Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Friday, April 8, 2011

ALIGNMENT, LEADERSHIP DAN DIRECTORSHIP

Zulkfli Zein | Tenaga Profesional LPP Yogyakarta

The Living Organism

Memaknai organisasi sebagai mahluk hidup (living organism)kiranya sangatlah tepat. Pemahaman the living organism bukan saja didasari oleh kenyataan bahwa organisasi merupakan kumpulan manusia, sehingga harus didekati dengan pendeketan kemanusiaan. Namun layaknya mahluk hidup, organisasi memiliki organ-organ yang harus berkoordinasi secara sempurna, tidak cukup hanya secara baik, sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai mahluk hidup. Bayangkan jika kedua tangan tidak berkoordinasi, sehingga saling memukul satu sama lain. Bayangkan jika kedua kaki tidak ingin melangkah dengan ayunan yang sama dan searah. Bayangkan jika kedua bola mata tidak melihat pada fokus yang sama. Bayangkan jika rahang berkontraksi tanpa terkendali dan mengatupkan mulut dengan keras sehingga menggigit putus lidah. Apa jadinya tubuh tanpa koordinasi. Tentu tak terbayangkan malapetaka yang terjadi.

Apakah pada kenyataannya organisasi mampu membangun koordinasi secara sempurna layaknya tubuh? Kita semua paham bahwa di banyak organisasi, koodinasi tidak selalu berjalan dengan baik. Apalagi sempurna. Organ-organ organisasi seringkali tidak berkoordinasi dengan baik, sehingga sering terjadi saling pukul, saling gigit, saling tarik, saling dorong. Langkah tidak selalu mengayun pada arah yang sama dan kecepatan yang selaras. Pandangan seringkali tidak fokus pada titik yang sama.

Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Mengapa organisasi tak dapat berkoordinasi sesempurna tubuh ? Jawabannya jelas, karena organisasi sebenarnya tidak saja terdiri dari tubuh-tubuh fisik manusia, tetapi di dalam tubuh-tubuh tersebut terkandung
berbagai kebutuhan, keinginan, kemauan, dan kepentingan. Para filsuf Yunani sejak ribuan tahun yang lalu mengatakan bahwa manusia adalah Homo Ekonomikus. Manusia adalah mahluk dengan interest yang sangat kompleks dan tak terbatas. Tak terkendali.

Otak dan Kepemimpinan

Lantas jika organisasi begitu laten terhadap diskoordinasi dan konflik, siapakah atau apakah yang mampu mengatasinya? Jawabnya adalah Kepemimpinan (Leadership). Koordinasi tubuh yang begitu baik, dah bahkan sempurna, merupakan kerja organ yang disebut otak. Dari sekian banyak organ tubuh, mungkin otaklah yang menyimpan begitu banyak misteri. Bahkan hingga kini, ilmu pengetahuan belum banyak menjawab misteri di seputar otak. Bagaimana organ yang sedemikian kecil dan lemah secara fisik namun memiliki peran yang begitu sentral dalam kehidupan manusia. Bagaimana organ dengan volume yang begitu terbatas, mampu membuat manusia melakukan hal-hal di luar batas.

Barangkali tidak salah menganalogikan kepemimpinan dalam organisasi dengan fungsi otak. Sejarah menunjukkan kepada kita, bagaimana pemimpin-pemimpin besar dan agung membangun dan menghancurkan dunia. Bagaimana Julius Caesar dan Alexander The Great membangun imperium terbesar sepanjang sejarah. Bagaimana Adolf Hitler dan Mussolini menggerakkan sebuah bangsa menjadi mesin pembunuh yang menciptakan malapetaka begitu masif. Dalam sejarah bisnis modern kita juga mengenal para CEO besar yang membangkitkan semangat ribuan karyawan dan menyelamatkan perusahaan raksasa dari kebangkrutan. Para CEO yang membangun perusahaan kelas dunia, dengan nilai asset setara sebuah negara berkembang.

Itulah misteri kepemimpinan. Misterinya organ yang bernama otak.

Directorship

Istilah directorship memang belum begitu populer, karena relatif baru dibicarakan. Perbincangan mengenai directorship, menilik beberapa referensi yang ada, umumnya terbatas disekitar aspek legal-korporasi, yaitu terkait dengan peran, wewenang dan
tanggungjawab kelembagaan, dari sekelompok orang yang duduk pada posisi manajemen tertinggi di dalam organisasi. Kelompok yang di dalam konsep korporasi barat disebut Board (Dewan Direksi). Pembahasan directorship dalam ranah yang lebih luas, seluas pembicaraan mengenai leadership, belum banyak dilakukan.

Masalahnya adalah, persoalan directorship, dalam kondisi riil dunia bisnis yang dinamis, tidaklah sekering itu. Dalam kehidupan organisasi yang riil, tidak ada satupun peran, wewenang dan tanggungjawab direksi dapat dilakukan dengan baik tanpa
mengetengahkan dimensi kepemimpinan. Mengapa? Karena pada level yang begitu tinggi (di puncak piramid organisasi), dengan rentang kendali yang begitu luas, tak satupun instrumen directorship dapat efektif dijalankan tanpa kepemimpinan. Kepemimpinan adalah alat satu-satunya untuk menegakkan akseptabilitas dan kepatuhan. Kepemimpinanlah yang menjembatani kepentingan-kepentingan, mengatasi konflik dan
membangun kebersamaan.

Lantas pertanyaanya sekarang adalah, mana yang lebih tinggi dari yang lainnya, leadership atau directorship ? Atau bagaimana hubungan diantara keduanya?

Collective Leadership

Adalah menarik jika menilik pengertian directorship dari Merriam-Webster Dictionary, yaitu: one or a group of persons entrusted with the overall direction of a corporate enterprise.

Paling tidak terdapat dua kata kunci yang perlu digarisbawahi di dalam pengertian tersebut. Pertama adalah entrusted, dan yang kedua adalah overall direction. Keduanya memiliki kaitan yang sangat erat satu sama lain.

Pemahaman mengenai konsep entrusted atau pihak yang diberi kepercayaan, amanah atau mandat, membawa konsekuensi logis bahwa directorship memiliki tugas yang sangat mulia. Pihak dimana orang banyak menggantungkan harapan, nasib, dan masa depan. Pihak yang dipasrahi. Bayangkan betapa beratnya beban directorship, jika organisasi terdiri dari puluhan ribu anggota dan ratusan ribu keluarganya. Bila organisasi mengelola asset bernilai trilyunan rupiah. Dalam kasus BUMN, asset tersebut adalah hak milik rakyat. Miliknya orang banyak. Konsep overall direction memiliki makna yang sama dengan entrusted tadi. Bahwa directorship dalam hal ini adalah pihak yang dipasrahi untuk menentukan arah organisasi. Pihak yang menentukan hitam putihnya warna organisasi. Pihak yang di banyak organisasi bahkan ibarat diberi cek kosong (blank cheque), bebas mau mengisi seberapa suka.

Jika seperti itu situasinya, maka bagaimana cara memegang amanah dan mandat begitu besar dengan cara yang bijaksana? Disinilah konsep kepemimpinan bersama (collective leadership) menjadi sangat penting. Yaitu situasi dimana wewenang dan tanggungjawab di-share dengan baik diantara sesama pimpinan. Keputusan-keputusan penting diambil dengan proses kebersamaan. Resiko didistribusikan secara proporsional, sehingga beban moral menjadi lebih ringan. Dengan kepemimpinan bersama yang efektif, keraguan dan ketakutan dalam pengambilan keputusan penting serta strategis dapat dikelola dengan baik. Kiranya disinilah inti konsep directorship tersebut dikembangkan. Collective leadership, visi bersama (common vision), pembagian wewenang dan tanggungjawab (shared authority and responsibility), dan pengelolaan resiko (managed risk).

Alignment

Salah satu dimensi penting dalam konsep Balanced Scorecard (BSC) yang dikemukakan oleh Norton dan Kaplan (1996) adalah alignment atau kesearahan. BSC merupakan salah satu bentuk metode manajemen strategi penting yang saat ini telah diterima secara luas baik oleh kalangan akademisi maupun praktisi bisnis. Peran BSC sebagai instrumen yang membumikan rencana strategi terbukti efektif di banyak organisasi.

Pengertian mendasar dari alignment adalah bagaimana arah strategi divisi, unit, fungsi, di dalam organisasi harus dikaitkan satu dengan yang lain, membentuk sebuah mozaik yang menggambarkan logika berpikir (logic of thinking) yang benar tentang bagaimana arah visi dan misi organisasi dapat dicapai. Divisi, unit, dan fungsi adalah entitas-entitas di dalam organisasi yang mewakili kepentingan (interest) yang sangat beragam. Alignment, jika dibangun dengan baik dan dengan logika yang benar, akan mengatasi perosoalan konflik kepentingan (conflict of interest) tersebut. Setiap entitas menyadari keberadaannya adalah bagian dari sebuah keberadaan yang lebih besar, yaitu organisasi atau perusahaan atau korporasi. Setiap entitas menyadari bahwa visi dan misi korporasi hanya dapat dicapai jika semuanya berjalan pada arah yang sama, dengan menjalankan tugas dan perannya masing. Bagaikan mengangkat tandu berukuran besar beramai-ramai. Tanpa membangun alignment, niscaya organisasi bagaikan kertas tipis yang ringkih, mudah sekali terkoyak-koyak.

Kegagalan Directorship

Pembicaraan mengenai alignment menjadi penting ketika membahas persoalan directorship. Mengapa demikian? Sebab salah satu peran directorship adalah berfikir, merencanakan, dan bertindak strategis. Ingat pengertian overall direction seperti telah dibahas sebelumnya. Seringkali kita mendengar dan melihat bagaimana sebuah perusahaan mengalami kemunduran dan bahkan hancur, bukan karena persoalan “di garis depan (frontline) atau di garis bawah (bottomline). Perusahaan hancur bukan karena ketiadaan atau kesulitan bahan baku untuk produksi. Perusahaan hancur bukan karena pasar lesu dan tiada pembeli. Tapi perusahaan hancur karena manajemen, terutama di puncak piramida (direksi), gagal membangun alignment sehingga lini produksi dan tenaga penjualan tidak dapat bekerja dengan baik.

Inilah sebagian dari bentuk-bentuk lemahnya alignment dari directorship. Tanaman tidak mampu menghasilkan panen sesuai potensinya, karena biaya pemupukan dan perawatan ditekan habis-habisan demi meraih kinerja keuangan jangka pendek. Kapasitas produksi tidak dapat ditingkatkan, karena dana untuk investasi tidak hendak dikucurkan. Peluang pasar tidak dapat diraih karena promosi dan R&D dianggap beban semata. SDM dikotak-kotakkan kedalam kelompok yang penting dan yang kurang penting. Citra perusahaan hancur karena CSR dan kehumasan dianggap sebagai aksesoris yang “yang penting ada”.

Directorship telah kehilangan salah satu ruh penting dari leadershipnya, yaitu kolektivitas. Kebersamaan. Ketika setiap anggota board melihat dengan cara pandang yang berbeda. Berfikir dengan logika yang berbeda. Mengambil keputusan dengan pertimbangan kepentingan yang berbeda. Directorship yang mengabaikan kepercayaan (trust) dari seluruh anggota organisasi yang dipimpinnya.


Sumber : LPPCom, September 2009