Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Tuesday, December 18, 2007

Sistem National Single Window 5 Lembaga Diluncurkan

18 Desember 2007

JAKARTA, Koran Tempo -- Pemerintah kemarin secara resmi mengimplementasikan tahap pertama sistem National Single Windows (NSW) dan Peluncuran Official Website Sistem NSW.
Sistem NSW adalah sistem yang memungkinkan dilakukannya penyampaian, pemrosesan, serta pemberian izin atas data dan informasi importasi secara tunggal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang juga menjadi Ketua Tim Persiapan NSW, mengatakan sistem ini baru menggabungkan lima instansi pemerintah--dari total 35 instansi--dalam satu proses perizinan. Lima instansi itu adalah Kantor Pelayanan Utama Bea-Cukai Tanjung Priok serta empat instansi yang meloloskan perizinan, yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Badan Karantina Pertanian, dan Pusat Karantina Ikan.
Meskipun baru lima instansi, kata Sri Mulyani, kelimanya adalah instansi inti yang terkait langsung dengan urusan importasi. Kelima instansi ini juga yang menyangkut hampir sebagian besar keseluruhan mengenai prosedur ekspor-impor barang. "Jadi, walaupun baru lima, ini adalah yang menguasai, terutama importasi makanan dan obat-obatan," kata dia saat meluncurkan sistem NSW di Gedung Dhanapala Departemen Keuangan kemarin.
Terhitung mulai 17 Desember 2007, kata Sri Mulyani, setiap pelayanan kepabeanan dan perizinan kepada 100 importir itu akan dilakukan dengan sistem NSW. Pelaku usaha, kata dia, diharapkan dapat memanfaatkan sistem ini secara optimal untuk operasi bisnis mereka. "Untuk tahap pertama masih terbatas buat 100 perusahaan importir yang masuk jalur prioritas," kata dia.
Dengan NSW, setiap importir yang akan melakukan importasi dapat mengajukan pengurusan dokumen kepabeanan dan perizinan secara online. Sehingga importir tidak perlu mendatangi kantor pelayanan ataupun instansi penerbit perizinan.
"Dengan begitu, potensi penyimpangan, seperti menyogok untuk mendapatkan izin, bisa dihilangkan karena kontak manusia tak ada lagi," kata dia.
Sekretaris Tim Persiapan NSW Edy Putra Irawadi menambahkan peluncuran sistem NSW ini merupakan upaya perbaikan pelayanan publik terhadap kegiatan yang menjadi sorotan publik. Dengan sistem ini, kata dia, diharapkan akan mengubah perilaku dan sikap birokrasi karena prosesnya otomatis bukan sekadar dari manual ke elektronik.
"Jadi keputusan boleh-tidaknya impor atau ekspor harus di mesin, pembangunan sistem ini sekaligus membuat pengawasan menjadi semakin ketat terhadap kegiatan perdagangan tercela dan optimalisasi penerimaan negara," kata dia.
Kenapa hanya Tanjung Priok yang dipilih? Menurut Edy Putra, selain karena Tanjung Priok yang paling siap, pelabuhan ini merupakan pelabuhan paling sibuk di Indonesia. Sebanyak 60 persen dari 4,8 juta dokumen keluar-masuk barang dari dan ke Indonesia melalui Tanjung Priok. Sementara itu, lima instansi pemerintah yang menerapkan NSW tahap I ini akan memproses sebanyak 372.300 dokumen impor per tahun atau 950 dokumen impor per hari.
Ketua Kamar Dagang dan Industri M.S. Hidayat menyatakan pihaknya sangat mendukung dan berterima kasih kepada pemerintah. "Dengan adanya NSW akan memperlancar bisnis di Indonesia, terutama kaitannya dengan ekspor dan impor. Akan kami lihat bagaimana implementasinya," kata dia.
Ketua Asosiasi Jalur Prioritas Gunadi Sindhuwinata mengatakan, dengan sistem NSW ini, proses importasi yang biasanya makan waktu seminggu, bahkan lebih, kini bisa selesai dalam 2-3 hari. "Bahkan barang yang umum satu hari bisa selesai," kata dia.
AGUS SUPRIYANTO

Thursday, December 13, 2007

Gafeksi Minta Komponen Tarif Lini 2 Disederhanakan

BANJARMASIN: Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) mengusulkan penyederhanaan komponen tarif forwarding (forwarding local charges) dan biaya gudang sebagai masukan bagi penyusunan keputusan Menteri Perhubungan tentang tarif lini 2 di Pelabuhan Tanjung Priok.
Usulan itu sekaligus menanggapi kian tingginya tarif di lini 2 akibat adanya mekanisme rabat kepada forwarder asing sehingga menimbulkan biaya tinggi bagi importir dan eksportir nasional.
Ketua DPW Gafeksi DKI Jakarta Sjukri Siregar mengatakan Gafeksi dan asosiasi terkait lainnya bersama Administrator Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelindo II hari ini menggelar pertemuan guna menyusun masukan kepada Menhub soal struktur dan komponen tarif lini 2.
"Tarif lini 2 saat ini sudah tidak kondusif bagi pengembangan sektor logistik dan arus barang. Tarif lini 1 sudah diatur lewat Kepmen oleh Menhub Hatta Radjasa saat itu, sekarang tinggal Kepmen untuk tarif lini 2," katanya di Banjarmasin, Selasa.
Menurut Syukri, perang tarif di lini 2 kian menggila karena agen konsolidator berebut menetapkan tarif kepada pemilik barang (consignee) melalui penagihan terhadap 12 komponen tarif yang mereka rancang.
"Ini dilakukan agar mereka dapat memberikan rabat sebesar-besarnya kepada forwarder di luar negeri. Selain itu, untuk komponen biaya gudang yang ditagih mencapai 16 komponen," ujarnya.
Rabat alias uang sogok untuk forwarder asing itu dinilai penting bagi agen konsolidator ekspor dan impor di dalam negeri untuk menjaga pasokan order dari negara lain.
"Siapa yang bisa memberikan uang kembali yang tertinggi bagi agen asing, agen konsolidator itulah yang akan mengurus seluruh kelancaran arus barang, baik ekspor maupun impor.
"Hal itu, kata Syukri, mendorong Gafeksi membentuk kesepakatan tarif beberapa waktu yang lalu dengan asosiasi terkait, meski struktur tarif dan komponen tarif di lini 2 belum memiliki payung hukumnya.
Penyederhanaan tarif
Oleh karena itu, lanjutnya, Gafeksi mengusulkan menyederhanakan komponen tarif, yakni empat komponen biaya dan tarif batas atas bagi forwarding local charges serta 10 komponen biaya gudang.
"Saat ini PPJK [pengusaha pengurusan jasa kepabeanan] juga harus mengeluarkan dana talangan yang besar, sementara fee dari proses itu tetap sama. Importir dan eksportir keluar uang lebih banyak dari seharusnya, sebab tarif dirancang untuk memenuhi rabat. Ini masalah nasional. Bagaimana daya saing dan arus barang bisa naik kalau tarifnya begitu. Justru asing yang menikmati rabat ini."
Dia mengakui posisi agen di Indonesia lemah karena tidak didukung Kepmen untuk tarif lini 2. "Pihak asing tahu soal ini, mereka lantas meminta rabat. Kalau ada Kepmen, kami bisa tunjukkan kalau Pemerintah Indonesia sudah mengatur tarif dan mereka tidak bisa minta lagi," katanya.
Sementara itu, terkait dengan kesepakatan enam asosiasi atas tarif lini 2, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Iqbal mengatakan pihaknya hari ini menggelar rapat Komisi yang akan menghasilkan rekomendasi soal kasus tersebut. (sylviana.pravita@bisnis.co.id)


Oleh Sylviana Pravita R.K.N.Bisnis Indonesia
bisnis.com

URL : http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/transportasi-logistik/1id35222.html

Tuesday, December 11, 2007

THE SEVEN HABITS OF HIGHLY EFFECTIVE PEOPLE


The first of the 7 Habits is - Be Proactive. It is perhaps a great compliment to Stephen Covey that today, the substance of this first habit is deeply embedded into the management psyche. We are told, in business, that we should be proactive; and broadly what is meant by that is to focus our efforts and attention on the long-term and to think in terms of the long-term consequences of our actions.
Covey contrasts being proactive or having a proactive mentality with being reactive. Reactive people, he says, are those who are resigned to the truth that whatever they do in the present can have no effect on their circumstances. And interestingly, for reactive people, it really is a truth, for whatever we believe in our heart affects our thoughts, words and actions. If we really believe that we can do nothing about our unreasonable boss or the daily events in our lives, then we simply do not make the effort.

Proactive people, on the other hand, simply will not accept that there is nothing that can be done about the unreasonable boss or the events of daily life - they will point out that there are always choices. It is by the decisions we make, our responses to people, events and circumstances that proactive people can and do affect the future. We may have no control over what life throws at us but we always have a choice about how we are to respond.

Now this notion that having a particular attitude of mind (which is really where this habit begins) can make such a huge and positive difference to almost everything we experience in life is foreign to those who have already internalised the opposite habit as a part of their personalities. For some people, the glass is always half-empty and the feeling of melancholy is a pleasant reminder that something is indeed missing. For such people, this habit represents a bitter pill to swallow - but, says Covey, it is also completely liberating.

When we are finally prepared to accept full responsibility for the effects that are manifest in our lives; when we have the strength of character to admit it when we make mistakes (even big ones); when we are completely free to exercise the options available to us in every situation; then it can be said that we have finally internalised this habit. The other six of the habits require that we first work on our basic character by becoming proactive and thereby transforming ourselves into men and women of integrity.

Habit 2 - Begin with the End in Mind

The second of the habits is - Begin with the End in Mind. Many people in the west identify with the frustration of success. Being successful at their chosen career and committed to its progress they come to realise that it does not, in the final analysis, bring any sense of real satisfaction. The reason for this ultimate dissatisfaction is that they did not begin with the end in mind. For many people, it is not just that they did not begin with the end in mind; it goes a bit deeper - they did not ever get around to defining the end itself and so they simply could not begin with the end in mind. So what does all this mean? The end represents the purpose of your life. Until you can say what that purpose is, with assurance, then you just cannot direct your life in the manner that would bring you the greatest satisfaction.

There are no short-cuts here. To engage in this habit, you need to have a dream, define your own vision and get into the practice of setting goals which will allow you to make measurable progress toward the dream. If you practice a faith, then you will want to consider how this affects your purpose in life; if you do not, you will still need to get involved in deep self-examination to find out exactly what it is that will bring you fulfilment. To help you with this, you may wish to obtain my E-Book The Deepest Desire of Your Heart; available from this site. The book contains some excellent self-reflection exercises you can use to focus your mind on what is most important to you in life.

Until you have defined your vision - the big dream to which you will be working - you will be unable to move on to habit 3 which provides a basic framework for you to re-align your efforts so that you will ultimately achieve your heart's desire.

Habit 3 - First Things First

The third habit is - First Thing First. Following the amazing popularity of his work on The 7 Habits of Highly Effective People, Stephen Covey published a second book that deals with the 7 Habits; and the title of that book is also First Things First. Both the book and this habit deal with subject of managing your time effectively.

Consider the simple 2 x 2 matrix shown below. It plots the concepts of urgency and importance against each other; and represents where you are spending your time. To really understand and apply this habit, you need to have first done habit 2 - that is, you should already have defined what is important to you. Without first doing this, habit 3 has no power because you simply cannot separate what is important from what is not important.

This representation shows four categories of demand which may be made on your time. Quadrant 1 consists of activities which are both urgent and important - in other words, things to which you absolutely must attend. Why must you do these things? Because they are important - meaning that they contribute to your mission; and they are urgent - meaning that they have some sort of deadline associated with them.

Choices about where to invest your time really are made in the other categories; and most people - driven by the concept of urgency - get drawn into Quadrant 3; doing things that consume their time but do not contribute to their goals. Highly Effective People (yes they all fit together you see) understand that the high leverage activities are all Quadrant 2 - important but not urgent. Planning, preparation, prevention, relationship-building, reading, improving your professional knowledge and exercise are all examples of Quadrant 2 activity - not an exhaustive list, by any means.

We all intuitively know that Quadrant 2 activities are the key to getting results; but you need to have internalised the first two habits before you can benefit from the high leverage this habit brings. In other words, you first need to have developed the strength of character (proactivity) which allows you to be able to say no to demands on your time that fall into Quadrants 2 and 3; and you also need to have defined what importance means for you - otherwise the Quadrants do not exist.

Put habits 1,2 and 3 together and you have the ultimate success formula. Stated simply - get your mind right; define what is important; then organise your life to maximise your Quadrant 2 efforts. By spending appropriate time on Quadrant 2 activities, you will gain control over the circumstances of your life; Quadrant 1 will actually get smaller because you will have anticipated and prepared for much Quadrant 1 activity. Concentrating on Quadrant 2 is absolutely fundamental to achieving success. You might like to take a look at the 4tm Spreadsheet, available from this site, which can help you to make this key adjustment in the use of your time.

Habit 4 - Think Win Win

The next of the 7 Habits is - Think Win-Win. This habit is again an attitude of mind. It concerns fostering an attitude that is committed to always finding solutions that will truly benefit both sides of a dispute. Solutions do not, of course, exist in themselves; they must be created. And, even if we cannot see the solution to a particular problem, it does not mean that no such solution exists. The win-win idea is not based upon compromise - that is where most disputes naturally end. But compromise is the result of not properly perceiving the possible synergy of the situation.

The more you practice this habit, the more committed you will become as you find solutions which truly do benefit both parties, where originally it looked as if no such agreement might be reached. Covey has amended the wording of this habit slightly in recent years to read: Think Win-Win or No Deal. This attitude works well because it liberates the individuals concerned from the effort of trying to persuade the opposite party to shift ground or compromise. The effort is instead spend on trying to understand, which is where habit 5 comes in - you see, they are also sequential.

Habit 5 - Seek First to Understand then be Understood
The fifth habit is - Seek First to Understand. What most people do, naturally, when involved in some type of discussion, meeting or dialogue is exactly the reverse - they seek first to be understood. And, as Stephen Covey says, when both parties are trying to be understood, neither party is really listening; he calls such an interaction, 'the dialogue of the deaf'. This habit is an important key to inter-personal relationships and it seems to be almost magical in its ability to transform the course of discussions. Why? Because by making the investment of time and effort required to understand the other party, the dynamics of the interchange are subtly affected.

This habit is not just about letting the other person speak first; it concerns actually making the effort to understand what is being said. It is about understanding that our natural habit of mind is to misunderstand. When we are engaged in conversation, error is always present. NLP tells us that we simply make our own meaning based on our own experiences and understanding of life; and frequently we make the wrong meaning. You might like to take a look at the answers given by school-children on history exams which illustrates this principle - we are no different!

If however, we are prepared to invest the time and effort to really understand the other person's position; and to get into the habit of spending the first part of the discussion doing so; then, when it is felt by the other person that you do indeed understand, the dynamic changes. People become more open, more teachable, more interested in what you may have to say and with the mutual understanding that flows from this habit, you are ready to practice habit 6; which concerns finding creative solutions.

Habit 6 - Synergize

The sixth of the 7 Habits of Highly Effective People is - Synergize. This habit involves you putting your head together with the other party or parties in order to creatively brainstorm a synergistic solution to a problem i.e. to find a solution which contains win-win benefits. It can only be done successfully if you have first practiced habits 4 and 5. The well-known definition of synergy is as follows:

Synergy - When the whole is greater than the sum of the parts.
Finding a synergistic solution means finding a solution which is better than either party might first propose. Such a solution can only be found if both parties truly understand the other parties position - the fruit of habits 4 and 5. There have been many books written on successful brainstorming techniques; my own favourite techniques are those proposed by Edward DeBono - professor of thinking and perhaps most famous for Lateral Thinking.
Putting habit 4, 5 and 6 together, you have a perfect model for human interaction. Put simply: first be mentally committed to the idea that a solution that will benefit all parties may be constructed; next invest the necessary time and effort to really understand the other party and do that first; finally creatively brainstorm a synergistic solution - a natural product of mutual understanding and respect.

Habit 7 - Sharpen the Saw

The last habit of the 7 Habits is - Sharpen the Saw. In this habit, you are the saw; and to Sharpen the Saw is to become better, keener and more effective. Highly Effective People always take time to Sharpen the Saw. What is meant by Sharpening the Saw is to regularly engage in the exercise of the three dimensions which make up the human condition: body, mind and spirit. Covey also adds a fourth dimension - the inter-personal.
Spiritual Exercise

Let us begin by considering Spiritual Exercise - this is the area which is perhaps the most misunderstood. I believe that, in the west, we have become spiritually blind. The progress of our science, education and technology has lead us to construct a view of the world and the universe that excludes the agency of God. Freud famously said that it was man that made God 'in the image of his father'. It is, of course, a very clever statement and not one I wish to here challenge - whether this statement or the reverse is true is for you to decide. However, as the west has, by and large, abandoned faith in the creator God, so it has simultaneously abandoned the idea that life has any meaning or purpose; and it is purpose and direction in life that this habit refers to as Spiritual Exercise. Of course, if you are a religious person, then there will be a tie-up here with your personal faith; however, if you are not religious, don't also abandon the idea that life holds a special purpose for you.

To exercise spiritually, I recommend that you consider engaging in some form of meditation. Meditation involves regularly sitting in a relaxed position and thinking about nothing for a period of about 10 or 15 minutes. Why this practice should bring about any material benefits is an interesting question. You might consider that you relax your mind quite enough when you sleep, but it turns out that we don't really relax our minds when we sleep. The brain is active during sleep - during REM sleep, the brain appears to be processing information. Though it is not yet known exactly what it is doing, the brain is certainly not passive and so the mind is not relaxed during sleep. Meditation is the practice of disciplining the mind, It is difficult to do at first, but if you stick with it, positive health benefits will follow.

Making use of Jack Black's House on the Right Bank is an excellent tool for combining what is really guided meditation with the practice of regularly reviewing your mission, your roles and your goals; and that is what Stephen Covey means when he talks about spiritual exercise - the regular, review and preview of the things that are most important to you in life. These are the first things that you must define in habit 2 - Begin with the End in Mind.

Physical Exercise

Regular aerobic, physical exercise is essential for health, energy and a feeling of well-being. Naturally, you should always consult your doctor or physician before you embark upon any course of physical exercise; and it should be obvious that such professional advice as may be given, should always be taken into account.

To practice this part of Habit 7 requires that you commit to at least three sessions of at least twenty minutes per week. If you are not already engaged in this sort of exercise, you will find that after a period of about six weeks, you will feel much better, much healthier and indeed your body will become more efficient at processing oxygen - which is the key to energy.

Mental Exercise

Ask yourself these questions. What am I doing to sharpen my mind? Am I engaged in a programme of education or learning of some kind? What am I doing to improve my professional knowledge?

How you should go about this part of the habit is, of course, for you to decide, but you should ensure that you are reading regularly. What should you read? Naturally you want to put in the good stuff - so it's not a case of reading for its own sake; it is reading carefully selected material which allows you to broaden and deepen your understanding.

You will naturally be paying particular attention to the important areas you defined in habit 2, but you should also consider reading all the great works of literature and also ancient wisdom literature which includes books like The Psalms and Proverbs..

Interpersonal

This part is not really a discipline, as are the other three parts, it is really a commitment; and for me, I make the commitment during the spiritual part of the habit, that is, during a meditation. It is simply to commit to approaching inter-personal relationships by making use of habits 4, 5 and 6.

Even if people approach me making use of language, actions, or behaviour which I personally believe to be inappropriate, my commitment is to not react, but to use my proactive capacity to engage in the exercise of habits 4, 5 and 6 which I believe will lead to the best possible outcome in such circumstances


http://www.whitedovebooks.co.uk/7-habits/7-habits.htm

Wednesday, November 28, 2007

MANFAATKAN KEKUATAN KATA-KATA

Oleh : Prof. Dr. Roy Sembel / Sandra Sembel


Sinar Harapan, 27 November 2007
Manajemen Diri

Kata-kata ada di mana-mana dan kitapun menggunakannya setiap saat. Ketika kita menulis, kita menggunakan kata-kata. Ketika kita berbicara kita menggunakan kata-kata. Ketika kita membaca, kita juga menggunakan kata-kata. Ketika kita berpikirpun, kita senantiasa menggunakan kata-kata.

Michael J. Losier dalam bukunya Law or Attraction mengatakan bahwa kata-kata kita mempunyai kekuatan yang dahsyat untuk mewujudkan getaran yang dipancarkannya. Jadi, mengapa kita harus menggunakan kata-kata yang tidak kita inginkan? Gunakan saja kata-kata yang mengungkapkan hal-hal yang menjadi harapan kita agar hal-hal tersebut bisa terwujud. Bagaimana caranya? Simak yang berikut.

Hentikan yang Negatif

Jangan terlambat.
Jangan mengambil rute itu.
Jangan panik.
Jangan ragu-ragu menghubungi saya.
Dilarang parkir di sini.
Dilarang merokok.
Dilarang buang sampah sembarangan.

Sepertinya kalimat-kalimat ini baik-baik saja. Sepertinya semuanya menunjukkan perhatian kita akan hal-hal positif.

Tetapi, ternyata kata-kata ini bisa mewujudkan hal-hal yang sebaliknya. Ketika kita berkata ”Jangan terlambat”, sebenarnya kita memancarkan ”energi” kekhawatiran akan keterlambatan tersebut.

Energi yang terpancar inilah yang akan membuat apa yang kita khawatirkan terwujud. Sebagai contoh, perhatikan pengalaman mantan bos pebulis : Ibu Emmy senantiasa menggunakan taksi untuk pergi ke kantor. Untuk itu, ia selalu memesan taksi pada pembantunya (ketika jasa pesan taksi melalui telepon belum lazim).

Pada suatu waktu, ia mendapat pembantu baru. Seperti biasa, Ibu Emmy memesan kepada pembantunya tersebut, “Mbak, tolong carikan taksi untuk saya. Taksi apa saja asalkan ‘jangan’ yang kuning, ya. Sekali lagi ‘jangan’ yang kuning.” Beberapa saat kemudian, sang pembantu datang dengan menaiki taksi berwarna kuning! Ternyata, kata-kata terakhir Ibu Emmy yang senantiasa diulang itulah yang diingat oleh sang pembantu.

Kata-kata ini berhasil terwujud. Kalau saja Ibu Emmy mengatakan, ”Ambil taksi yang biru ya” dan mengulang kata-kata biru tersebut, dapat dipastikan Ibu Emmy juga akan mendapatkan taksi berwarna biru. Hasil survey juga membuktikan bahwa kata-kata yang kita gunakan memiliki energi untuk menggerakkan kita mewujudkannya. Jadi, gunakan kata-kata yang memancarkan energi positif , yaitu kata-kata yang mengungkapkan harapan dan keinginan kita.

Ganti yang Positif

Di sebuah taman kanak-kanak, para guru diberi pelatihan untuk mengganti kata-kata negatif (hal-hal yang ingin dihindari) dengan ungkapan yang positif yang ingin diwujudkan dalam berkomunikasi dengan anak-anak. Sebab, penelitian mengungkapkan bahwa yang diingat orang adalah kata-kata atau ungkapan yang diberi penekanan dengan perasaan dan perhatian.

Sebagai contoh, perhatikan tabel di bawah yang membandingkan dua ungkapan yang sama dengan kata-kata yang berbeda : yang satu menggunakan ungkapan negatif (yang tidak kita inginkan), yang lain menggunakan ungkapan positif (yang menjadi harapan kita).

Ungkapan Negatif Ungkapan Positif

* Jangan lari * Jalan saja
* Jangan buang sampah * Buang sampah di
sembarangan tempat sampah
* Jangan panik * Tenang saja
* Jangan ribut * Bicara pelan saja


Ternyata, dengan cara mengganti kata-kata negatif menjadi positif, para guru berhasil membuat siswa melakukan apa yang mereka inginkan. Jadi, dari ilustrasi ini kita belajar bahwa kata-kata yang kita gunakan (baik negatif ataupun positif), memiliki kekuatan untuk mengundang semesta mewujudkannya.

Jadi, di manapun kita berkarya dan pekerjaan apapun yang kita lakukan, pastikan agar kata-kata yang kita gunakan adalah kata-kata atau ungkapan yang mengandung harapan dan keinginan yang hendak kita wujudkan.

Biasakan Berkata Positif

Setelah kita tahu bahwa kata-kata mempunyai kekuatan dahsyat untuk mewujudkan makna yang terkandung di dalamnya, kita bisa mulai memilih kata-kata positif untuk kita gunakan dalam seluruh aspek kehidupan kita : apa yang kita ucapkan, apa yang kita pikirkan, apa yang kita baca, dan apa yang kita amati.

Dalam berkata-kata, daripada mengucapkan ”jangan ragu-ragu menghubungi saya jika ada yang ingin Anda tanyakan,” akan lebih baik jika mengucapkan ”hubungi saya segera jika ada hal yang ingin Anda tanyakan.” Daripada berpikir dengan menggunakan kata-kata ”Saya tidak boleh panik dalam menghadapi situasi ini”, lebih baik kita berpikir dengan kata-kata positif, ”Saya harus tenang dalam menghadapi situasi ini”.

”Daripada membaca buku, atau majalah yang dipenuhi dengan ungkapan-ungkapan negatif, lebih baik kita mengambil buku-buku, artikel atau majalah yang banyak menggunakan kata-kata positif. Daripada menonton sebuah tayangan yang banyak berisi ungkapan negatif, lebih baik kita memilih tayangan yang lebih banyak menggunakan ungkapan positif.

Jadi intinya, di manapun kita berada, apapun yang kita pikirkan, ucapkan, dan amati, pastikan kita memilih hal-hal yang menggunakan kata-kata positif. Jika kita dikelilingi kata-kata positif, energi positif yang dipancarkan akan mempercepat kita untuk mewujudkan hal-hal positif yang ingin kita raih.

Pupuk Kebiasaan

Nah, jika kata-kata positif dapat berwujud menjadi hal-hal positif, mengapa tidak kita mulai untuk memupuk kebiasaan menggunakan kata-kata positif. Buatlah daftar kata-kata ”negatif” yang sering kita gunakan, coba cari padanan katanya yang lebih mengungkapkan apa yang ingin kita wujudkan. Masukkan kata-kata ataupun ungkapan tersebut dalam kosa kata yang aktif kita gunakan sehari-hari.

Mungkin kita bisa memulai dari satu ungkapan terlebih dahulu, untuk kemudian kita tambah lagi setiap hari ataupun setiap minggu, sampai akhirnya kebiasaan tersebut terbentuk. Jika kita sudah memiliki kebiasaan untuk memilih dan menggunakan kata-kata positif, kata-kata tersebut akan mengalir secara otomatis di pikiran, ucapan, bacaan, dan tayangan yang kita pilih. Akhirnya, kita tinggal memetik keuntungan dari kata-kata positif yang kita gunakan tersebut.

Masih adakah kata-kata negatif yang sering Anda gunakan? Ganti kata-kata negatif dengan yang positif, tanamkan kebiasaan menggunakan kata-kata positif. Sukses untuk kita semua.

Wednesday, November 21, 2007

EXPECTING FOR A FAIR RULE ON LOGISTICS

Ocean Week
No. 141 / VI, November 7-20, 2007


Indonesia might soon issue a new transportation law, a new rule to synergize the three transportation modes : land, sea, and air transportation, in bid to prevent overlapping among operators.

Commending the new law, a source from Transportation Department disclosed in a discussion with Ocean Week, "We have to update our concept, meaning that transportation cannot be segmented anymore. Transportation is now running in multimodal system."

The source further said that in the future, Indonesia will need to adopt a total logistic system, toward the free trade system including the Asean open market. In addition, the system also needed to anticipate the new investment law, a new rule that gives wider opportunity to foreign companies to do investment.

But many parties, including local logistic providers, are so wondering with the new transportation concept, saying it is so potential for foreign companies' domination.

Moreover, according to the new bill relating investment, foreign companies can build a joint venture with local companies with shareholding of 49% at maximum. But, the transportation draft law (RUU) does not say in detail the sector of transportation that the foreign companies can be involved.

"They (foreign companies) can do investment from up-stream to down-stream," Bambang K. Raswadi, Chairman of Indonesian Stevedoring Companies Association (APBMI) told Ocean Week. "If they are allowed to invest in up and down stream, the national companies are threatened due to less competitive."

Bambang also explained that, though they would invest under JV with local companies, foreign companies would dominate in view of their strong capital. "Local companies might only get business in document handling," he said.

The progress of global integrated logistic system is also something that should be worried by national companies because under the system, the government connot do protection. "Indonesia must be affected by the system. Moreover the government tends to adopt the integrated logistic system (ILS)."

ILS that has been adopted by some neighboring countries remains the global business trend to cut borders among countries in doing business activities, though some of them still run protection. Some developing countries to protection through obliging the foreign companies to build JV with local companies.

Adoption of the ILS in the transportation draft law, according to Bambang, would threaten the national logistic providers. "ILS will be a threat for national logistic providers." Echoing the view, an executive from Indonesian National Forwarders' Association said, "ILS will give us disadvantage, the national logistic providers in particular."

Meanwhile, M. Kadrial, General Secretary of Indonesian Express Association (Apresindo), expect the national companies not to be paranoid. "I don't see any points that threaten the national companies in the draft. The government must be committed to make the national companies survive, I guess," Kadrial, who is also a Director of PT RPX Group, said.

RPX is a national leading logistic provider with seven business segments. The company is also acting as representative of US Fedex in Indonesia. "In addition to transportation RUU, post RUU also protects the national logistic providers," he said. [dj/ow]

Thursday, November 8, 2007

RI LAPORKAN KEMAJUAN KONSOLIDASI LOGISTIK


06 Nopember 2007


JAKARTA, Bisnis Indonesia: Indonesia akan menyampaikan perkembangan konsolidasi sektor logistik Indonesia pada Asean Federation of Forwarder Association (AFFA) yang berlangsung hingga hari ini di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, terkait dengan liberalisasi logistik di Asean.

Ketua Kompartemen Bidang SDM Gafeksi Siti Aryanti Adisoediro mengatakan pada pertemuan tahunan AFFA yang berlangsung 5-6 November 2007 tersebut seluruh anggota Asean akan membahas a.l. soal roadmap (peta jalan) liberalisasi logistik di Asean.

Direktur Eksekutif DPP Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) Wellyantina Waloni mengatakan pihaknya juga akan? menyampaikan soal pelatihan dan pendidikan sumber daya manusia di sektor forwarding di Tanah Air.

"Soal perkembangan pendidikan dan SDM forwarder di Indonesia juga akan kami sampaikan," kata Siti yang masih di Brunei Darussalam kepada Bisnis, kemarin.

Gafeksi sendiri baru-baru ini mendesak pemerintah segera membenahi sektor logistik secara menyeluruh yang mengarah pada pemberdayaan pengusaha lokal di era globalisasi.

Siti mengatakan dalam penataan sektor logistik ke depan, pemerintah perlu segera menentukan departemen mana yang menaungi bidang usaha tersebut.

Selain itu, pemerintah juga diharapkan menyusun dan menerbitkan Undang-Undang (UU) Transportasi atau UU Logistik serta mempercepat proses pembahasan dan penetapan regulasi agar dapat lebih mengakomodasi perkembangan sektor logistik.

Dia mencontohkan di China, dampak komitmen World Trade Organization (WTO) mendorong pemerintah negara itu lebih fokus pada peningkatan manajemen rantai pasokan. Demikian pula pengembangan pengaruh multimoda terhadap rantai pasokan didukung oleh pakar internasional.

Selain itu, paparnya, investor diwajibkan mampu menangani semua kebutuhan konsumen di satu atap serta peningkatan jumlah SDM yang berkualitas seiring dengan perkembangan industri.

Wednesday, October 17, 2007

3.500 Usaha Jasa Kepabeanan Terancam Gulung Tikar

10 Oktober 2007

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Sedikitnya 3.500 perusahaan pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) di Indonesia terancam tutup usaha menyusul kebijakan Ditjen Bea dan Cukai tidak memperpanjang batas waktu proses pemberian nomor pokok bagi perusahaan itu.
Musli Mulia, Ketua Umum DPP Gabungan Forwarder & Ekspedisi Indonesia (Gafeksi), mengatakan untuk menghindari timbulnya gejolak atas penutupan usaha PPJK itu, kemarin pihaknya telah mengumpulkan semua pengurus wilayah di Indonesia guna membahas masalah tersebut.
"Sebetulnya kami sudah mengajukan perpanjangan proses registrasi untuk mendapatkan nomor pokok PPJK kepada Dirjen Bea dan Cukai, tapi hingga kini belum dijawab," ujarnya kepada Bisnis.
Ketua DPW Gafeksi DKI Jakarta Syukri Siregar menilai batas waktu registrasi PPJK yang akan berakhir 17 Oktober 2007 sudah sangat pendek, padahal baru sekitar 400 PPJK yang sudah mendapat nomor pokok baru.
Menurut dia, dengan batas waktu yang sangat pendek itu ditambah lagi dengan libur panjang Lebaran, maka dipastikan banyak perusahaan PPJK yang tutup karena tidak bisa lagi melakukan kegiatan usaha.
Di sisi lain, Ditjen Bea dan Cukai dikabarkan menolak customs bond yang diterbitkan oleh enam perusahaan asuransi dan bank sebagai jaminan untuk mendapat nomor pokok bagi PPJK.
Dari enam perusahaan yang customs bond-nya ditolak itu, lima di antaranya adalah perusahaan asuransi, yakni PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), PT Asuransi Bumi Putra Muda, PT Asuransi Central Asia, PT Asuransi Indo Trisaka, dan PT Asuransi Berdikari, sedangkan satu lembaga keuangan lainnya adalah Bank BNI.
Sjukri mengakui ada laporan dari anggota Gafeksi bahwa customs bond yang diterbitkan oleh enam perusahaan asuransi dan bank sebagai jaminan untuk mendapatkan nomor pokok PPJK ditolak oleh Ditjen Bea dan Cukai.
"Saya belum memperoleh penjelasan apa alasan Bea Cukai menolak customs bond yang diterbitkan oleh enam perusahaan itu. Padahal, sebagian asuransi itu adalah milik BUMN," ujarnya.
Segera beralih
Meski demikian, Sjukri mengimbau kepada PPJK anggota Gafeksi untuk segera beralih ke perusahaan asuransi yang customs bond-nya bisa diterima oleh Ditjen Bea dan Cukai.
Alasannya, papar dia, dengan batas waktu registrasi PPJK yang sudah sangat pendek, diperkirakan banyak PPJK yang akan terkena pemblokiran karena tidak bisa memenuhi batas waktu yang ditetapkan itu.
Budi Wiyono, Direktur Eksekutif Gafeksi, mengungkapkan di DKI Jakarta terdapat 774 PPJK, namun baru 277 perusahaan yang sudah mendapat nomor pokok. Sementara itu, dari 4.000 PPJK di Tanah Air, baru 403 perusahaan di antaranya yang mendapat nomor pokok PPJK.
Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi ketika dikonfirmasi mengenai soal itu mengatakan penolakan atau pemblokiran terhadap perusahaan asuransi dan bank itu biasanya dilakukan karena perusahaan tersebut pernah tidak memenuhi kewajibannya.
"Namun, untuk pastinya coba Anda menghubungi Hanafi Usman [Direktur PPKC]? yang menangani soal customs bond," ujarnya.
Sebaliknya, Direktur Perencanaan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai (PPKC) Hanafi Usman mengatakan bukan Bea Cukai yang menolak menerima customs bond yang diterbitkan oleh enam perusahaan asuransi dan bank itu.
"Justru asuransi itu sendiri yang tidak mau memberikan jaminan terhadap perusahaan PPJK," tandas dia.
Menanggapi hal itu, Masli mengatakan Ditjen Bea dan Cukai harus memberikan penjelasan resmi soal penolakan customs bond tersebut. "Kami akan berusaha mencari tahu apa alasan Bea Cukai menolak customs bond tersebut," katanya.
Beberapa waktu lalu, menanggapi surat Gafeksi yang meminta perpanjangan masa registrasi, Dirjen Bea dan Cukai menyatakan tidak akan menunda masa registrasi PPJK yang berakhir pada 17 Oktober 2007.

Wednesday, October 3, 2007

IKUT DI PROGRAM ”CTP” LAKSANA BERADA DI DUNIA BARU

Di tahun kedua sejak kehadirannya di bisnis freight forwarding, PT FPS Indonesia mulai membenahi kinerja marketingnya dengan meluncurkan program yang diberi nama ”Climb up to the peak (CTP)”. Pada hari Jum’at, 28 September 2007, Tim yang dibentuk dari personel marketing pilihan itu secara resmi dilantik oleh Hendratmoko (Hendi) selaku Direktur PT FPS Indonesia.

Pemberian nama yang diputuskan secara aklamasi pada pagi hari menjelang dilantiknya Tim yang masing-masing pesertanya disebut sebagai ”climber” ini antara lain dilandasi oleh : Pertama, agar terlihat modis tapi memiliki greget yang melukiskan sebuah upaya (effort). Kedua, usaha pencapaian puncak (peak) secara berjenjang memungkinkan individu atau tim melakukan konsolidasi untuk menuju puncak berikutnya. Dan ketiga, penjenjangan yang didasari oleh falsafah hari ini haruslah menjadi hari yang baik, besok menjadi hari yang lebih baik, dan lusa adalah hari yang paling baik.

Program ini lain dari program sebelumnya. Betapa tidak? Dalam program CTP ini terdapat hal-hal baru seperti pemberian nama “climber”, adanya penjenjangan, name tag, game, dan pelantikan.

Hendratmoko (Hendi), Direktur PT FPS Indonesia, dalam sambutan pengarahannya mengatakan, ”Pembentukan Tim Climber dalam Program CTP ini antara lain sebagai upaya mewujudkan peningkatan produktivitas setiap individu di perusahaan apalagi bagi seorang marketing. Seorang customer servicepun dituntut untuk mengkreasikan pola kerjanya sehingga tercipta sebuah bisnis”.

Lebih lanjut beliau mengatakan, ”Pekerjaan marketing sesungguhnya adalah pekerjaan yang menantang, banyak ditawarkan dan di luar negeri justru banyak dicari oleh pencari kerja. Dengan program ini (red: CTP), diharapkan ada pencerahan khususnya bagi peserta program sekaligus diharapkan mampu meraih jenjang yang lebih tinggi.” Ditambahkannya bahwa Tim dalam program ini mengemban tugas khusus (special tasks) yang harus diraihnya.


Meraih Jiwa Climber
Dalam program ini marketing dilukiskan sebagai seorang pendaki gunung. Ada tiga karakter pendaki gunung :

1. Quitter
Seorang Quitter mengkompromikan hidupnya. Ia lebih memilih cara kerja yang mudah-mudah saja, yang tanpa gejolak. Jika dalam usaha meraih tujuan menghadapi kesukaran, ia cenderung lebih mudah terkena depresi, atau frustasi.

2. Camper
Seorang Camper juga mengkompromikan hidupnya, namun dia bekerja keras. Kerja kerasnya itu hanya sebatas yang mampu dia lakukan. Sebenarnya kesuksesan bisa diraih lebih baik lagi, tapi dia cenderung untuk tidak mau mencapainya. Dia sudah cukup puas dengan apa yang sudah diraihnya.

3. Cimber
Tipe orang ini, ia akan terus mendaki sampai puncak tanpa mempertimbangkan lebih jauh keuntungan atau kerugian, ketidakberuntungan dan keberuntungan. Ia juga cenderung tak pernah mempermasalahkan usia, gender, ras, ketidakmampuan fisik atau mental, atau berbagai rintangan lain untuk mencapai puncak kesuksesannya.



Penjenjangan
Program CTP dibagi dalam 4 jenjang yang masing-masing diidentifikasi melalui warnanya yaitu, hijau (green), biru (blue), hitam (black) dan emas (gold). Green climber adalah peserta pemula yang mengikuti program ini.

Untuk green dan blue climber jumlah pencapaian targetnya akan dievaluasi setelah berjalan enam bulan. Bagi green climber yang mencapai target yang ditetapkan secara konsisten akan naik jenjang menjadi blue climber sedangkan untuk blue climber akan naik menjadi black climber. Black climber dan gold climber evaluasinya dilakukan untuk periode satu tahun penuh. Jika berhasil dalam program ini black climber akan naik menjadi gold climber dan bagi gold climber akan memperoleh promosi khusus dari perusahaan.


Pelantikan
Sebelum pelantikan, acara diisi oleh sebuah permainan (game) yang diikuti oleh seluruh peserta program sebagai sebuah tim. Tugas tim ini adalah membuat bangunan atau menara setinggi-tingginya dari sedotan minuman (straw) dengan dibatasi waktunya yang hanya tujuh menit.

Ketiadaan koordinasi pada awal pembuatan menjadikan bangunan yang sudah dibuat bersama sempat dikonstruksi ulang. Ada kira-kira 3 menit waktu terbuang akibat pembuatan ulang bangunan tersebut. Setelah diadakan perubahan seperlunya sekaligus membagi peran kepada para anggota tim maka terciptalah sebuah bangunan baru yang lebih kokoh dari sebelumnya.
















Ketiadaan koordinasi pada awal pembuatan menjadikan bangunan yang sudah dibuat bersama sempat dikonstruksi ulang. Ada kira-kira 3 menit waktu terbuang akibat pembuatan ulang bangunan tersebut. Setelah diadakan perubahan seperlunya sekaligus membagi peran kepada para anggota tim maka terciptalah sebuah bangunan baru yang lebih kokoh dari sebelumnya.




Permainan yang dilakukan merupakan simulasi tentang segala sesuatu yang bakal dihadapi dalam mencapai tujuan program ini. Ada beberapa catatan dari proses pembuatan bangunan itu, yaitu :

- Tidak adanya perencanaan dan pembagian tugas yang jelas menjadikan gambaran bangunan yang akan dibuat menjadi kabur.
- Optimalisasi sumber daya tidak dilakukan sepenuhnya. Akibatnya, di samping kurangnya peran bagi peserta juga masih banyak material yang tidak termanfaatkan.
- Perubahan strategi dengan cepat dilakukan setelah ternyata bangunan yang dibuat pertama tidak memiliki “pondasi” yang kuat apalagi untuk sebuah bangunan yang tinggi.




Selanjutnya, tepat jam 10:30 pelantikan Tim Climber dilakukan dengan memberikan kalungan / identifikasi Climber oleh Hendratmoko (Hendi) dilanjutkan dengan pemberian ucapan selamat oleh undangan dari divisi / unit lain. Undangan dari divisi / unit lain yang hadir itu antara lain, Aep Suparman (GM PT Internusa Hasta Buana), Farid Sudarno (Divisi HR & GA Iska Niaga Darma) dan Hermansyah (Kepala Cabang Cikarang).

Program yang Mencerahkan
Beberapa pendapat dan komentar sekitar program ini dapat disimak pada alinea berikut.

Aep Suparman : ini merupakan strategi dan teknik mencapai pasar yang bagus; realisasi termasuk jika terjadi penyimpangan harus dikontrol dengan baik.

Farid Sudarno : jangan kalah sama Napoleon; Napoleon itu pendek tapi mampu menaklukkan dunia!

Hermansyah : bisa jadi ini adalah Tim yang ditunggu-tunggu; semua harus saling mendukung baik pimpinan maupun peserta.

Reni Siburian (Peserta Program) : dari simulasi yang diperagakan dalam game, peliputan, serta pengalungan identitas Climber kami seolah-olah masuk dalam dunia yang baru, mencerahkan!

Nasser Lisa (Peserta Program) : dari prospek yang jadi sasaran umumnya mereka cukup respek, ada juga yang masih menunggu untuk dipertimbangkan; tapi ada juga yang sudah setuju untuk dikunjungi.


(Jaeroni Setyadhi)

Thursday, September 20, 2007

Gafeksi Bersikap Terbuka Soal Penjamin PPJK

17 September 2007

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) membuka peluang? bagi perusahaan asuransi selain Asuransi Ekspor Indonesia untuk menjadi penjamin risiko pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK).
Ketua Umum Gafeksi Masli Mulia mengatakan Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) dipilih karena rate yang ditawarkan sebesar 1%-1,3% per tahun dinilai Gafeksi merupakan pilihan terbaik.
"Meski begitu, tidak tertu-tup kemungkinan bagi asuransi lain, termasuk Askrindo, untuk menjadi penyelenggara jaminan asuransi PPJK. Silakan bicara dengan ASEI soal pengaturannya dan bagaimana pembagian hasilnya," tandasnya kepada Bisnis, pekan lalu.
Beberapa waktu lalu, telah ditanda tangani nota kesepahaman antara Gafeksi dan ASEI untuk penjaminan PPJK. Gafeksi sendiri saat ini beranggotakan 800 PPJK di DKI Jakarta dan 4.000 pengusaha di seluruh Indonesia.
Sementara itu, papar Masli, pihaknya belum menerima jawaban atas surat penjelasan Gafeksi yang dikirimkan kepada Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi pada 7 September 2007 soal transparansi proses seleksi asuransi jaminan PPJK.
Adapun besaran jaminan yang ditujukan sebagai penjamin guna memulai kegiatan pengurusan jasa kepabeanan bagi PPJK yang telah mendapatkan nomor pokok PPJK bervariasi tergantung dari jumlah kegiatan dan tingkat risiko.
Untuk Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) Tipe A1 dan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, misalnya, sebesar Rp250 juta. KPBC Tipe A2 sebesar Rp150 juta, KPBC Tipe A3 (Rp100 juta), KPBC Tipe A4 (Rp50 juta), dan KPBC lainnya sebesar Rp25 juta.
Bentuk jaminan PPJK berdasarkan Perdirjen Bea dan Cukai No. P-22/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Nomor Pokok dan Pengawasan PPJK dapat berupa uang tunai, jaminan bank, dan atau jaminan dari perusahaan asuransi.
Sikap Asakindo
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan Indonesia (Asakindo) Mulyo Rahardjo menyatakan pihaknya mendukung proses registrasi dan pelaksanaan jaminan PPJK yang digariskan Ditjen Bea dan Cukai.
"Meski PPJK di bawah kami berkisar 90 anggota, namun kami mengedepankan kualitas dan kami membebaskan anggota kami untuk memilih dari tiga pilihan yakni? Bank Syariah Mandiri, Askrindo [Asuransi Kredit Indonesia], dan Asuransi Indo Trisaka," kata Mulyo.
Asakindo juga menyiapkan divisi hukum dan advokasi Asakindo guna menghadapi keluhan dari anggotanya dalam pelaksanaan jaminan dan proses registrasi PPJK tersebut.


Wednesday, August 29, 2007

Uji Coba NSW di Priok Hanya untuk 99 Importir

Rabu, 29/08/2007

JAKARTA: Setelah mencoba bersikap serealistis mungkin atas uji coba pelaksanaan sistem satu jalur kepabeanan di Pelabuhan Tanjung Priok per Desember 2007, pemerintah akhirnya membatasi keterlibatan pengguna jasanya hanya pada 99 importir jalur prioritas.
Pembatasan pengguna jasa dalam uji coba itu sejalan dengan pembatasan keterlibatan agen pemerintahan yang sudah diputuskan sebelumnya, yakni hanya Ditjen Bea dan Cukai, Badan POM, Badan Karantina Perikanan, Badan Karantina Pertanian, dan Departemen Perdagangan.
Demikian disampaikan Sekretaris Tim Persiapan Indonesian National Single Window Edy Putra Irawady dan Wakil Ketua Tim Pelaksana Uji coba INSW Tanjung Priok Susiwijono Mugiharso dalam satu seminar di Jakarta, kemarin.
Di luar pembatasan itu, tim menyiapkan draf peraturan presiden khusus untuk aspek informasi dan transaksi elektronik dalam NSW sebagai antisipasi jika per Desember 2007 pembahasan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik di parlemen belum juga rampung.
Edy Putra yang juga Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan mengakui ketiadaan cyber law akan jadi kendala tersendiri. Apalagi, seluruh negara Asean lain sudah memiliki hukum itu. "Perpres ini alternatif kalau RUU ITE belum disahkan," ujarnya.
Perpres yang bakal menjadi dasar hukum cyber law itu nanti, sambung dia, akan dikhususkan untuk pelaksanaan NSW. "Kita juga meminta bantuan Depkominfo untuk masalah keamanan data. Sebab, target kita pada uji coba Priok itu nanti adalah 100% full IT."
Edy menjelaskan, pada Desember nanti NSW yang akan diterapkan di Tanjung Priok adalah pengembangan awal saja. Pemerintah juga hanya bertindak sebagai penyedia regulasi dan belum memfasilitasinya secara penuh.
Persiapan nasional
Bersamaan dengan itu, tim persiapan NSW akan mempersiapkan sistem NSW yang akan diberlakukan secara nasional. "Maret 2008 kami akan evaluasi uji coba Priok, Maret-April baru persiapan jangka panjang, termasuk penerapan sistem kerja providernya," jelas Edy.
Susiwijono mengatakan dalam uji coba Priok tim akan menggunakan empat strategi. Pertama, dari sisi implementasi IT, teknis sistem menyangkut arahan, fungsi, dan tampilan, yang kesiapannya diyakini bakal 100%.
Kedua, dari sisi entitas, ditetapkan untuk tidak menjangkau semua agen pemerintah, tapi hanya lima agen. Dari sisi pengguna, hanya akan diterapkan pada importir dulu, kemungkinan importir yang terdaftar sebagai importir di jalur prioritas yang jumlahnya baru 99.
Ketiga, dari aspek transaksi kegiatan, ditetapkan hanya melibatkan importir dengan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB). Eksportir, importir PIBT (dengan perusahan jasa titipan) atau BC 2.3 (kawasan berikat) tidak dilibatkan.
Keempat, dari aspek lokasi pemberlakuan, yakni hanya di Tanjung Priok. "Bagaimanapun, uji coba Desember ini betul-betul tahap awal, belum semua pakai portal. Termasuk otomasi izin. Dari Depdag misalnya, ada 38 izin, mungkin kita akan masukkan 35 saja."
Oleh Bastanul Siregar
Bisnis Indonesia

Jalur Hijau Plus Efektif 1 September 2007

Oleh : Bastanul Siregar

Senin, 27/08/2007

JAKARTA (Bisnis Indonesia): Ditjen Bea dan Cukai akan memulai kebijakan jalur hijau plus dan jalur kuning efektif per 1 September 2007.
Direktur Teknis Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai Teguh Indrayana memaparkan saat ini pihaknya tengah menyusun daftar perusahaan yang akan dimasukkan baik ke jalur kuning maupun jalur hijau plus.
"Daftanya tengah kami susun, dan dalam waktu dekat, 1 September 2007 kami akan berlakukan," ujarnya siang ini.
Jalur kuning adalah jalur antara jalur merah dan jalur hijau, bila di jalur merah pemeriksaan dilakukan baik fisik maupun dokumen, di jalur kuning pemeriksaan hanya dilakukan pada dokumen.
Sementara jalur hijau plus adalah jalur antara jalur hijau dan jalur prioritas. Bila di jalur hijau importir tidak bisa menangguhkan pembayaran bea masuk, di jalur hijau plus importir bisa melakukan penangguhan bea masuk.
Teguh optimistis pemberlakukan kebijakan ini akan makin membuat pelayanan importasi bea cukai semakin efisien. Adapun menyangkut daftar perusahaan sesuai jalurnya, perusahaan-perusahaan itu tetap akan ditinjau secara berkala.
"Kami sudah punya kriterianya, jadi mana yang recomended, mana yang belum layak, itu bisa kami ketahui. Mungkin nanti kami akan pakai metode random," tambahnya.(dj)

Thursday, August 16, 2007

KPPU Investigasi Biaya Tinggi di Tanjung Priok

14 Agustus 2007

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Sedikitnya 15 perusahaan akan dimintai keterangan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) karena diduga mengenakan biaya tinggi untuk pelayanan jasa barang dan peti kemas kepada importir serta tidak melaksanakan kesepakatan tarif lini 2 Pelabuhan Tanjung Priok.

Hal itu diungkapkan Ketua Tim KPPU untuk Evaluasi Kebijakan Kesepakatan Tarif Lini 2 Pelabuhan Tanjung Priok, Ahmad Ramadhan Siregar kepada Bisnis, seusai pertemuan KPPU dengan Gafeksi kemarin.

"Kami akan meminta keterangan dari semua pihak, baik forwarder yang tergabung maupun yang tidak tergabung dengan Gafeksi. Kami juga segera meminta keterangan dari importir guna mengetahui ruang efisiensi dari kesepakatan tarif lini 2," katanya.

Dia menuturkan fokus KPPU juga akan ditujukan untuk mengidentifikasi soal reduksi tarif pelayanan jasa barang dan peti kemas di lini 2, seperti yang diungkapkan Gafeksi pada pertemuan dengan KPPU.

"Soal tarif, kami sepakat memang tarif dari kesepakatan itu lebih efisien bagi importir dan kami mendukung. Tapi soal kesepakatan, ini yang terus masih kami telusuri dan konfirmasi terus dilakukan. Kami juga ingin tahu kenapa ada pihak yang tidak bisa menerapkan penurunan harga ini, apa ada masalah di struktur biaya atau apa."

Ketua bidang Angkutan Laut DPW Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) DKI Jakarta Alfansuri mengatakan pada pertemuan itu Gafeksi menyerahkan bukti-bukti terhadap KPPU yang ditujukan agar lembaga tersebut dapat melihat bahwa kesepakatan itu justru ditujukan untuk menurunkan tarif.

"Kami tunjukkan tarif biaya tinggi yang komponennya sangat beragam dan besarannya juga sangat beragam. Bila dibandingkan dengan tarif kesepakatan sangat berbeda," tutur Alfansuri.

Dia mengungkapkan biaya gudang yang diterapkan oleh anggota Gafeksi hanya Rp200.000, namun per Agustus ini ada yang mengenakan tarif Rp2 juta untuk layanan yang sama.

Penurunan biaya
Dia mengatakan pihaknya telah menyampaikan kepada KPPU bahwa kesepakatan tarif itu ditujukan bagi efisiensi ekonomi nasional melalui penurunan biaya. Gafeksi juga mengemukakan bahwa bisnis tarif pelayanan jasa barang dan peti kemas di lini 2 tidak bisa mengikuti mekanisme pasar karena importir tidak memiliki kebebasan memilih konsolidator. Pasalnya, kontainer importir berada di tangan konsolidator.

"Importir akan membayar berapa pun karena barangnya ada di tangan agen konsolidator. Tapi, kesepakatan ini untuk menurunkan biaya, bukan menaikkan."

Selain pelaku usaha yang menerapkan biaya tinggi, KPPU juga mengungkapkan pada Gafeksi bahwa lembaga tersebut segera memanggil importir yang mau membayar di atas harga kesepakatan.

"KPPU akan terjun ke lapangan dan mencari informasi langsung dari importir yang terkena biaya tinggi. KPPU sepakat bahwa tarif dari kesepakatan itu sejalan dengan tujuan KPPU guna efisiensi ekonomi negara dan kami sangat peduli pada biaya tinggi," tandas Ahmad.

Dalam hal ini KPPU melakukan pengawasan terhadap sejumlah kesepakatan tarif di Tanjung Priok guna mengkaji dugaan persaingan usaha tidak sehat.

Sebelumnya, Ketua KPPU M. Iqbal mengungkapkan pemantauan kesepakatan tarif pelayanan jasa barang dan peti kemas di lini 2 Tanjung Priok ditujukan untuk memantau kesepakatan tarif jasa kapal dan bongkar muat di pelabuhan terbesar di Indonesia itu.

Efisiensi Pelabuhan Dorong Daya Saing

14 Agustus 2007

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Kelancaran arus barang di pelabuhan, terutama Tanjung Priok, adalah syarat mutlak untuk meningkatkan daya saing nasional dalam jaringan produksi global.

"Namun target itu akan sia-sia jika tidak dibarengi kesungguhan dalam merealisasikan kelancaran arus barang di pelabuhan," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi dalam dialog terbatas Menata Sistem Arus Barang dan Dokumen di Pelabuhan Tanjung Priok, pekan lalu.

Pelabuhan Tanjung Priok, kata dia, berperan penting dalam meningkatkan daya saing tersebut, kendati tudingan dan sorotan atas lambannya kinerja operator pelabuhan itu masih saja bergulir.
Hal ini, menurut dia, tak lain karena peran Tanjung Priok sebagai pelabuhan terbesar di Indonesia, di mana lebih dari 50% pengapalan ekspor impor melalui pelabuhan tersebut.

Di pelabuhan itu juga terdapat dua operator terminal peti kemas terbesar, yakni PT Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan volume produktivitas per tahun rata-rata 1,6 juta TEUs, dan Termial Petikemas (TPS) Koja mencapai 600.000 TEUs per tahun.

Sayangnya, lanjut Anwar, hingga saat ini Tanjung Priok masih menyimpan segudang persoalan, a.l. tata ruang yang belum terintegrasi dengan kepentingan bisnis kepelabuhanan, akses jalan yang semrawut, infrastruktur dan peralatan yang kurang memadai, serta minimnya pemanfaatan teknologi informasi.

Berbagai persoalan itu diyakini sebagai salah satu penyebab munculnya ketidaklancaran arus barang yang efeknya menimbulkan biaya tinggi di pelabuhan.

Biaya tinggi
Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, kontribusi biaya transportasi dan distribusi barang saat ini mencapai 18% terhadap harga produk manufaktur.

Bahkan, jika dilihat dari harga kebutuhan pokok dan pertanian di pasar, biaya untuk transportasi dan distribusi barang mencapai 38% dari harga tersebut.

"Jelas angka ini terlalu tinggi dan akhirnya konsumen di dalam negeri yang paling terbebani, sementara untuk bersaing di tingkat global, produk kita tak mampu berkompetisi."

Jadi, lanjut Anwar, tidak ada cara lain, kelancaran distribusi menjadi kunci dalam kompetisi perdagangan global, di mana kelancaran penanganan barang di pelabuhan merupakan salah satu bagian terpenting dalam mata rantai tersebut.

Pembiaran terhadap kondisi ini, kata Dirjen Bea Cukai, akan menyebabkan daya saing produk nasional semakin merosot di pasar internasional, selain produk nasional makin digerogoti oleh produk negara lain yang lebih efisien dan berdaya saing tinggi.

Berdasarkan Word Competitiveness Yearbook 2007 yang diterbitkan International Institute for Management Development (IMD), peringkat daya saing produk Indonesia tahun ini berada di urutan ke-54 dari 55 negara yang disurvei lembaga tersebut. Padahal pada 2006, Indonesia masih menempati urutan ke-52 dan urutan ke 50 pada 2005.

Di bidang kepelabuhanan, dalam kajian Bank Dunia yang dirilis pada 2004, tingkat efisiensi pelabuhan di Indonesia berada pada urutan keempat terbawah di dunia, setelah Vietnam, Filipina, dan Peru. (k1)

Wednesday, August 15, 2007

SERIBU MASJID SATU JUMLAHNYA

Emha Ainun Nadjib, 1994

Satu
Masjid itu dua macamnya
Satu ruh, lainnya badan
Satu di atas tanah berdiri
Lainnya bersemayam di hati
Tak boleh hilang salah satunyaa
Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu
Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu
Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu

Dua
Masjid selalu dua macamnya
Satu terbuat dari bata dan logam
Lainnya tak terperi
Karena sejati

Tiga
Masjid batu bata
Berdiri di mana-mana
Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya
Timbul tenggelam antara ada dan tiada
Mungkin di hati kita
Di dalam jiwa, di pusat sukma
Membisikkan nama Allah ta'ala
Kita diajari mengenali-Nya
Di dalam masjid batu bata
Kita melangkah, kemudian bersujud
Perlahan-lahan memasuki masjid sunyi jiwa
Beriktikaf, di jagat tanpa bentuk tanpa warna

Empat
Sangat mahal biaya masjid badan
Padahal temboknya berlumut karena hujan
Adapun masjid ruh kita beli dengan ketakjuban
Tak bisa lapuk karena asma-Nya kita zikirkan
Masjid badan gampang binasa
Matahari mengelupas warnanya
Ketika datang badai, beterbangan gentingnya
Oleh gempa ambruk dindingnya
Masjid ruh mengabadi
Pisau tak sanggup menikamnya
Senapan tak bisa membidiknya
Politik tak mampu memenjarakannya

Lima
Masjid ruh kita bawa ke mana-mana
Ke sekolah, kantor, pasar dan tamasya
Kita bawa naik sepeda, berjejal di bis kota
Tanpa seorang pun sanggup mencopetnya
Sebab tangan pencuri amatlah pendeknya
Sedang masjid ruh di dada adalah cakrawala
Cengkeraman tangan para penguasa betapa kerdilnya
Sebab majid ruh adalah semesta raya
Jika kita berumah di masjid ruh
Tak kuasa para musuh melihat kita
Jika kita terjun memasuki genggaman-Nya
Mereka menembak hanya bayangan kita

Enam
Masjid itu dua macamnya
Masjid badan berdiri kaku
Tak bisa digenggam
Tak mungkin kita bawa masuk kuburan
Adapun justru masjid ruh yang mengangkat kita
Melampaui ujung waktu nun di sana
Terbang melintasi seribu alam seribu semesta
Hinggap di keharibaan cinta-Nya

Tujuh
Masjid itu dua macamnya
Orang yang hanya punya masjid pertama
Segera mati sebelum membusuk dagingnya
Karena kiblatnya hanya batu berhala
Tetapi mereka yang sombong dengan masjid kedua
Berkeliaran sebagai ruh gentayangan
Tidak memiliki tanah pijakan
Sehingga kakinya gagal berjalan
Maka hanya bagi orang yang waspada
Dua masjid menjadi satu jumlahnya
Syariat dan hakikat
Menyatu dalam tarikat ke makrifat

Delapan
Bahkan seribu masjid, sjuta masjid
Niscaya hanya satu belaka jumlahnya
Sebab tujuh samudera gerakan sejarah
Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah
Sesekali kita pertengkarkan soal bid'ah
Atau jumlah rakaat sebuah shalat sunnah
Itu sekedar pertengkaran suami istri
Untuk memperoleh kemesraan kembali
Para pemimpin saling bercuriga
Kelompok satu mengafirkan lainnya
Itu namanya belajar mendewasakan khilafah
Sambil menggali penemuan model imamah

Sembilan
Seribu masjid dibangun
Seribu lainnya didirikan
Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun
Tagihan masa depan kita cicilkan
Seribu orang mendirikan satu masjid badan
Ketika peradaban menyerah kepada kebuntuan
Hadir engkau semua menyodorkan kawruh
Seribu masjid tumbuh dalam sejarah
Bergetar menyatu sejumlah Allah
Digenggamnya dunia tidak dengan kekuasaan
Melainkan dengan hikmah kepemimpinan
Allah itu mustahil kalah
Sebab kehidupan senantiasa lapar nubuwwah
Kepada berjuta Abu Jahl yang menghadang langkah
Muadzin kita selalu mengumandangkan Hayya 'Alal Falah!

Emha Ainun Nadjib, 1994


Friday, August 10, 2007

Pemerintah Diminta Segera Menyusun UU Logistik

7 Agustus 2007

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Sedikitnya 10 asosiasi jasa logistik meminta pemerintah segera menyusun UU Logistik guna mengatur sekaligus meningkatkan daya saing bisnis tersebut yang selama ini belum tersentuh regulasi.
Menurut Syarifuddin, juru bicara 10 asosiasi jasa logistik itu, perwakilan dari ke-10 asosiasi tersebut akan menggelar pertemuan pada 10 Agustus 2007 guna membahas pertumbuhan industri logistik.
Pertumbuhan industri logistik, kata dia, akan semakin pesat dengan maraknya pemain asing dalam industri tersebut, namun di sisi lain belum ada regulasi yang jelas yang mengatur sektor tersebut.
"Pada pertemuan itu, kami akan merumuskan masukan ke pemerintah tentang pihak mana yang sebaiknya menjadi regulator bagi dunia usaha logistik ini. Kami juga akan melakukan penyeragaman definisi. UU Logistik jelas kami butuhkan, detailnya akan kami bahas," katanya kepada Bisnis, kemarin.
Ke-10 asosiasi itu, papar Syarifuddin, adalah Asosiasi Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo), Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi), Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI), Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki).
Selain itu, juga diikuti oleh Organisasi Angkutan Darat (Organda), Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo), Indonesia National Air Carriers Association (Inaca), Indonesia Air Cargo Agents Club (ICAC) , dan Air Cargo Representative Board (ACRB).
Pemahaman sama
Syarifuddin mengatakan pemahaman yang sama atas definisi tersebut terutama pada aspek bisnis logistik dan siapa saja masyarakat logistik itu.
Bila sudah jelas siapa saja masyarakat logistik itu, lanjut dia, maka ke-10 asosiasi itu akan menyusun masukan bagi regulasi di sektor logistik termasuk pihak mana sebaiknya yang menjadi regulator di bisnis tersebut.
"Ujung-ujungnya, kami juga akan membuat kesepakatan untuk memberi masukan soal persaingan usaha dan kaitannya dengan globalisasi, terkait dengan DNI (daftar negatif investasi) pemerintah yang belum menyentuh bisnis logistik," tandasnya.
Dia mengatakan setelah sosialisasi DNI dalam Perpres No.76/2007 dan Perpres No. 77/2007 di Kantor Menko Perekonomian pada 16 Juli 2007, pihak Menko Perekonomian berinisiatif untuk segera mengatur sektor logistik tersebut.
Syarifuddin yang juga Direktur Eksekutif Asperindo mengatakan dirinya dan Ketua Umum Asperindo M. Johari Zein telah dua kali bertemu dengan staf ahli Menko Perekonomian.

Tuesday, August 7, 2007

Audit Berdasar Tema (Audit by Theme)


Pada saat audit surveillance tanggal 1-2 Agustus 2007 yang baru lalu Auditor dari Lloyd Register Quality Assurance (LRQA) telah menyampaikan subjek di atas kepada para peserta rapat audit (opening & closing) baik di Surabaya maupun di Jakarta. Pendekatan baru ini agak berbeda dengan yang selama ini dilakukan di mana “giliran” atas divisi / fungsi atau area audit yang menjadi focus telah lebih dulu ditetapkan pada saat perusahaan secara resmi disertifikasi (certified) atau disetujui / direkomendasi untuk perpanjangan sertifikasinya (certificate renewal) dipandang sudah tidak memadai lagi.

Pada pendekatan yang baru ini assessor (dalam hal ini Lloyd) memberikan kesempatan kepada kita untuk menetapkan dan mengidentifikasi seluas-luasnya risiko bisnis yang dihadapi perusahaan (to manage broader business risks). Sebagai suatu “business assurance” assessor berusaha mencari jalan agar lebih dekat kepada prioritas bisnis bagi klien-nya agar kunjungan audit lebih relevan dengan kebutuhan perusahaan.

Pendekatan yang akan dilakukan ini memungkinkan assessor memiliki waktu dan fleksibilitas dalam menganalisis data yang dihasilkan oleh system di perusahaan, misalnya focus pada sasaran perbaikan atau proses-prosesnya yang merupakan titik kritis dalam bisnis. Assessor diharapkan dapat melakukan identifikasi tentang compliance atau perbaikan (improvement), mengarahkan (driven) system manajemen yang diterapkan yang membantu bisnis perusahaan.

Sistem manajemen yang diaudit tidak dilihat sebagai suatu entitas terpisah semata-mata tapi merupakan keterkaitan-keterkaitan antara :

- kinerja terhadap sasaran-sasaran perbaikan (improvement objectives);
- kinerja terhadap indikator-indikator kunci (key indicators);
- regulasi atau issue lain-lain;
- penanganan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem atau organisasi.

Beberapa keuntungan dengan pendekatan ini :

Relevan
Pelaksanaan audit lebih fokus kepada isue-isue bisnis sesungguhnya terutama adanya compliance atas standar.

Fleksibel
Pendekatan dapat disesuaikan untuk memenuhi kematangan atas sistem.

Sesuai Target
Dengan pentargetan isue-isue atau proses-proses kunci diharapkan assessor dapat memberikan sasaran dan umpan balik independent atas kinerja dan membantu kemungkinan perbaikan (improvement opportunities).

Bertenaga
Assessor akan berusaha mengcover isue-isue yang akan berdampak pada stakeholders dan pelanggan.


Yang Diharapkan dari Kunjungan Audit

Identifikasi Target-target
Bagian pertama dari audit, assessor akan menemui top management team untuk mendiskusikan area penting seperti sasaran-sasaran perbaikan (improvement objectives), persyaratan pelanggan dan regulasi, dan perubahan-perubahan yang terjadi sejak kunjungan audit terakhir. Hasil dari pertemuan ini adalah gambaran sasaran dan tema yang akan ditetapkan untuk kunjungan nanti, atau kesepakatan atas area yang dipilih pada saat audit.

Menetapkan Lokasi Proses yang Relevan
Jika tema telah ditetapkan selanjutnya audit perlu mengidentifikasi proses yang relevan yang memiliki dampak dari penetapan tema atau sasaran, di mana kendali berada dan juga tindakan-tindakan telah diambil. Tindakan lain yang telah direncanakan dan akan dilakukan setelah kunjungan dapat ditandai untuk agenda berikutnya.

Rencana Kunjungan saat Renewal
Biasanya, kunjungan ini meliputi tinjauan performa yang lalu. Dalam pendekatan baru ini ada dua aspek yang dijadikan alatnya. Preview akan dilakukan di samping sesi tinjauan (review) dari yang biasanya yang merupakan alat dalam menetapkan kegiatan audit dengan strategi dan sasaran-sasaran organisasi. Kegiatan ini meliputi diskusi tentang harapan-harapan jangka panjang (long-term expectations) dan bagaimana hal itu berdampak pada sistem manajemen dan para stakeholders. Dan terakhir, penetapan tahap Perencanaan dengan membuat jadual dalam rangka Certificate Renewal. Tema-tema yang muncul dari Review dan Preview ini menjadi bahan pembuatan rencana kunjungan audit, untuk meyakinkan bahwa kegiatan terfokus pada hal-hal yang paling signifikan (matter-most).


Pengukuran Kinerja secara Kuantitatif
Salah satu hasil temuan eksternal audit yang lalu (1-2 Agustus 2007) adalah sebagai berikut :

“It is suggested to determine the analysis of internal audit result in quantitative way in order to take consideration the risk of findings. Analysis based on the number of findings was not automatically conclude better implementation” (Ref.: 0708HWX04)

(Disarankan agar hasil internal audit dianalisis secara kuantitatif agar diperoleh gambaran seberapa besar pengaruh dari suatu temuan. Analisis yang berdasar hanya pada jumlah temuan tidak secara otomatis memberikan kesimpulan penerapan yang baik)

Saran yang disampaikan dalam satu temuan tersebut di atas dimungkinkan untuk diberlakukan terhadap pengukuran seluruh kinerja di setiap proses / fungsi di samping yang sudah diterapkan sekarang ini. Pemakaian kata “risk of findings” memberikan pengertian bahwa “bobot” dari suatu temuan akan berbeda di lihat dari resiko atau dampak yang bakal dipengaruhinya baik yang potensial maupun yang telah terjadi. Oleh karenanya, kuantifikasi pengukuran yang disertai dengan pembobotan diharapkan akan memberikan gambaran obyektif terhadap suatu masalah.

Tema yang Akan Datang : Produktivitas
Dalam memberikan tanggapan atas hasil audit dalam closing meeting tempo hari Pak Iskandar Zulkarnain memberikan penekanan bahwa hasil dari audit surveillance yang dilakukan hendaknya dapat mendorong peningkatan produktivitas terutama peningkatan realisasi atas achievement-achievement dari sasaran / target yang telah ditetapkan. Jika peningkatan (improvement) yang terukur bisa ditunjukkan maka boleh dibilang penerapan standar ISO 9001:2000 telah mencapai sasaran yang diharapkan.

Terkait dengan pendekatan tema yang akan diterapkan dalam surveillance mendatang maka usulan pemilihan tema ”poduktivitas” masih sangat relevan saat ini. Kemudian agar term ini mengena pada sasaran perlu batasan tertentu atau kalau memungkinkan dibuatkan suatu tahapan tertentu yang meliputi jangka waktu ”surveillance visit panning” assessor sejak certified hingga renewal yang lamanya 3 tahun.

Have a nice day!

Best Regards,
Jaerony Setyadhi

Monday, August 6, 2007

4000 PPJK, 50 TPS Will Bankrupt

Jakarta - Ocean Week : It is so ironic that in the spirit of building up small and medium scale business (UKM) as initiated by President Susilo Bambang Yudhoyono, Finance Minister Sri Mulyani issued two regulations (Permenkeu) No. 65/PMK.04/2007 and No. 70/PMK.04/2007. De facto, the two regulations are absolutely threatening the survival of customs clearance provider (PPJK) and temporary freight station (TPS) of Lane II at port, the two business classified as UKM.

In discussing with Ocean Week, some related stakeholders including Chairman of Jakarta Indonesian National Forwarders' Association (INFA) Syukri Siregar, East Kalimantan INFA Chairman Eduardus Yamin, East Java INFA Chairman Poernomo Soedewo, North Sumatera INFA Secretary Khairul Mahali, and Chairman of Aptesindo (TPS Association) Suryantono, all affirmed that two regulations would absolutely bring the two business into bankruptcy.

As many as 4000 PPJK and 50 TPS throughout the country would stop operation, and thousands of workers would be fired. In Jakarta, Syukri Siregar said, as many as 800 PPJK would stop operation, while in East Java, according to Soedewo, as many as 300 PPJK would soon be affected by the regulation.

Surabaya and Jakarta are now the top-two in number of PPJK as the top-two ports are located within the cities. However, these regulations will affect all customs clearance service providers nationwide, including in Kalimantan. "No PPJK in East Kalimantan able to store IDR250m as guaranty," Yamin said.

Meanwhile, as many as 50 TPS have stopped operation since early July as they have not got over brengen (OB) order from container terminals anymore. "The minister regulation does not allow OB service at Lane II," said Suryantono.

In responding such regulations, many related stakeholders have prompted protest. INFA for example, would send notice to finance minister to ask the government to reevaluate the policies. "We are preparing letter to finance minister on asking to reevaluate those regulations," said Masli Mulia, INFA Chairman.

The regulation 70/PMK.04/2007, according to PPJK, has absolutely brought them into bankruptcy. How does this regulation affect business? According to PPJK provider, the Article 8 Chapter IV of the regulation on PPJK requirement and Customs General-Director Regulation No. P-22/BC/2007 on Manual Implementation in PPJK Registration have made them unable to survive. In obtaining the register number, according to regulation, a PPJK should prepare amount of money as guaranty with numbers according to their types. A Type A1 PPJK should collect IDR250m, while IDR150m of A2, IDR100m of A3, IDR50m of A4, and IDR25m of other types.

The new regulation has totally changed the previous mechanism. In previous practice, a PPJK paid only IDR750,000 to INFA as guaranty board, and only IDR25m to customs office as guaranty. "We will be blocked for registration if we unable to pay it," Gagan Kartika, Director of PT Kumaitu Cargo, said, adding that PPJK remained a UKM. "Our daily income from document handling is so small. Some get no more than IDR100,000 per day. How can we pay for such guarany?" he said.

Hence, PPJK providers want a lower guaranty. "We don't mind with the guaranty, but it should based on the PPJK capability," said Sugiyanto, Director of PT Ladur Utama Mandiri. According Sugiyanto, IDR50m might be preferable for A1 while IDR25m for other types. "So, we absolutely refuse these regulations," he said.

Gagan and Sugiyanto question the reason of Customs on such high guaranty to PPJK, while importers are not affected by the regulation though they are in high risk from tax and import duty. "PPJK only handles document, a transaction of IDR50,000 only," Gagan said.

Meanwhile, INFA Vice Chairman Iskandar Zulkarnain said that such guaranty rate was too high. Hence, INFA would continue to urge the government to reevaluate the policy. "Guaranty of IDR25m to 250m is too much for PPJK," he said.

Syukri Siregar also sees that such regulation is contradictive with Presidential Decree Inpres 6/2007 on Accelerating Infrastructure and Real Sector and UKM Development. "PPJK is UKM with capital of teens million only. So, they are absolutely unable to pay such guaranty," he said.

Echoing the view, Soedewo said that the regulation is contradictive with the Law No. 10/1995 that has been revised in 2007. The law underlines four guaranties : cash money, bank note, customs bond, and other guaranty. "But the new minister regulation cuts the other guaranty. This is so funny that the minister regulation is not in line with the law," said Soedewo.

58 TPS Bankrupt
As many as 58 TPS (temporary freight station) are going to bankrupt following the issuance of finance minister regulation (Permenkeu) No. 70/PMK.04/2007 on custom area and TPS as they (TPS) do not get Over Brengen (OB) order. "TPS at Lane II can not operate any longer due to the regulation," said Suryantono.

The regulation only allows OB order at Lane I, resulting a bankruptcy of 85 TPS now operating at Lane II.

In addition to their loss, stoppage of TPS operation at Lane II has also caused stagnancy at JICT and TPK Koja as the two terminals have limited areas for container storage. As a result, YOR (Yard Occupancy Ration) of Tanjung Priok's container terminals have reached 90%.

In responding such protest, Head of Customs Office Area VII Agung Kuswandono said that the two minister regulations are meant to rearrange the internal aspects of customs service.

He also said that such guaranty was meant to prevent any illegal brokerage practice in customs service. "Recently, there usually hand uncompleted documents, while they want for a fast service."

Kuswandono added that such guaranty is meant to make the providers to seriously establish a PPJK busines as PPJK are representative of importers. "In addition, the regulations are meant to prevent any under-invoicing practices," he said. [talu/ow].

Ocean Week, No. 134/VI, July 2007