Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Tuesday, June 5, 2007

Seri Komunikasi Pemasaran (2)

Sistematika Perilaku Konsumen Untuk Analisa Komunikasi & Pemasaran (2)
May 18, 2006

Saudara, jika pada episode sebelumnya kita telah membahas mengenai 3 proses penting dalam komunikasi pemasaran yaitu penciptaan pengenalan atau awareness, pemahaman atau comprehension dan ketertarikan atau interest, maka kali ini Head of Researcher dari Brand Research Indonesia, Inu Machfud, menjelaskan 2 langkah selanjutnya, yang akan memicu terjadinya pembelian.
“Pelaku bisnis yang berbahagia, menyambung pembahasan kita sebelumnya untuk mengidentifikasi proses atau tahapan dari aktifitas komunikasi dan pemasaran untuk selanjutnya menciptakan sales. Dalam kesempatan terdahulu kita telah membahas di mana proses komunikasi pemasaran berperan penting dalam 3 proses di awal yaitu menciptakan awareness, mananamkan comprehend dan menimbulkan interest. Proses berikutnya setelah tercipta interests, mulai mengarah kepada interaksi langsung antara produk dengan konsumen. Setelah tercipta interest, konsumen akan mulai bergerak secara sadar atau tidak, disengaja atupun tidak, untuk menemukan merek dan produk anda. Tahapan ini kita sebut saja sebagai tahapan intention to buy.”
Dalam proses intention to buy ini calon konsumen sebenarnya sudah menciptakan suatu bayangan dalam benaknya, suatu angan-angan untuk dapat memiliki produk atau jasa yang ditawarkan tersebut. Namun pihak produsen dan pemasang iklan harus hati-hati untuk tidak mengecewakan konsumen yang telah memiliki niat untuk membeli, seperti dituturkan Inu Macfud berikut ini.
"Dalam tahapan ini, distribusi produk sangat berperan untuk menciptakan intention to buy yang baik. Bayangkan apabila kita dihujani dengan iklan yang sedemikian gencar dan provokatif, sampai kemudian kita penasaran ingin tahu seperti apa sebenarnya produknya (sebenarnya kalau sudah demikian anda interest dengan produk tersebut). Namun saat kita beraktifitas, berjalan-jalan, hang-out dan beredar di banyak tempat, kita tidak pernah menemui produk yang bersangkutan. Apa yang kemudian ada dalam pikiran kita? Mungkin saja kita berpikir, ”produk ini serius gak sih?” atau bisa juga kita jadi beranggapan, ” payah deh, iklannya aja yang kenceng”. Mungkin anda ingat saat 2 atau 3 tahun yang lalu, salah satu operator CDMA lokal sedemikian gencar beriklan. Namun karena satu dan lain hal produknya belum dapat beredar di pasaran. Bila anda mengingatnya, cobalah reka ulang, seperti apa anggapan anda pada produk tersebut saat itu?”
Keinginan untuk membeli atau intention to buy ini juga berkaitan langsung dengan pengalaman pribadi dan suggesti yang timbul dalam diri konsumen.
”Intention to buy juga berkenaan dengan experience konsumen dalam berinteraksi dengan produk. Seringkali terjadi saat mencoba produk konsumen kecewa karena produk tersebut tidak seperti anggapannya, terlebih apabila konsumen sudah sangat tertarik dan percaya dengan iklan. Pada sisi yang lain, sebenarnya komunikasi dan image merek juga bisa men-’drive’ konsumen untuk mendapatkan kesan positif saat melakukan intention. Hal ini yang disebut dengan penciptaan sugesti, contohnya adalah konsumen yang tidak merasa percaya diri untuk beraktifitas sebelum minum minuman energi.”
Nah setelah terbentuknya keinginan untuk membeli atau intention to buy dalam benak konsumen, maka tahap berikutnya tinggal mengharapkan agar terjadi action, atau tindakan nyata mewujudkannya. Dengan kata lain, tinggal masalah waktu sebelum terjadinya pembelian. Namun harus juga diingat, tahapan action ini bisa mulus terjadi, apabila tidak ada halangan pada saat terbentuknya intention to buy tadi.
”Selanjutnya adalah tahap di mana sales terjadi, yaitu konsumen melakukan action atau pembelian. Biasanya, tembok penghalang terakhir bagi konsumen untuk memutuskan apakah mereka akan membeli atau tidak adalah pada intention. Pengalaman baik atau menyenangkan pada intention akan langsung mengarahkan proses selanjutnya pada action. Namun pengalaman buruk dan tidak menyenangkan saat intention akan menyebabkan tidak terjadinya action.”
Dengan berbekal pengetahuan atas 5 tahapan komunikasi pemasaran tadi, maka lebih mudah bagi pengusaha atau produsen untuk menganalisa kegiatan pemasaran atau marketingnya.
”Saudara, demikianlah sistematika perilaku konsumen yang dapat kita gunakan untuk menganalisis keberhasilan aktifitas komunikasi dan pemasaran yang kita lakukan. Tentu saja ukuran terhadap sales yang berhasil tidak semata-mata ditentukan oleh proses ini, tetapi juga oleh pentargetan dan strategi pemasaran yang realistis. Target sales saat kita melakukan branding yang bersifat tematis untuk mengangkat image merek, tentu berbeda dengan target sales saat kita melakukan promo-promo yang bersifat taktis. Nah, mulai saat ini anda tidak perlu berdebat kusir dengan agency atau klien anda apabila ada ketidak cocokan antara aktifitas komunikasi yang telah dijalankan dengan penjualan yang diraih. Mulailah melakukan telaah terhadap 5 variabel yang telah kita bahas, dan kumpulkanlah data-data yang memadai sehingga kita dapat menemukan penyebabnya dan melakukan perbaikan. Sukses dan salam dari kami.”
Penjelasan Inu Machfud, Head of Researcher, Brand Research Indonesia mengenai tahapan komunikasi pemasaran yang sebaiknya kita ketahui. [aji : aji @ mediacorpradio.com]

sumber : www.rsi.sg

Seri Komunikasi Pemasaran (1)

Sistematika Perilaku Konsumen Untuk Analisa Komunikasi & Pemasaran (1)
May 11, 2006

Saudara, dalam upaya meningkatkan pengenalan dan pemahaman masyarakat terhadap produk kita, maka jalan yang umum dan efektif digunakan adalah melalui iklan. Namun terdapat pula kasus di mana iklan yang gencar berbanding terbalik dengan hasil penjualan. Dalam hal ini, justru iklanlah yang dinilai tidak berhasil, sehingga penjualan tidak maksimal. Benarkah anggapan ini, dan apa yang menjadi alasannya? Kita simak hasil penelitian Brand Research Indonesia yang dijabarkan oleh Head of Researchernya, Inu Machfud, berikut ini.
“Pelaku bisnis yang berbahagia, sebagai pemasar profesional, pemilik merek atau profesional dalam bidang advertising, kita semua pasti pernah berhadapan dengan fakta bahwa produk yang kita iklankan tidak sepenuhnya dapat berhasil mencapai angka penjualan seperti yang ditargetkan. Istilahnya, produk tersebut tidak atau belum ‘jalan’. Kalau sudah demikian kejadiannya, biasanya kita semua akan ikut repot dan penasaran untuk mencari tahu jawabannya. Terlebih lagi karena dalam pemasaran produk tersebut sudah diinvestasikan sekian ratus juta atau sekian milyar rupiah dalam bentuk advertising. Dari sisi pengalaman kami, hal ini menjadi menarik karena dalam beberapa kasus yang kami temui baik kawan-kawan dari sisi produsen pemegang merek maupun kawan-kawan advertising ternyata sama-sama tidak mengetahui penyebabnya secara pasti. Analisis yang paling mudah dan sederhana adalah anggapan frekuensi tayang iklan kurang, tidak sesuai dengan segmen yang diinginkan, atau waktu kampanye keseluruhan masih belum terlalu lama (kurang dari 3 bulan).”
Lalu, apakah analisa sederhana ini memerlukan kajian lagi untuk mengetahui faktor yang sebenarnya menghambat penjualan itu? Adakah suatu model atau proses yang dapat dirunut oleh setiap produsen dan pemasang iklan, untuk dapat menganalisa sendiri komunikasi pemasarannya, mengingat iklan sendiri hanya merupakan bagian kecil dari keberhasilan penjualan?
”Spekulasi tersebut dapat saja benar, namun belum menjawab keseluruhan permasalahan. Kebanyakan dari produsen dan pemilik merek beranggapan (dan berharap) bahwa investasi mereka dalam aktifitas komunikasi atau beriklan akan langsung berdampak terhadap sales. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah, namun prosesnya tidak sesederhana itu. Output dari iklan adalah mengirimkan pesan dan meninggalkan kesan, sehingga konsumen mengetahui, mengingat dan menyukai suatu produk atau merek. Terdapat sebuah proses dalam pola tindakan konsumen, mulai dari saat produk tersebut diperkenalkan, diiklankan, dijual hingga sampai dipilih dan dibeli oleh konsumen.
Secara sederhana proses tersebut dapat digambarkan melalui 3 variabel, yaitu:
1. Awareness. Seperti yang telah kita bahas dalam bagian terdahulu, awareness adalah kunci pertama dalam memasarkan merek dan produk. Tingkat awareness menentukan sejauh mana konsumen mengenal produk anda dan menjadikannya referensi.
2. Comprehend. Diterjemahkan sebagai pemahaman. Setelah produk diperkenalkan, diperlukan edukasi (dalam intensitas yang disesuaikan) agar konsumen memahami identitas merek dan produk yang kita komunikasikan. Variabel pemahaman ini seringkali terabaikan karena biasanya kita lebih fokus terhadap awareness, alih-alih menjadikan produk kita terkenal. Padahal pemahaman ini menjadi penting agar konsumen mengenali diferensiasi merek dan spesifikasi produk kita. Tanpa mengkomunikasikan pemahaman yang baik, produk kita akan terlihat tidak ada bedanya dengan kompetitor, dapat saling mengkanibal antara range produk yang dimiliki, dan yang paling buruk adalah tidak diketahui sama sekali manfaat dan kegunaannya.

3. Interest. Proses selanjutnya setelah konsumen mengenal dan memahami merek dan/ atau produk kita, dari sana akan terlihat apakah tercipta sebuah ketertarikan atau tidak. Di sinilah peran advertising yang paling penting, dengan berbagai macam tools dan pendekatan yang dimiliki. Seperti dalam artikel terdahulu, seringkali produsen dan advertising menanyakan kepada kami apakah konsumen tertarik dengan iklan mereka. Sebenarnya yang paling penting adalah, apakah advertising tersebut mampu menciptakan ketertarikan terhadap merek dan produk anda."
Ramuan yang tepat akan menghidupkan ketiga faktor awareness, comprehension dan interest tadi pada diri konsumen. Bicara mengenai ramuan yang tepat, ternyata bukan berarti harus berupa tampilan iklan yang luar biasa. Pointnya di sini, adalah gabungan dari strategi dalam porsi yang tepat.
”Bisa saja materi advertisingnya tidak terlalu heboh, namun dengan pemilihan media yang tepat, frekuensi tayang yang efektif, dan strategi branding yang fokus, awareness produk dapat mencapai tingkat yang memadai. Selanjutnya dengan tagline dan single minded yang tepat, konsumen memahami karakter merek dan produk. Selanjutnya dengan awareness dan pemahaman yang tercipta, konsumen akan mulai tertarik untuk mencoba produk tersebut.”
Ketiga tahapan tadi yaitu awareness atau pengenalan, comprehension atau pemahaman, dan selanjutnya interest atau ketertarikan konsumen terhadap produk kita, merupakan tahapan yang sebaiknya diciptakan oleh setiap produk, untuk menghasilkan penjualan yang maksimal.
”Secara obyektif, menurut hemat kami di sinilah peran advertising yang paling vital dalam pemasaran produk. Karena hingga pada tahap menciptakan ketertarikan, advertising telah berperan maksimal dalam menarik konsumen untuk datang kepada produk yang ditawarkan. Demikian saudara, kesimpulannya adalah bila anda merasa ada sesuatu yang salah dengan aktifitas komunikasi pemasaran anda,anda dapat mulai melakukan tracking terhadap 3 variabel tersebut. Melalui tracking yang sistematis diharapkan kita dapat lebih cepat dan lebih akurat dalam mengidentifikasi permasalahan dalam aktifitas komunikasi pemasaran kita untuk kemudian memperbaikinya.”
Saudara, untuk mencapai tingkat penjualan seperti yang diinginkan, masih ada dua tahapan lebih lanjut yang harus dilakukan setelah komunikasi pemasaran, di mana distribusi juga turut berperan. Head of Researcher dari Brand Research Indonesia, Inu Machfud, akan menghadirkan hasil penelitiannya dalam kesempatan selanjutnya. [aji : aji @ mediacorpradio.com]


sumber : www.rsi.sg

KOMUNIKASI, BLOOD OF BUSINESS

KOMUNIKASI, BLOOD OF BUSINESS


Sejak melakukan initial audit ISO 9001:2000 di cabang Semarang dan Surabaya bulan Oktober 2006 yang lalu, seberapa penting komunikasi diposisikan oleh manajemen di cabang-cabang menjadi salah satu focus dari audit. Terminologi “blood of business” yang menggambarkan urgensi dari sebuah penyediaan informasi sendiri merupakan frase yang dimunculkan dalam standard operating procedure dari FPS Group lebih dari lima tahun yang lalu dan seharusnya sudah sangat-sangat dipahami oleh keseluruhan staf di lingkungan PT FPS Indonesia. Demikian juga pada saat penyusunan “pedoman praktis audit” secara sengaja kami tempatkan 3 subjek yang membahas secara khusus soal komunikasi yaitu : komunikasi internal, komunikasi pelanggan, dan umpan balik pelanggan.

Kegiatan verifikasi atas komunikasi internal dilakukan meliputi ada tidaknya kegiatan pertemuan-pertemuan dengan ruang lingkup pembahasan yang jelas (rapat rutin/konsolidasi, rapat teknis fungsi tertentu, dan rapat khusus penyelesaian masalah) di samping pola-pola komunikasi umum yang dipergunakan dalam kegiatan sehari-hari (tatap muka, via telepon/aiphone, e-mail, skype dsb.). Masuk dalam kategori ini adalah cara-cara bagaimana suatu program/rencana disosialisasikan ke bawah. Apakah suatu program/rencana diupayakan untuk mendapatkan awareness yang berulang-ulang sehingga kebutuhan ”papan pengumuman” menjadi urgent menjadi objek audit kala itu.

Demikian juga komunikasi yang bersifat keluar (eksternal) tidak luput dari objek audit. Apakah setiap penawaran ada arsip Quotation-nya, apakah brosur tersedia dalam memperkenalkan profile perusahaan, apakah inquiry tertangani dengan baik termasuk juga komplain-komplain pelanggan. Demikian juga halnya penanganan komunikasi keagenan apakah telah dilakukan sebagaimana standar yang telah digariskan oleh Group.

Sebagaimana FPS Group menempatkan komunikasi dan teknologi sebagai sebuah sumber daya dan sarana bagi perusahaan yang mutlak keberadaannya, PT FPS Indonesia melakukan upaya-upaya menggenapi sarana yang ada antara lain dengan melengkapi key person di seluruh cabang dengan individual e-mail dan skype. Terakhir, PT FPS Indonesia meluncurkan website-nya, www.fpsindonesia.co.id, yang memiliki tujuan utama sebagai sarana pengkomunikasian jasa-jasa yang dimiliki serta sebuah ”blog”, www.fpsindonesia.blogspot.com, yang dipakai sebagai penyedia berita terkait bisnis transportasi pada umumnya dan juga berita-berita seputar FPS Group.

Saluran-saluran komunikasi yang menjamin tersedianya informasi yang dibutuhkan baik ke dalam maupun keluar ini diharapkan mampu mendorong efektivitas pelaksanaan pekerjaan dan tersedianya update informasi di samping dapat memberikan nilai tambah pada saat komunikasi dilangsungkan dengan segenap karyawan baik dalam tataran operasional maupun staff di atasnya.

Regards,
Jaerony Setyadhi