang lainnya masih mencoba untuk survive dan benar-benar existed.

Selain melakukan renungan perjalanan, perayaan ulang tahun di tahun ini juga dibarengi dengan suasana berkumpul bersama terutama dengan kedatangan Team WQA yang untuk sementara berkantor di lantai 5 Graha Iska imbas dari kebakaran yang terjadi pada 9 Maret 2015 yang menimpa Wisma Kosgoro tempat WQA berkantor. Rasa syukur disertai takbir, tahmid dan tasbih terus diulang karena adanya “mukjizat” yang dialami Team WQA.

“Berkat rakhmat dan izin Allah semata, kantor WQA di Wisma Kosgoro lantai 18 terbebas dari amukan api yang berlangsung lebih dari 12 jam. Ini sungguh suatu “mukjizat”. Allahu Akbar!”, ucap Pak Iskandar setengah berteriak saat memberikan sambutan di acara perayaan ulang tahun siang itu.

WQA yang mensertifikasi institusi publik dengan Sistem Manajemen Kelangsungan Bisnis (Business Continuity Management Systems, ISO 22301) merasakan sendiri betapa bencana yang menimpa tidak harus menjadikan bisnis juga berhenti. Selang sehari setelah kejadian, tim sudah berkantor normal di lantai 5 Graha Iska. Inisiatif dari tim juga tergolong luar biasa dengan menyelamatkan server yang berisi data dan clients property pada saat kebakaran mulai menghanguskan gedung. Meski barangkali termasuk “kebetulan”, pengelolaan operasional perusahaan yang kembali normal dalam hitungan 1-2 hari termasuk yang patut disyukuri dan dapat diambil hikmah di dalamnya.

Business continuity (keberlangsungan bisnis) dan business sustainability (kesinambungan bisnis) keduanya merupakan bagian dari lingkup manajemen resiko yang jika tidak terkelola dapat memberikan dampak merugikan termasuk yang mungkin bisa dialami oleh para pelanggannya sebagai imbas.



Pengenalan Unit Bisnis Baru
Saat memberikan sambutan, unit-unit bisnis baru beserta timnya diperkenalkan di hadapan karyawan dan undangan. Unit-unit bisnis itu adalah :
-  PT Pandi Protection Marine, bergerak di bidang asuransi kapal (hull marine)
-  PT Atria Technology Indonesia, bergerak di bidang teknologi informasi berbasis “cloud”.
-  Amanah Mikro Muamalat Indonesia, bergerak di bidang pengelolaan dana ZIS.

Di tengah acara juga dilangsungkan penandatanganan akta pendirian PT Sarana Harapan Mulia, unit bisnis baru yang nantinya bergerak di bidang pembangunan perumahan.

Aktivitas Ulang Tahun
Aktivitas dalam rangkaian peringatan ulang tahun Internusa sebagaimana tahun-tahun yang lalu juga diramaikan dengan beberapa pertandingan dan perlombaan, yaitu bilyar, catur, tenis meja, futsal dan karaoke. Pertandingan/perlombaan akan berlangsung mulai dari jam 16.00 atau selepas jam kerja kantor sampai selesai dan diperkirakan memakan waktu sekitar satu minggu ke depan.

Selain untuk tujuan kebersamaan, panitia biasanya menyediakan hadiah bagi peserta yang meraih juara 1, 2 dan 3 yang diumumkan pada kesempatan acara yang akan diadakan kemudian.


Dirgahayu Internusa,
Selamat Ulang Tahun / Milad yang ke-24!



(Jaeroni Setyadhi)

MENGURANGI RESIKO PENGIRIMAN UDARA

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pengiriman cargo lewat udara (airfreight) lebih beresiko ketimbang via laut (seafreight). Resiko dimaksud pada umumnya adalah terkait dengan masalah tagihan yang tidak saja menunggak lama (long overdue) tapi juga tagihan yang bahkan tidak dibayar/diundur pembayarannya oleh shipper lantaran berbagai sebab. Meskipun hal ini kelihatannya “jamak” di dunia freight forwarder, tapi nyatanya hal ini sangat mengganggu “cash flow” di sisi keuangan. Kejamakan yang dimaksudkan dalam bisnis freight forwarder adalah bahwa ciri khas sebuah freight forwarder adalah memberikan fasilitas tempo pembayaran (credit term). Padahal, setiap pengiriman udara pembayaran kepada penerbangan haruslah tunai (cash against documents).

Identifikasi Resiko
Dari sisi teknis pelaksanaan pengiriman terdapat beberapa pihak yang terkait dalam suatu “rantai” yang memungkinkan suatu resiko bisa dialihkan. Selain maskapai penerbangan (airline), terdapat cargo agent yang biasanya adalah freight forwarder serta “sub-agent” yang biasanya juga sebuah freight forwarder. Agent dan sub-agent ini, yang adalah forwarder, biasanya memberikan fasilitas tempo pembayaran dengan harga sedikit di atas dibanding ke penerbangan langsung.

Di sisi pengirim barang, selain pengirim sesungguhnya (ultimate shipper) terdapat juga forwarder lain yang mengirim lewat kita. Mengapa sesama forwarder kok saling meng-coload? Di sinilah, langkah pengidentifikasian resiko itu berlangsung. Wujudnya adalah bahwa si shipper mencari coloader yang memiliki overseas network agent yang baik yang memungkinkan kendali tetap di tangan, semacam meng-hold cargo sampai pembayaran lunas oleh shipper dan sebagainya.

Secara umum, kenapa pengiriman udara beresiko, antara lain adalah karena hal-hal berikut :
a.      waktu tempuh pengiriman udara relative cepat (dalam hitungan jam biasanya).
b.     pembayaran ke vendor sesuai praktek adalah cash, sedangkan tagihan ke shipper biasanya tempo.
c.      release barang di tujuan, sesuai sifat modanya, adalah cepat.
d.     dokumentasi pengiriman memungkinkan barang dirilis tanpa perlu original dokumen.
e.  dengan waktu tempuh yang cepat pemenuhan persyaratan (requirement) baik terhadap barang (packing dsb.) maupun regulasi (perijinan dsb.) harus terpenuhi dan akurat sebelum barang berangkat.

Knowing Your Customer
Dalam rangka berjaga-jaga terhadap resiko buruk atas pengiriman barang penyampaian “pepeling” tersebut selalu saja actual. Teringat pemberitaan media tentang “pemenang tender UPS Pemda DKI” ternyata adalah sebuah gudang atau tempat service kulkas dan sebagainya, mestinya dapat dijadikan pelajaran dan analogi bahwa kitapun suatu saat dapat “dikadali” manakala kita menerima order. Berkunjung adalah cara yang paling pas untuk tidak saja berkenalan langsung dengan shipper tapi juga mengobservasi apakah calon customer ini pantas untuk dilayani. Dalam pemahaman perbankan malah ada istilah 5C (singkatan dari character, capacity, collateral, capital dan condition), sebagai sebuah prasyarat sebelum kredit diberikan.

Straight Document, ciri Dokumentasi Airfreight
Menahan (hold) dokumen biasanya cara ampuh agar permasalahan dengan shipper, semisal pembayaran, dapat terselesaikan. Tapi apakah mungkin dengan karakter pengiriman sebagaimana disebutkan di atas? Di atas sekilas dijelaskan bahwa selain ke penerbangan langsung, kita juga bisa bermitra dengan co-loader yang memiliki overseas network yang bagus. Dan, jangan lupa syarat yang kedua adalah bahwa mereka menerbitkan House Air Waybill (HAWB) yang nanti dipakai sebagai “filter” manakala kita harus menginstruksikan untuk meng-hold cargo.

Catatan :  meng-hold cargo ini sebenarnya tindakan tidak fair karena jika di HAWB tertulis “freight prepaid”, maka asumsinya adalah bahwa freight sudah dibayar lunas. Cara lain yang memungkinkan untuk dicantumkan dalam HAWB adalah “freight prepaid as arranged”, meskipun ini menyiratkan sesuatu yang ambigu.

Pemahaman tentang “straight documents” adalah kebalikan dari “to order documents”. Pada straight documents, penerima barang di tujuan adalah yang nyata-nyata tertulis di kolom consignee dalam Airwaybill. Sebaliknya, pada “to order documents”, siapapun yang “memiliki order” atau “berkepentingan atas order” bisa melakukan kewenangannya atas barang dan/atau dokumen.

Lantas apa kaitannya dengan pengurangan resiko atas pengiriman?

Direct Master Air Waybill
Berikut dicontohkan Air Waybill yang diterbitkan oleh airline (Eva Air) atas pengiriman suku cadang pesawat dari PT Worthmore Estelia Int’l, Jakarta ke penerima Unical Aviation, California yang dilaksanakan oleh kita (Internusa, 28 Maret 2014). AWB diterbitkan langsung penerbangan, dan oleh karenanya biasa disebut “direct master AWB”.


Pengiriman yang dicover dengan AWB di atas akan otomatis direlease langsung kepada penerima (consignee) yang tertulis di sana tanpa harus menunjukkan yang asli (original documents). Barang bisa direlease tanpa original documents, tanpa kompromi!

House Air Waybill (HAWB)
Coba bandingkan dengan coverage pengiriman yang menggunakan HAWB di bawah ini!

Pada saat pesawat berangkat, maka HAWB diterbitkan untuk shipper yang nantinya dikirim ke penerima (consignee) di tujuan untuk release barang. Pada saat yang sama, kita menerima MAWB dari penerbangan yang nantinya bersamaan dengan HAWB dikirim ke Agent di tujuan untuk keperluan dekonsolidasi (unstuffing) dan release barang. Dengan MAWB di tangan, maka kita “berkuasa” atas barang, atau dengan kata lain transfer tanggung jawab/kepemilikan barang “masih” ada pada kita.

Saat ada masalah, kita tinggal menginstruksikan Agent di tujuan untuk meng-hold barang sebagaimana disebut di atas.


Jadi, dari sisi dokumentasi ada 2 cara agar kita tetap pada posisi mengendalikan pengiriman sehingga resiko dapat dikurangi yaitu :
1.  Menerbitkan HAWB, dengan catatan kita punya Agent untuk destinasi yang dituju, dan
2.  Melakukan co-load dengan forwarder yang overseas agent-nya bagus, dan mintakan HAWB kepadanya.

Dalam kaitan inilah, apa yang diistilahkan bahwa kita bertindak sebagai “Principal” atas shipment tersebut, dan penerbitan HAWB (seperti halnya penerbitan HB/L) inilah yang merupakan ciri khas freight forwarder jika dibandingkan dengan Carrier (penerbangan atau pelayaran). Ada ruang antara dokumen HAWB/HBL dengan MAWB/MBL di mana bisnis freight forwarding ini senantiasa dibutuhkan oleh dunia usaha di dalamnya.

Manajemen Resiko
Mengacu pada kebijakan kepabeanan belasan tahun yang lalu yang sudah menerapkan manajemen resiko dengan cara menerapkan kebijakan penjaluran (terdiri dari jalur MITA-pri, MITA-nonpri, merah, kuning dan hijau), kita semestinya juga sudah mulai mengadopsi manajemen resiko ini. Sejalan dengan seabreg permasalahan, resiko yang dihadapi sebuah freight forwarder tidak kalah banyaknya. Mulai dari SDM, operasional, kompetisi, business fraud, dan seabreg hal lainnya. Mengelola resiko sama saja dengan berjaga-jaga agar kejadian buruk tidak menimpa atau setidak-tidaknya dapat diminimalisir sehingga ada pada tingkat yang di dalamnya telah ada “upaya” untuk mencegahnya.

Berkaitan dengan manajemen resiko ini, ISO (organisasi standarisasi internasional) pada tahun ini menerbitkan Standar ISO 9001 versi tahun 2015 (ISO 9001:2015) yang memasukkan pengidentifikasian aspek resiko yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang disertifikasi standar ini. Sebuah informasi yang bukanlah suatu kebetulan bahwa resiko-resiko yang ada harus diidentifikasi, disadari, dikelola, dan dihitung untung ruginya. Apalagi FIATA (federasi forwarder dunia) dan ALFI (asosiasi logistic forwarder indonesia) juga telah lama merekomendasikan agar setiap membernya disertifikasi ISO 9001 ini.

Semoga dapat dijadikan wawasan dan bahan pembelajaran sekaligus sebagai bahan koreksi dan tindakan pencegahan dari beberapa kasus yang secara riil kita hadapi yang diharapkan di kemudian hari tidak lagi terjadi.



Jakarta, 11 Maret 2015
Jaeroni Setyadhi