Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Wednesday, April 23, 2008

MUAMALAT UNTUK INDONESIA

Rabu, 23 April 2008

Iskandar Zulkarnain
Pemegang Saham Pendiri Bank Muamalat

Bank Muamalat Indonesia (BMI) kembali menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) Rabu (23/4) ini. Rapat akan menyetujui penerbitan Obligasi Syariah Mudharabah II untuk memperkuat Tier 2 kapital dan menjaga capital adequacy ratio (CAR) atau tingkat kecukupan modal. Mungkin dalam waktu dekat akan disusul dengan right issue lagi.
Hal ini selalu membuat miris perasaan penulis karena merupakan agenda yang sangat menentukan, apakah Muamalat masih bisa bertahan sebagai lembaga simbol perjuangan ekonomi atau perbankan syariah di Indonesia atau justru hanya akan menjadi lembaga simbol solidaritas global yang atas nama globalisasi akan mengorbankan kepentingan lokal.
Titipan sejarah
Tidak dapat dimungkiri di kala krisis ekonomi sejak 1997 perbankan syariah, khususnya Muamalat, membuktikan ketangguhannya. Saat bank-bank konvensional berguguran, Muamalat dengan pola Islamic banking concept tetap tegak, luput dari likuidasi. Muamalat tidak terkena kasus BLBI dan sama sekali tidak membebani BI sebagai bank rekap. Kini Muamalat bagaikan gadis cantik molek dengan memasuki usianya yang ke-17 tahun sejak pendiriannya pada 1 November 1991 dan awal pengoperasian pada Mei 1992.
Tekad para pendiri yang terdiri dari tokoh masyarakat, ulama, pengusaha, ICMI, MUI, Pemerintah RI, serta umat Islam Indonesia pada waktu itu adalah untuk menjadikan Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama yang kepemilikannya berada di tangan umat Islam Indonesia. Muamalat mengukir sejarah sekaligus menjadi simbol kebanggaan nasional perjuangan ekonomi syariah Indonesia. Ini terefleksikan dengan jelas dari jumlah pemegang saham BMI yang jumlahnya 800 ribu orang melalui pengumpulan modal kolektif pada waktu itu.
Kepemilikan modal sampai dengan 2003 setelah masuknya IDB pada 1999, modal lokal mencapai 64,29 persen dan modal 35,71 persen berada di tangan IDB (Islamic Development Bank), yaitu bank yang dimiliki oleh negara-negara OKI, termasuk Indonesia. Namun, karena kebutuhan permodalan untuk pengembangan usaha dan perluasan jaringan, bank ini terpaksa mengundang investor korporasi Muslim international.
Karena di dalam HMETD (Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu) yang sudah dipublikasikan, ternyata tidak satu pun investor lokal yang masuk permodalan. Hingga saat ini jumlah penempatan modal Muamalat Rp 1 triliun dengan modal setor plus agio per akhir 2007 Rp 625 miliar.
Dari beberapa kali right issue, IDB memiliki porsi modal yang telah disetor di BMI sebesar 28,01 persen, Boubyan Bank Kuwait 21,28 persen, Atwil Holding Limited 15,32 persen, IDF Foundation 2,98 persen, BMF Holding Limited sebesar 2,98 persen. Komposisi permodalan BMI kini modal luar negeri menjadi 70,57 persen dan lokal 29,43 persen.
Ini menunjukkan Muamalat adalah bank yang memiliki daya tarik dan reputasi internasional. Apabila akan diadakan right issue, dengan modal lokal tidak masuk, maka porsi di atas akan berubah lagi dengan saham lokal semakin terdilusi. Kondisi inilah yang penulis paparkan karena bila dibiarkan akan semakin dalam terkuburnya cita-cita awal Muamalat sebagai bank syariah pertama milik umat Islam Indonesia, sebagai simbol ekonomi umat.
Manajemen
Lumrah berlaku di hukum perseroan jika kendali manajemen dan kepengurusan cenderung bergeser ke tangan pemegang saham besar. Contoh pada Asuransi Takaful Indonesia yang kepemilikannya mayoritas saham international (83 persen). Komposisi 56 persen dimiliki Syarikat Takaful Malaysia dan 27 persen IDB.
Muamalat bisa saja menghadapi hal yang sama, di mana penekanan atas nama kepentingan bisnis mulai bermain dan bukan mustahil pengurus bank dari komisaris bahkan para direksi akan berada di tangan mereka. Artinya, ruh perjuangan Muamalat akan cenderung bergeser walaupun kita percaya dengan misi IDB yang lebih memiliki nilai pengembangan ekonomi umat dibanding semata-mata profit seeker.
Laporan keuangan Muamalat posisi 31 Desember 2007 (audited) sepenuhnya telah dipaparkan pada Harian Republika pada Senin, 31 Maret 2008 lalu. Dalam masa 17 tahun beroperasi, setidaknya dalam tujuh tahun terakhir Muamalat telah menunjukkan pertumbuhan dan laba yang amat mengesankan, membukukan total aset Rp 10,57 triliun (tumbuh 26,26 persen dibandingkan total aset Rp 8,37 triliun pada 2006). Laba mencapai Rp 212 miliar pada akhir tahun buku 2007 (naik 31,32 persen dari laba tahun 2006).
Dana masyarakat telah mencapai Rp 8,69 triliun pada 2007 atau tumbuh 27,11 persen dibandingkan total tahun 2006. Total pembiayaan mencapai Rp 8,62 triliun pada akhir 2007 atau rasio FDR 99,16 persen. Artinya, fungsi intermediasi bank berjalan sangat baik.
Perbankan nasional rata-rata LDR hanya 66 persen. NPL nett mencapai 1,33 persen. Per akhir 2007, Bank Muamalat Indonesia telah memiliki 213 kantor pelayanan di seluruh Indonesia, ditambah dengan jaringan real time on-line dengan 2.000-an SOPP (system on-line payment point) PT POS Indonesia.
Inovasi produk-produk bank syariah yang dibuat semakin kaya dan bervariasi, terobosan kartu Shar-E, cara berinvestasi mudah dengan membeli kartu deposit/tabungan di BMI semakin memungkinkan pertambahan dana pihak ketiga secara signifikan. Sejumlah prestasi kinerja yang bagus telah diraih oleh bank ini, antara lain KLIFF Award, The Most Outstanding Performance, dan CERT bekerja sama dengan Dow Jones.
Islamic Index New York USA 2004
Bagaimana ke depan? Idealnya pemerintah dan investor lokal secepatnya turun tangan memberikan komitmennya untuk membeli/menambah modal Muamalat agar komposisi kepemilikan bank ini mencapai minimal 51 persen bagi investor lokal dan 49 persen investor internasional dalam mempertahankan kepemilikan bank syariah pertama milik Muslimin Indonesia ini.
Penulis menyadari bahwa untuk membicarakan umat artinya adalah umat Islam yang tidak mengenal sekat-sekat negara atau bangsa karena sesungguhnya umat Islam adalah satu (ummatan wahidan). Tidak ada Muslim
Indonesia atau Arab, tetapi istilah di atas penulis sampaikan semata untuk memudahkan dalam penggambaran keadaan yang ada, sekaligus memberikan perspektif dimensi lain, yakni kemaslahatan bagi usaha kecil/UKM yang sebarannya sangat luas di Indonesia dan dirasakan masih sangat jauh ketinggalan.
Bila Muamalat kelak dikendalikan oleh profesional internasional, bukan tidak mungkin hal-hal yang menyangkut keberpihakan kepada UKM yang kebanyakan adalah kaum Muslimin akan tersisihkan. Dewan Komisaris dan pengurus Bank Muamalat sebagai wakil pemegang saham tentunya terus berupaya, juga melalui Anda para aghniya pembaca Republika, untuk masuk sebagai pemodal lokal Indonesia. Ini karena kinerja Bank Muamalat semakin baik dan prospek ekonomi syariah Indonesia ke depan sangat cerah.
Ikhtisar:
* Kinerja bank syariah di Indonesia cukup menggembirakan.
* Bank Muamalat membutuhkan investor domestik demi memenuhi kebutuhan umat.
( )