Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Wednesday, March 25, 2015

PERAYAAN ULANG TAHUN, REFLEKSI SEBUAH PERJALANAN

Pada setiap perayaan ulang tahun, kita selalu mencoba melakukan perenungan (contemplation) sekaligus penyadaran (awareness) bahwa adanya saat ini karena adanya masa lalu, adanya keberhasilan (sekecil apapun itu) karena adanya perjuangan yang mendahuluinya. Refleksi dari kedua hal tersebut mewujud dalam bentuk rasa syukur sekaligus evaluasi dan mawas diri apakah kita sudah berhasil dalam arti yang sesungguhnya :  perwujudan “rasa berhasil” baik secara individu orang-perorang, menyeluruh, dan kolektif. Jika ya, keberhasilan itu mendekati arti yang sesungguhnya, tapi jika tidak maka perlu kearifan untuk menterjemahkannya. Tentu saja hal itu harus dikontekskan pula dengan dinamika yang ada.


Dalam konteks evaluasi keberhasilan, pembandingan adalah hal yang biasanya kita lakukan semisal membandingkan dua gedung di atas. Gambar kiri adalah Gedung Internusa yang diambil pada tahun 2005, beralamat di Jl. RE Martadinata No. 12PQ, Ancol, Jakarta Utara. Sedangkan yang sebelah kanan adalah Gedung Graha Iska 165 saat ini. Saya yakin bahwa sebagian besar dari kita tidak tahu bahkan mungkin tidak pernah menginjakkan kakinya di gedung Ancol sana. Meskipun sekarang bukan lagi milik Internusa, tapi itulah rekaman sejarah Internusa sampai dengan saat ini.

Saat di kantor Ancol dulu, hanya ada dua business unit di sana :  PT Internusa Intan Segara dan PT Internusa Hasta Buana. PT Internusa Intan Segara yang dulu fokus bisnisnya lebih kepada NVOCC dan shpping agency (bandingkan dengan PT Intan Segara sekarang yang juga bergerak di freight forwarder). Sedangkan PT Internusa Hasta Buana (Internusa) meliputi seluruh bisnis freight forwarder secara utuh di luar shipping agency. Baru pada tahun 2006 dipecahlah unit sea freight-nya menjadi PT FPS Indonesia mengikuti tuntutan FPS Group Network yang berlaku global dengan mengusung brand FPS atau Famous Pacific Shipping. Pemecahan unit bisnis ini adalah langkah awal dari hasil evaluasi dan perencanaan jangka panjang oleh manajemen yang puncaknya dipresentasikan di Ambarawa 2005.

Di Gedung Graha Iska 165 saat ini berkumpul lebih dari 10 business unit dan beberapa yayasan termasuk beberapa yang tergolong baru. Romantisme dari hanya beberapa hingga belasan karyawan saat di kantor Ancol serasa menyeruak saat perayaan ulang tahun Internusa ke-24 ini. Kini, selain kita berada di “keluarga” masing-masing dengan mungkin hanya beberapa atau belasan karyawan, kita juga punya keluarga besar bernama Iska Niaga Darma Group.

Value Awareness
Tentunya, saat perayaan ulang tahun semacam ini ada pesan yang ingin disampaikan kepada keluarga besar Iska Niaga Darma yang berupa nilai (values). Termasuk ke dalam nilai ini adalah keuletan, kesungguhan, konsistensi, kerja keras dan do’a. Nilai-nilai ini barangkali yang membedakan antara group perusahaan di bawah Iska Niaga Darma dengan perusahaan di luar.


Lebih jauh, fakta yang ada telah membuktikan bahwa dengan keyakinan atas nilai-nilai tersebut pembagian resiko (risk share/split) telah mewujud dalam bentuk pemecahan unit-unit usaha, diversifikasi usaha serta bertambahnya karyawan. Internusa dipecah menjadi FPS Indonesia dan Interlogistics, FPS Indonesia membentuk FPS Movers, dan seterusnya.

Contoh lain adalah pemecahan segmentasi oleh unit bisnis sertifikasi yang tindakan riilnya adalah pendirian unit usaha baru yang dilakukan oleh WQA. Awalnya, hanya WQA saja yang berdiri pada tahun 2004, menyusul kemudian NQA pada 2009 yang antara lain ditunjukkan untuk meredam kompetisi sengit yang terjadi di pasar bisnis sertifikasi itu.


Business Continuity dan Business Sustainability
Pemecahan unit-unit dan juga diversivikasi usaha antara lain ditujukan agar secara group bisnis berjalan sustained (berkesinambungan). Namun demikian, dalam prakteknya hal ini tidak selalu berjalan mulus. Contohnya antara lain adalah bahwa di lingkungan Iska pernah berdiri PBM (perusahaan bongkar muat) yang sekarang sudah tidak aktif lagi. PBM itu bernama PT Internusa Mitra Sedaya, beroperasi di sekitar tahun 2008 - 2010. Sementara itu unit dan bisnis usaha yang lainnya masih mencoba untuk survive dan benar-benar existed.

Selain melakukan renungan perjalanan, perayaan ulang tahun di tahun ini juga dibarengi dengan suasana berkumpul bersama terutama dengan kedatangan Team WQA yang untuk sementara berkantor di lantai 5 Graha Iska imbas dari kebakaran yang terjadi pada 9 Maret 2015 yang menimpa Wisma Kosgoro tempat WQA berkantor. Rasa syukur disertai takbir, tahmid dan tasbih terus diulang karena adanya “mukjizat” yang dialami Team WQA.

“Berkat rakhmat dan izin Allah semata, kantor WQA di Wisma Kosgoro lantai 18 terbebas dari amukan api yang berlangsung lebih dari 12 jam. Ini sungguh suatu “mukjizat”. Allahu Akbar!”, ucap Pak Iskandar setengah berteriak saat memberikan sambutan di acara perayaan ulang tahun siang itu.

WQA yang mensertifikasi institusi publik dengan Sistem Manajemen Kelangsungan Bisnis (Business Continuity Management Systems, ISO 22301) merasakan sendiri betapa bencana yang menimpa tidak harus menjadikan bisnis juga berhenti. Selang sehari setelah kejadian, tim sudah berkantor normal di lantai 5 Graha Iska. Inisiatif dari tim juga tergolong luar biasa dengan menyelamatkan server yang berisi data dan clients property pada saat kebakaran mulai menghanguskan gedung. Meski barangkali termasuk “kebetulan”, pengelolaan operasional perusahaan yang kembali normal dalam hitungan 1-2 hari termasuk yang patut disyukuri dan dapat diambil hikmah di dalamnya.

Business continuity (keberlangsungan bisnis) dan business sustainability (kesinambungan bisnis) keduanya merupakan bagian dari lingkup manajemen resiko yang jika tidak terkelola dapat memberikan dampak merugikan termasuk yang mungkin bisa dialami oleh para pelanggannya sebagai imbas.



Pengenalan Unit Bisnis Baru
Saat memberikan sambutan, unit-unit bisnis baru beserta timnya diperkenalkan di hadapan karyawan dan undangan. Unit-unit bisnis itu adalah :
-  PT Pandi Protection Marine, bergerak di bidang asuransi kapal (hull marine)
-  PT Atria Technology Indonesia, bergerak di bidang teknologi informasi berbasis “cloud”.
-  Amanah Mikro Muamalat Indonesia, bergerak di bidang pengelolaan dana ZIS.

Di tengah acara juga dilangsungkan penandatanganan akta pendirian PT Sarana Harapan Mulia, unit bisnis baru yang nantinya bergerak di bidang pembangunan perumahan.

Aktivitas Ulang Tahun
Aktivitas dalam rangkaian peringatan ulang tahun Internusa sebagaimana tahun-tahun yang lalu juga diramaikan dengan beberapa pertandingan dan perlombaan, yaitu bilyar, catur, tenis meja, futsal dan karaoke. Pertandingan/perlombaan akan berlangsung mulai dari jam 16.00 atau selepas jam kerja kantor sampai selesai dan diperkirakan memakan waktu sekitar satu minggu ke depan.

Selain untuk tujuan kebersamaan, panitia biasanya menyediakan hadiah bagi peserta yang meraih juara 1, 2 dan 3 yang diumumkan pada kesempatan acara yang akan diadakan kemudian.


Dirgahayu Internusa,
Selamat Ulang Tahun / Milad yang ke-24!



(Jaeroni Setyadhi)

MENGURANGI RESIKO PENGIRIMAN UDARA

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pengiriman cargo lewat udara (airfreight) lebih beresiko ketimbang via laut (seafreight). Resiko dimaksud pada umumnya adalah terkait dengan masalah tagihan yang tidak saja menunggak lama (long overdue) tapi juga tagihan yang bahkan tidak dibayar/diundur pembayarannya oleh shipper lantaran berbagai sebab. Meskipun hal ini kelihatannya “jamak” di dunia freight forwarder, tapi nyatanya hal ini sangat mengganggu “cash flow” di sisi keuangan. Kejamakan yang dimaksudkan dalam bisnis freight forwarder adalah bahwa ciri khas sebuah freight forwarder adalah memberikan fasilitas tempo pembayaran (credit term). Padahal, setiap pengiriman udara pembayaran kepada penerbangan haruslah tunai (cash against documents).

Identifikasi Resiko
Dari sisi teknis pelaksanaan pengiriman terdapat beberapa pihak yang terkait dalam suatu “rantai” yang memungkinkan suatu resiko bisa dialihkan. Selain maskapai penerbangan (airline), terdapat cargo agent yang biasanya adalah freight forwarder serta “sub-agent” yang biasanya juga sebuah freight forwarder. Agent dan sub-agent ini, yang adalah forwarder, biasanya memberikan fasilitas tempo pembayaran dengan harga sedikit di atas dibanding ke penerbangan langsung.

Di sisi pengirim barang, selain pengirim sesungguhnya (ultimate shipper) terdapat juga forwarder lain yang mengirim lewat kita. Mengapa sesama forwarder kok saling meng-coload? Di sinilah, langkah pengidentifikasian resiko itu berlangsung. Wujudnya adalah bahwa si shipper mencari coloader yang memiliki overseas network agent yang baik yang memungkinkan kendali tetap di tangan, semacam meng-hold cargo sampai pembayaran lunas oleh shipper dan sebagainya.

Secara umum, kenapa pengiriman udara beresiko, antara lain adalah karena hal-hal berikut :
a.      waktu tempuh pengiriman udara relative cepat (dalam hitungan jam biasanya).
b.     pembayaran ke vendor sesuai praktek adalah cash, sedangkan tagihan ke shipper biasanya tempo.
c.      release barang di tujuan, sesuai sifat modanya, adalah cepat.
d.     dokumentasi pengiriman memungkinkan barang dirilis tanpa perlu original dokumen.
e.  dengan waktu tempuh yang cepat pemenuhan persyaratan (requirement) baik terhadap barang (packing dsb.) maupun regulasi (perijinan dsb.) harus terpenuhi dan akurat sebelum barang berangkat.

Knowing Your Customer
Dalam rangka berjaga-jaga terhadap resiko buruk atas pengiriman barang penyampaian “pepeling” tersebut selalu saja actual. Teringat pemberitaan media tentang “pemenang tender UPS Pemda DKI” ternyata adalah sebuah gudang atau tempat service kulkas dan sebagainya, mestinya dapat dijadikan pelajaran dan analogi bahwa kitapun suatu saat dapat “dikadali” manakala kita menerima order. Berkunjung adalah cara yang paling pas untuk tidak saja berkenalan langsung dengan shipper tapi juga mengobservasi apakah calon customer ini pantas untuk dilayani. Dalam pemahaman perbankan malah ada istilah 5C (singkatan dari character, capacity, collateral, capital dan condition), sebagai sebuah prasyarat sebelum kredit diberikan.

Straight Document, ciri Dokumentasi Airfreight
Menahan (hold) dokumen biasanya cara ampuh agar permasalahan dengan shipper, semisal pembayaran, dapat terselesaikan. Tapi apakah mungkin dengan karakter pengiriman sebagaimana disebutkan di atas? Di atas sekilas dijelaskan bahwa selain ke penerbangan langsung, kita juga bisa bermitra dengan co-loader yang memiliki overseas network yang bagus. Dan, jangan lupa syarat yang kedua adalah bahwa mereka menerbitkan House Air Waybill (HAWB) yang nanti dipakai sebagai “filter” manakala kita harus menginstruksikan untuk meng-hold cargo.

Catatan :  meng-hold cargo ini sebenarnya tindakan tidak fair karena jika di HAWB tertulis “freight prepaid”, maka asumsinya adalah bahwa freight sudah dibayar lunas. Cara lain yang memungkinkan untuk dicantumkan dalam HAWB adalah “freight prepaid as arranged”, meskipun ini menyiratkan sesuatu yang ambigu.

Pemahaman tentang “straight documents” adalah kebalikan dari “to order documents”. Pada straight documents, penerima barang di tujuan adalah yang nyata-nyata tertulis di kolom consignee dalam Airwaybill. Sebaliknya, pada “to order documents”, siapapun yang “memiliki order” atau “berkepentingan atas order” bisa melakukan kewenangannya atas barang dan/atau dokumen.

Lantas apa kaitannya dengan pengurangan resiko atas pengiriman?

Direct Master Air Waybill
Berikut dicontohkan Air Waybill yang diterbitkan oleh airline (Eva Air) atas pengiriman suku cadang pesawat dari PT Worthmore Estelia Int’l, Jakarta ke penerima Unical Aviation, California yang dilaksanakan oleh kita (Internusa, 28 Maret 2014). AWB diterbitkan langsung penerbangan, dan oleh karenanya biasa disebut “direct master AWB”.


Pengiriman yang dicover dengan AWB di atas akan otomatis direlease langsung kepada penerima (consignee) yang tertulis di sana tanpa harus menunjukkan yang asli (original documents). Barang bisa direlease tanpa original documents, tanpa kompromi!

House Air Waybill (HAWB)
Coba bandingkan dengan coverage pengiriman yang menggunakan HAWB di bawah ini!

Pada saat pesawat berangkat, maka HAWB diterbitkan untuk shipper yang nantinya dikirim ke penerima (consignee) di tujuan untuk release barang. Pada saat yang sama, kita menerima MAWB dari penerbangan yang nantinya bersamaan dengan HAWB dikirim ke Agent di tujuan untuk keperluan dekonsolidasi (unstuffing) dan release barang. Dengan MAWB di tangan, maka kita “berkuasa” atas barang, atau dengan kata lain transfer tanggung jawab/kepemilikan barang “masih” ada pada kita.

Saat ada masalah, kita tinggal menginstruksikan Agent di tujuan untuk meng-hold barang sebagaimana disebut di atas.


Jadi, dari sisi dokumentasi ada 2 cara agar kita tetap pada posisi mengendalikan pengiriman sehingga resiko dapat dikurangi yaitu :
1.  Menerbitkan HAWB, dengan catatan kita punya Agent untuk destinasi yang dituju, dan
2.  Melakukan co-load dengan forwarder yang overseas agent-nya bagus, dan mintakan HAWB kepadanya.

Dalam kaitan inilah, apa yang diistilahkan bahwa kita bertindak sebagai “Principal” atas shipment tersebut, dan penerbitan HAWB (seperti halnya penerbitan HB/L) inilah yang merupakan ciri khas freight forwarder jika dibandingkan dengan Carrier (penerbangan atau pelayaran). Ada ruang antara dokumen HAWB/HBL dengan MAWB/MBL di mana bisnis freight forwarding ini senantiasa dibutuhkan oleh dunia usaha di dalamnya.

Manajemen Resiko
Mengacu pada kebijakan kepabeanan belasan tahun yang lalu yang sudah menerapkan manajemen resiko dengan cara menerapkan kebijakan penjaluran (terdiri dari jalur MITA-pri, MITA-nonpri, merah, kuning dan hijau), kita semestinya juga sudah mulai mengadopsi manajemen resiko ini. Sejalan dengan seabreg permasalahan, resiko yang dihadapi sebuah freight forwarder tidak kalah banyaknya. Mulai dari SDM, operasional, kompetisi, business fraud, dan seabreg hal lainnya. Mengelola resiko sama saja dengan berjaga-jaga agar kejadian buruk tidak menimpa atau setidak-tidaknya dapat diminimalisir sehingga ada pada tingkat yang di dalamnya telah ada “upaya” untuk mencegahnya.

Berkaitan dengan manajemen resiko ini, ISO (organisasi standarisasi internasional) pada tahun ini menerbitkan Standar ISO 9001 versi tahun 2015 (ISO 9001:2015) yang memasukkan pengidentifikasian aspek resiko yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang disertifikasi standar ini. Sebuah informasi yang bukanlah suatu kebetulan bahwa resiko-resiko yang ada harus diidentifikasi, disadari, dikelola, dan dihitung untung ruginya. Apalagi FIATA (federasi forwarder dunia) dan ALFI (asosiasi logistic forwarder indonesia) juga telah lama merekomendasikan agar setiap membernya disertifikasi ISO 9001 ini.

Semoga dapat dijadikan wawasan dan bahan pembelajaran sekaligus sebagai bahan koreksi dan tindakan pencegahan dari beberapa kasus yang secara riil kita hadapi yang diharapkan di kemudian hari tidak lagi terjadi.



Jakarta, 11 Maret 2015
Jaeroni Setyadhi

Tuesday, March 3, 2015

MEA : Kerjasama Dalam Persaingan

(Seminar Nasional Peluang dan Tantangan Indonesia dalam MEA, 30 Januari 2015 di Jakarta)


Jakarta. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai berlaku 31 Desember 2015, artinya efektif berlaku sejak tahun 2016. Sekarang ini, kita tengah melakukan persiapan yang akan dilakukan pada akhir tahun ini atau awal tahun depan. MEA itu sebenarnya suatu komunitas yang ingin bekerjasama dengan dasar awal perdagangan bebas. “Apa yang bebas? Yang bebas itu flow barang, orang dan jasa sehingga tidak ada halangan atau borderless,” ucap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla pada pembukaan Seminar Nasional Peluang dan Tantangan Indonesia dalam MEA di Hotel Borobudur, Jumat 30 Januari 2015.

Lebih jauh Wapres menjelaskan jika melihat dari sisi perdagangan, MEA adalah cooperative in competition atau kerjasama dalam persaingan. Itu prinsip berjalan di ASEAN tahun depan. “Karena tidak mungkin kita tidak bekerjasama, tetapi juga harus bersaing,” ucap Wapres.

Walaupun sebenarnya, kerjasama di antara negara-negara ASEAN bukanlah sesuatu yang baru, karena telah banyak kerjasama bilateral antar negara, seperti antara Indonesia dan Thailand. “Mobil yang dirakit di Indonesia dan Thailand menjadi mobil bersama dan bebas bea masuk dalam hal indsutri. Jadi itu kerjasama bilateral,” ujar Wapres.

Dengan dimulainya era MEA maka setiap persaingan yang berdasarkan kerjasama adalah complementary atau saling melengkapi. Sementara dasar pesaingan adalah bersaing yang lebih baik, mudah dan cepat. Hal seperti ini berlaku pada semua bidang, baik industri, sumber daya manusia dan jasa.

Latar Belakang


Di awal sambutannya, Wapres menjelaskan bahwa jika kita berbicara MEA maka kita harus melihat latar belakang bagaimana sebuah kerjasama di suatu kawasan terbentuk. Setelah Perang Dunia (PD) II, terjadi sebuah perubahan yang lebih dikenal dengan sebutan perang dingin. “Tidak perang tapi berseteru,” ucap Wapres.

Saat itu, timbul dua blok, yakni blok timur dan blok barat, yang melahirkan North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang beranggotakan negara-negara Eropa barat dan Amerika Serikat serta Pakta Warsawa sebagai sebuah aliansi militer negara-negara Blok Timur di Eropa Timur. “Jadi pakta itu berdasarkan pakta ideologis dan pakta keamanan, selalu masih ada kemungkinan perang,” kata Wapres.

Di antara waktu itu, kata Wapres, kita menghargai Bung karno karena mendirikan Gerakan Non Blok (GNB) bersama pemimpin negara lain, seperti Perdana Menteri (PM) India Jawaharlal Nehru dan Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser. GNB adalah suatu organisasi internasional yang beranggotakan 100 negara yang bukan negara pengikut blok timur dan juga bukan blok barat, bukan pula anggota NATO atau Pakta Warsawa, bukan komunis dan bukan juga kapitalis.

Usai perang dingin pada tahun 1970-an, timbul ideologi neoliberalism, yang intinya adalah perdagangan yang bebas, yang disebabkan oleh teknologi yang semakin berkembang di awal tahun 1970-an. Kemudian, perdagangan yang baik itu menyebabkan kemajuan di bidang industry dan bidang ekonomi lainnya. Ideologi inilah yang mendorong kerjasama antar negara menjadi kerjasama regional, seperti lahirnya North America Free Trade Area, Union of South American Nations, ASEAN, dan ada pula kerjasama antara negara di kawasan Asia Selatan, serta negara-negara di kawasan Afrika Utara. “Intinya adalah kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan yang lebih dekat karena memberikan efisiensi kepada masing-masing ekonomi negara,” ucap Wapres.

Kerjasama ini terus berkembang, walau masih terbatas dalam hubungan komunitas. Dimulai dari berlakukannya perjalanan lintas negara tanpa visa dan bea cukai nol, tujuannya adalah agar menjadi suatu perdagangan yang lancar. “Tahun berikutnya di Eropa, pertengahan tahun 1990-an, mulailah setelah direncanakan hampir 15 tahun, mulailah muncul mata uang tunggal dan European Community menjadi European Union,” kata Wapres.

Saat itu, Eropa menjadi satu ekonomi, satu mata uang dan satu sistem ekonomi. Tetapi, apakah pengalaman mereka sepenuhnya menuai keberhasilan atau tidak, kita harus melihat apa yang terjadi pada periode itu.

Sementara itu, pada tahun 1992 di ASEAN ditandatangani kesepakatan menuju ASEAN Community. Kesepakatan ini dipersiapkan setelah di ASEAN dilakukan kerjasama yang longgar di berbagai bidang, baik ekonomi, budaya, perhubungan, perdagangan, kesehatan. “Tujuannya menjamin kerjsama itu sehingga menimbulkan pula kedamaian di wilayah ASEAN, sehingga timbullah kekuatan-kekuatan,” kata Wapres.

Pergerakan Manusia dan Investasi


Tahun 2015 adalah tahun yang disepakati pada tahun 1992 dimulainya ASEAN Community, yang sebenarnya memiliki cita2 menjadi semacam European Union (Uni Eropa). “Apakah satu sistem? Tentu tidaklah mudah kita jalankan seperti itu. Setelah belajar dari pengalaman Eropa tidaklah mungkin,karena Uni Eropa tidaklah mudah,” ujar Wapres.

Melihat perkembangan yang terjadi di dataran Eropa, suatu sistem keuangan atau satu sistem teknis bukan hal yang mudah, karena seringkali terjadi tarik-mernarik. “Karena akibat krisis di yunani, Portugal, Italia, Spanyol mendorong mata uang Euro melemah, sehingga akibatnya seluruh Eropa terkena dampak krisis,” kata Wapres.

Maka dua negara yang memilih bertahan untuk tidak menggunakan mata uang Euro, yakni Inggris yang tetap bertahan dengan mata uang Poundsterling dan Denmark dengan mata uang Daish Krone, berkesimpulan bahwa Euro tidak tepat untuk mempersatukan ekonomi Eropa. “Sehingga banyak masalah-masalah yang timbul,” ucap Wapres.

Banyak yang khawatir jika MEA mulai berjalan maka akan terjadi pergerakan orang besar-besaran ke Indonesia. Dalam hal ini, Wapres memiliki pendapat yang berbeda. Dalam sejarahnya, kata Wapres, di Eropa setelah terbentuknya European Community, pergerakan orang yang terjadi dari Polandia, Ceko, Hongaria dan Yunani ke negara-negara maju seperti Perancis dan Inggris. Tetapi, sebaliknya para pengusaha dari negara maju, seperti Jerman dan Perancis dengan mudahnya berinvestasi di Hongaria, Ceko, Yunani, dan negara lainnya. “Artinya dalam perdagangan, pergerakan orang untuk bekerja selalu bergerak dari pendapatan rendah ke pendapatan tinggi.  Tidak ada pergerakan dari tinggi ke rendah,” ucap Wapres.

Melihat kondisi seperti itu di Eropa, maka di ASEAN akan banyak tenaga kerja Indonesia, baik yang trampil dan tidak trampil mencari tempat yang lebih tinggi pendapatannya, seperti bekerja di Singapura dan Malaysia. “Tidak mau dokter dari Singapura yang bertarif Rp. 3-4 juta bekerja di Indoensia, sementara dokter di kita tarifnya hanya Rp. 300-400 ribu,” kata Wapres.

Wapres memperkirakan tenaga kerja Indonesia akan banyak bekerja hanya di dua negara itu, Singapura dan Malaysia. “Karena hanya dua negara itu yang bisa dimengerti bahasanya oleh kita,” ujar Wapres.

Bagi Wapres, Filipina memiliki kondisi ekonomi yang tidak jauh berbeda dengan Indonesia sehingga tidak akan terjadi pergerakan dari Indonesia ke Filipina dan sebaliknya. “Tidak ada orang Indonesia yang kerja di Kamboja, Vietnam, Thailand,” ucap Wapres.

Jadi, ucap Wapres, tidak perlu takut akan terjadi pergerakan orang dari ASEAN ke Indonesia, justru akan banyak pergerakan dari Indonesia ke negara-negara ASEAN. “Di Malaysia, mungkin jumlah tenaga kerja Indonesia maenjadi 2 juta, karena tidak perlu visa dan ada kemudahan lainnya,” kata Wapres.

Di Indonesia sendiri, dijelaskan Wapres, Menteri Tenaga Kerja tengah membuat aturan menyambut MEA, seperti semua tenaga kerja harus bisa berbicara bahasa Indonesia.

Wapres mengingatkan jika kita ingin memperbaiki neraca perdagangan di ASEAN, yang kita butuhkan adalah produktivitas. Produktivitas tentu dasarnya teknologi, orang (sumber daya manusia, kemudian infrastruktur. Oleh karena itulah konsep indsutri harus diimbangi dengan konsep dasar penopang industri. “Kita membutuhkan teknologi dan inftrastruktur,” kata Wapres.

Dengan diberlakukannya MEA, makla di antara negara-negara ASEAN akan saling melengkapi dan juga saling bersaing. Kerjasama yang dijalankan dan dapat menjadi contoh adalah industry mobil. “Apapun, salah satu prinsip efisiensi adalah produksi dalam volume besar. Misalnya, besi dari Indonesia, body di Thailand  dan menghasilkan volume besar. Jadi persaingan bukan antar ASEAN tapi di luar ASEAN. Begitu juga yang lainnya,” ucap Wapres.

Mengenai investasi yang terjadi saat diberlakukannya MEA, Wapres memperkirakan semua pihak yang berinvestasi pasti mencari pasar. Pasar di ASEAN menjadi 550 jutaorang atau hampir 600 juta orang, dan hampir 50 persen ada di indoensia. “Artinya investasi yang berada di Indonesia akan memberikan dampak yang baik di pasar ASEAN,” ucap Wapres.

Di akhir sambutannya, Wapres menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai program menyambut MEA, di antaranya adalah memperbaiki infrastruktur untuk memudahkan industri; memperkuat ketahanan pangan sehingga tidak perlu lagi mengimpor bahan-bahan pokok seperti padi dan jagung; serta meningkatkan industri manufaktur, karena industri manufaktur adalah industri yang dapat meningkatkan penghasilan dan juga membuka lapangan pekerjaan.

Turut hadir mendampingi Wapres, Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro, Sekretaris Wakil Presiden Mohamad Oemar, Deputi Seswapres bidang Kesejahteraan Rakyat dan Penanggulangan Kemiskinan Bambang Widianto, serta Ketua Ikatan Alumni Universitas Airlangga Theo Lekatompessy.

*** DARTO ***