Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Monday, May 26, 2008

CLIMBERS, THE WINNING TEAM



Pernah dengar pembalap climber? Bagi Anda anggota komunitas B2W atau bicycling-club akan segera tahu bahwa pembalap climber adalah pembalap sepeda spesialis tanjakan. Karena spesialisasinya ini para pembalap ini biasanya yang tampil sebagai juara (winner) dalam setiap kejuaraan tour bersepeda.

Tim Climbers FPS Plus juga rintisan bagi sebuah “Winning Team” yang telah memberikan buktinya khususnya dari Tim Climbers Import yang telah lebih dahulu terbentuk dari Tim Climbers Export. Hal ini mengemuka saat diadakan rapat gabungan pertama kedua tim climbers di Kantor Plaza Atrium pada 23 Mei 2008 yang lalu.

Disampaikan oleh Ketua Tim Climbers Import, M. Yasin, bahwa di triwulan pertama 2007 sempat terjadi penurunan. Untuk periode Januari s/d April 2007 pencapaian hanya inward container 178 TEUS dibanding 225 TEUS pada periode sama 2006. Namun sampai dengan akhir 2007 jumlah ini meningkat khususnya karena bertambahnya direct consol shipment dari pelabuhan-pelabuhan muat (port of loading) yang tergolong baru. Di tahun 2006 port of loading yang melakukan consol hanya sebanyak 8 POL tapi pada tahun 2007 ternyata meningkat menjadi 12 POL.

Tim Climbers Export yang baru terbentuk sekitar dua minggu yang lalu dan dipimpin oleh Erwin Saropie tidak mau ketinggalan dan mencoba mencanangkan targetnya. Target-target yang terdiri dari target destinasi dan target perolehan volume diusulkan di depan para anggota serta Tim Manajemen.

Sebelum pemaparan target dan perolehan masing-masing tim, Direktur FPS Indonesia, Bpk. Hendratmoko memberikan gambaran sekilas tentang kondisi eksternal yang kurang menguntungkan antara lain meningkatnya harga minyak dunia yang sudah mencapai USD 135 per barrel, masalah sekitar keagenan di lingkungan FPS Group dan juga hal-hal terkait bisnis khususnya import. Secara internal beliau juga menegaskan kembali kebijakan FPS Indonesia dalam menyikapi kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM.

Beberapa hal yang kelihatannya masih menjadi sedikit kendala bagi tim eksport antara lain kenyataan bahwa harga LCL untuk destinasi tertentu termasuk untuk direct consol masih lebih tinggi dari FCL, format promosi yang belum mampu menarik minat calon customer untuk menggunakan jasa kita maupun masalah klasik sekitar kompetitifnya harga di pasaran.

Tim impor memaparkan sedikit hambatan dalam memuluskan pencapaian targetnya antara lain : tidak rutinnya consol dari beberapa POL, berkurangnya volume, serta pekerjaan pengambilan delivery order (DO) di pelayaran dan proses pelaksanaan relokasi (overbrengen) container di pelabuhan yang masih kurang memenuhi target waktu penyelesaian.

Tawaran fasilitas khusus
Seperti yang pernah disampaikan pada saat pembentukan tim climber import di bulan September 2007 yang lalu, manajemen menawarkan fasilitas khusus bagi climber yang achieved yang sekaligus sebagai penanda peningkatan peringkat yang ditandai dengan perubahan warna. Fasilitas yang dimaksud adalah pemberian sebuah laptop bagi climber yang mampu memperoleh gross profit sebesar USD 4,000 atau lebih bagi cabang-cabang Jakarta dan Surabaya serta USD 3,000 atau lebih bagi cabang-cabang Semarang dan Bandung. Promo ini berlaku untuk shipment-shipment dari bulan Mei sampai dengan Desember 2008.

Dalam kesempatan pertemuan ini Pak Aep Suparman, GM Internusa Hasta Buana menggarisbawahi beberapa hal yang diharapkan mampu mendukung suksesnya program ini, yaitu :
- hendaknya program ini diintegrasikan dalam kerangka program keseluruhan khususnya menyangkut pemahaman product-knowledge di bidang import,
- tersedianya tools yang cukup bagi para climber sehingga harga yang ditawarkan kompetitif,
- memperbaiki format promosi dan “kemasan menjual”, serta
- melanjutkan joint-sales dari order yang telah didapatnya.

Pertemuan ini dihadiri tidak saja oleh para climber Jakarta. Ada Acep dan Alamsyah dari Cikarang, Okky Hanipradja dan Ike dari Bandung, Ahmad Syaefudin dan MA Haris dari Semarang serta Taufiqurrahman, Helmi Basalamah dan Linda dari cabang Surabaya serta tidak ketinggalan Tim Manajemen Pusat. Sebagai catatan, Helmi Basalamah adalah Ketua Tim Climber Surabaya.

Pada kata penutupannya Bpk. Iskandar Zulkarnain selaku pimpinan Iska Niaga Darma Group menandaskan hendaknya :

- The Climbers adalah The Winning Team, dan
- Buktikan bahwa FPS / Internusa / Intan Segara adalah freight forwarder terbaik di negeri ini.

Akhirnya, rapat yang diawali dengan pembacaan Sasaran Mutu FPS ini diakhiri dengan sebuah kalimat komitmen yang disampaikan oleh Okky Hanipradja berbunyi :


“Commit to the Lord whatever you do, your plan will be succeed”




Jakarta, 26 Mei 2008
Jaeroni Setyadhi

Tuesday, May 13, 2008

SOSOK EKONOMI SETELAH REFORMASI

Faisal Basri, Ekonom

Koran Tempo, 13 Mei 2008, Edisi 10 Tahun Reformasi

Kebebasan. Itulah kata yang bisa menggambarkan suasana kehidupan berbangsa pascareformasi. Perekonomian Indonesiapun turut menghirup kebebasan itu. Memang tidak sebebas negara-negara penganut aliran Neoklasik atau Neoliberal, tapi setidaknya, kesumpekan akibat monopoli dan kartel terang-terangan yang diabsahkan pemerintah bisa dikatakan sudah nyaris sirna. Kendali pemerintah pusat atas daerah sudah jauh berkurang. Pemerintah tak bisa lagi mendikte DPR untuk mengesahkan anggaran pendapatan dan belanja negara tanpa perubahan satu sen pun. Bank Indonesia tak lagi di bawah ketiak pemerintah.
Penguasaan negara di sektor produksi sudah jauh berkurang. Di sektor telekomunikasi, penerbangan, perbankan, dan perkebunan, peran badan usaha milik negara tak lagi dominan, digantikan oleh swasta domestik maupun asing.
Perlidungan terhadap industri atau usaha dalam negeri dikikis oleh liberalisasi perdagangan. Proteksi dipangkas hingga tingkat yang sangat rendah, sebagaimana tercermin dari tarif bea masuk rata-rata yang sudah di bawah 10 persen. Tidak terkecuali terhadap produk-produk pertanian yang dihasilkan oleh hampir separuh penduduk yang taraf kehidupannya terbilang sangat memprihatinkan.
Mesin mekanisme pasar berputar kencang. Laju pertumbuhan ekonomi mulai cepat. Tahun lalu, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) mencapai 6,3 persen, yang berarti hampir mendekati pertumbuhan rata-rata selama Orde Baru. Namun, kalau kita cermati corak pertumbuhannya, ternyata sangat berbeda dengan periode prakrisis. Di awal Orde Baru, sektor pertanian jadi titik perhatian. Pemerintah mendirikan pabrik pupuk berskala besar, dan membangun infrastruktur pertanian secara masif. Memasuki dasawarsa 1980-an sektor industri manufaktur menggeliat dan lebih digenjot pada dekade 1990-an.
Di era reformasi, kedua sektor tersebut relatif merana. Produk-produk pertanian kian membanjiri pasar. Banyak sekali produk pertanian yang dikonsumsi masyarakat luas yang kita impor : beras, kedelai, jagung, garam, gandum dan terigu, gula, bubuk cabai, sayur-mayur, buah-buahan. Sementara itu, industri manufaktur tumbuh jauh di bawah pertumbuhan PDB, sangat kontras dibandingkan masa Orde Baru yang tumbuh jauh di atas pertumbuhan PDB, bahkan tak jarang tumbuh dua digit. Penurunan juga terjadi di sektor pertambangan. Maka, tak mengherankan sementara kalangan mensinyalir telah terjadi gejala dini deindustrialisasi.
Padahal, pertanian, manufaktur, juga pertambangan (sektor tradable) merupakan tumpuan hidup sekitar dua pertiga penduduk. Jika pertumbuhan ketiga sektor ini melempem, maka kesejahteraan relatif mayoritas penduduk kian tertinggal. Yang tumbuh sangat pesat -- jauh melampuai pertumbuhan PDB -- adalah sektor-sektor jasa modern di kota-kota besar (non-tradable) yang kebanyakan disantap oleh kalangan menengah ke atas.
Kesenjangan pertumbuhan sektor tradable versus sektor non-tradable semakin menganga. Data untuk 2007 menunjukkan sektor tradable hanya tumbuh 3,8 persen sedangkan sektor non-tradable tumbuh 9 persen. Dengan pola pertumbuhan demikian, niscaya kita akan sangat sulit memerangi kemiskinan dan menekan pengangguran.
Selama 10 tahun terakhir jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan praktis tak berubah, yakni di sekitar 17,7 - 17,6 persen. Pada 2007 turun sedikit menjadi 16,6 persen. Jikat kita menggunakan ukuran pengeluaran per kapita di bawah satu dolar AS sehari, penurunan jumlah orang yang tergolong sangat miskin hanya turun dari 7,8 persen pada 1996 menjadi 6,7 persen pada 2007. Laju penurunan jumlah orang yang sangat miskin di Indonesia sungguh sangat lambat bila dibandingkan dengan Vietnam dan Cina. Di Vietnam, jumlah penduduk sangat miskin turun drastis dari 23,6 persen pada 1996 menjadi hanya 4 persen pada 2007. Untuk Cina, pada kurun waktu yang sama, angkanya menurun dari 16,4 persen menjadi 6,9 persen.
Perkembangan di bidang ketenagakerjaan juga tak mengalami perbaikan. Angka pengangguran terbuka bahkan melonjak dari 4,9 persen pada 1996 menjadi 9,1 persen pada 2007. Walau harus diakui bahwa dalam dua tahun terakhir telah terjadi sedikit penurunan angka pengangguran terbuka, pebaikan tersebut hanya dari sisi nominal dan belum diiringi oleh perbaikan kualitas.
Perlu dicatat pula bahwa di barisan penganggur ini, porsi yang berusia muda dan atau berpendidikan SLTA ke atas terbilang sangat tinggi. Dilihat menurut lokasi, dua provinsi dengan angka pengangguran tertinggi ialah Banten dan Jawa Barat. Mengingat kedua provinsi tersebut merupakan, basis terpenting industri manufaktur Indonesia, berarti semakin kuat konstalasi bahwa industri manufaktur mengalami kemunduran relatif yang mengarah pada gejala deindustrialisasi.
Dengan pola dan kualitas pertumbuhan seperti itu, sangat bisa dipahami mengapa kesenjangan pendapatan dalam beberapa empat tahun terakhir semakin menganga, bahkan tahun lalu kondisi memburuknya sangat mencolok. Reformasi agaknya tidak mendekatkan kita pada cita-cita kemerdekaan : mewujudkan keadilan sosial, memajukan kesejahteraan umum, mengenyahkan dominasi kapitalis, dan memerangi kemiskinan. Quo vadis reformasi? o

Friday, May 9, 2008

MEMBAKAR SEMANGAT DI SANTA MONICA

Cuaca cerah mengiringi kepergian kami dari kantor Ancol di hari Sabtu (3/5) kemarin. Persiapan yang sudah dimulai sejak sebulan lalu dan dimantapkan kembali seminggu terakhir itu memungkinkan seluruh staff Ancol dan Tanjung Priok dapat mengikuti acara yang diselenggarakan oleh FPS Indonesia Jakarta, karena seluruh kegiatan eksportasi dapat diselesaikan pada Jum’at (2/5) malam. Bahkan Henry, newcomer bagian dokumentasi rela menginap-ria di kantor Ancol di malam Sabtu itu.


Bukan! Ini bukan terminal Baranangsiang lho!

Acara ini diberi tema “United We Grow”, berupa kegiatan outbond yang diadakan di Smart Camp Santa Monica, Pancawati, Bogor, Jawa Barat pada hari Sabtu dan Minggu, 3 dan 4 Mei 2008.

Berangkat pada jam 08:30 kedua bis yang beriringan itu tidak mendapat hambatan di sepanjang tol dalam kota dan tol Jagorawi. Hambatan mulai terasa saat memasuki perapatan Ciawi sampai Pasar Cikeretek. Kendaraan melaju dengan merayap. Mungkin karena sopir yang kelelahan akibat jalan yang merayap itu maka satu bus kami sempat kebablasan hingga sejauh beberapa ratus meter dari jalan akses menuju Pancawati. Akibatnya, kami harus turun ramai-ramai sambil menunggu bus yang hendak memutar balik.







Mau mudik Mas? Pan, belum lebaran? Maaf, saya bukan TKI Mas!


Sekitar jam 11:30 kami telah tiba di lokasi yang posisinya paling ujung di antara camp-camp yang bertebaran di kawasan tersebut. Setelah melakukan penyesuaian dengan lingkungan dari rasa jetlag yang menyeruak di antara kegembiraan itu kami makan bersama di pendopo utama komplek learning center tersebut.

Biar bertampang TKI Sukabumi, tapi kami mbawa semangat lho!



Selanjutnya, setelah meyelesaikan “ishoma” kami menuju lapangan untuk peregangan otot-otot yang dilanjut dengan tracking menyusuri sungai kecil di bukit sekitaran camp yang merupakan kaki Gunung Pangrango itu.

Jalur yang sedianya dapat ditempuh dalam waktu 2 jam ternyata mundur karena ada beberapa peserta yang boleh dibilang “katrok” menghadapi medan yang lumayan curam itu. Dari yang jalannya macam siput sampe yang super keseleo kakinya sehingga harus ditandu. Tidak cuma itu, cuaca yang mendadak tidak bersahabat dengan turunnya hujan deras itu menjadikan instruktur memerintahkan sebagian peserta khususnya kelompok bagian belakang untuk tidak melanjutkan perjalanan. “Wis, aku kecewa berat nich, lantaran trackingnya nggak sampe tujuan”, kata salah seorang peserta yang bergabung belakangan.

Ada catatan yang menarik, ternyata di camp yang biasa disebut sebagai learning center ini muncul foto model dan kelompok foto model dadakan. Tidak ketinggalan, dilengkapi pula oleh para fotografer amatiran. Tapi jangan negative dulu! Sebab, ternyata gambar-gambar yang terekam pantas diusulkan di ajang pameran foto, minimal se Iska Niaga Darma grup.


“Kelompok” Panca-wati Para pecinta alam merangkap “pecinta” lensa kamera

Rasa lelah bercampur kegembiraan sangat-sangat membaur di malam itu. Apalagi saat tiba acara api unggun semua seakan larut dalam kehangatan suasana …

Api unggun telah menyala … api unggun telah menyala ….
Api … api… api, api, api …. Api unggun telah menyala ...

Api s’mangat telah menyala ... api s’mangat telah menyala ...
S’mangat... s’mangat ...., s’mangat, s’mangat, s’mangat ...
Api s’mangat telah menyala ....

Kehangatan suasana itu juga dilengkapi dengan keheningan suasana saat Pak Budi Satoto membawakan semacam puisi bebas berjudul “Bila saat ini adalah saat terakhir kita” yang kira-kira isinya koyak-koyak yang ada di amalan kita hendaknya ditambal sambil terus mengupayakan yang terbaik di sisi kuantitas dan kualitasnya. Tak ada jaminan bagi “cukupnya” amalan kita itu selain dengan upaya yang sungguh-sungguh untuk terus meningkatkan kuantitas yang dibarengi kualitas amalan kita itu.

Teram tam tam .... Fieeeessta ..... selesai pulalah acara api unggun yang sebelumnya juga diisi beberapa fun games.

Selanjutnya, acara santai di pendopo utama dengan dihibur oleh organ tunggal dari grup “Faisal Entertainment” tapi yang asli sono .... bukan para Faisal-nya FPS/Internusa. Malah para-Faisal kita itu tidak kelihatan berjoget di depan. Tidak jelas alasannya, tapi mungkin agak kurang sreg takut bersaing-saingan ...

***

Meskipun udara tidak terlalu dingin, malam telah terlewati dengan damai dan dilengkapi dengan tidur yang teramat lelap. Namun demikian, di ujung cottage sana ternyata ada “kelompok bengal” yang dari investigasi lapangan baru tidur setelah jam 03:30 dini hari setelah setengahan malam dihabiskan dengan bermain kartu. Tentu saja bermain dengan sungguh-sungguh bermain dalam suasana santai pula bukan bermain dengan tanda kutip. Record siapa yang unggul sengaja tidak ditampilkan di sini, harap maklum.

Hari ini menurut sekedul Panitia adalah outbond activities alias ritual outbond yang sesungguhnya, kenapa? Kata para keponakan, “karena nanti ada flying fox-nya”. Benar saja, sebelum ritual outbond dimulai para petugas sudah siap-siap dengan peralatannya. Maklum, di Cabang Surabaya sana ada kawan kita yang mengalami sedikit musibah saat ber-flying fox ria.





Kelompok “Bintang”, malamnya ‘dah ngimpi ... ciu..ciu..ciu

Permainan demi permainan dilalui, ada ice-breaking yang berupa lempar-lemparan bola; ada magic stick yang “susahnya” minta ampun; lalu ada electric-web; serta tentu saja flying fox.


Mejeng dulu ah, mumpung difoto gratis ... Wuuuussssss ....



Di akhir sesi acara outbond, dua games lagi disajikan. Masing-masing opposite-step beregu yang dimenangkan kelompok “Dispenser“ (nggak jelas penamaannya .... mungkin karena pengalaman bakal ada yang kehausan kali?); dan pemindahan obor melewati serangan musuh. Sangat mengasyikkan game yang terakhir ini karena “bom air“ sebagai amunisi musuh yang membasahi separoh lebih para pengawal obor ini menjadi penyegar di terik matahari. Tiga kali bolak-balik sebelum akhirnya obor sampai pada tempat yang telah ditentukan.

Hikmah dari permainan ini adalah bahwa adanya sebuah keniscayaan atau kemungkinan dalam setiap usaha meraih prestasi selalu ada saja gangguan bahkan serangan dari kompetitor. Namun, kita haruslah tetap bersikap ksatria dengan tidak membalasnya secara serta-merta sebagaimana dicontohkan dalam permainan ini yang sama sekali tidak dibolehkan adanya “serangan balasan“.

Pepatah mengatakan, “tidak ada pesta tanpa kesudahan“ dan acara dua hari itupun harus diakhiri, dan pendopo utama menjadi tempat pengakhiran acara ini. Dalam kata akhirnya di acara dua hari itu Pak Iskandar menyampaikan kata selamat menikmati pengalaman yang telah dilalui di Pancawati ini dan jadikan simulasi dari setiap fun games yang banyak berisi pembangunan team-work menjadi bekal bekerja sehari-hari sesuai tugas fungsinya. Pak Is juga menyampaikan ucapan sampai jumpa pada event outbound berikutnya. (Catatan Redaksi, tentu saja achievement first la yaw .... )



Miss Door-Prize FPS Jakarta



Akhirnya, penganugerahan predikat “Miss Door-Prize“ secara tidak formal diceletukkan kepada kawan kita Neri oleh karena keberuntungan yang terus-menerus memperoleh “significant door-prize” pada dua event terakhir yang diselenggarakan FPS Indonesia dan Iska Niaga Darma pada umumnya. Kali ini kawan kita itu mendapat first prize : mountain bike!

Sampai jumpa di event yang lain …..

Wassallam / Jaeroni Setyadhi.-


Post scriptum :
Mohon maaf dengan bahasa slank kepada semua-muanya, dan terutama untuk Pak Budi …. minta tolong judulnya yang sesungguhnya …. takut hari ini adalah hari ....