Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Tuesday, June 19, 2007

11 Provinces Waiting in Line for SEZs : Minister

Business News - Tuesday, June 19, 2007

The Jakarta Post, Jakarta
Eleven provincial governments have proposed the establishment of special economic zones (SEZ) in their respective areas, but the government says they will have to meet the "tough" criteria set by a government-sanctioned team.

"The National SEZ Committee requires strong commitment on the part of the administration, compliance with local ordinances, and the availability of land and integrated infrastructural services should it want to secure SEZ status," Industry Minister Fahmi Idris said Monday.

He was speaking during a meeting with the House of Representatives' industry and trade commission.
The 11 provincial administrations must be able to offer, among other things, a site extending to a minimum of 500 hectares, adequate infrastructure, and compliance with the requirements of local spatial planning regulations, he explained.

He said that thus far North Sumatra, Riau, Riau Islands, South Sumatra, Banten, West Java, Central Java and East Java, and South Sulawesi, Central Sulawesi and North Sulawesi had all proposed the establishment of SEZs within their areas.

The North Sumatra administration had proposed SEZs for Medan and Kuala Tanjung, while the Riau Islands administration had proposed Batam island as a hub for mechatronic, electronic and shipbuilding industries, Bintan island for textiles, footwear and tourism, and Karimun island for shipbuilding, metal, agro- and marine product industries.

Meanwhile, the East Java administration had proposed the establishment of a hub for jewelry and shipbuilding industries within its area, while the Central Sulawesi administration had sought for Palu to be declared a hub for the rattan industry.

The government already established an SEZ covering Batam, Bintan and Karimun islands last August, with the seven initial investment projects worth US$566.4 million coming from Singapore, South Korea and India. These projects have created a total of 8,057 new jobs.

Fahmi said West Kalimantan's Semperug, Sajingan, Etikong, Temaju and Mempawang, and East Kalimantan's Kutai, East Kutai and Malewio had also been proposed for SEZs.
"A cabinet meeting, however, rejected all of them."

The SEZ concept is a government fast-track program to boost investment, which has long been hampered by bureaucratic red-tape and lack of infrastructure.

Among the benefits for investors are reduced taxes or even duty-free facilities for imported raw materials, and reductions in other taxes.

"Those who operate in SEZs are not subject to value-added tax and income tax on imported raw materials," said Fahmi.

They also benefit from non-fiscal incentives, including accelerated licensing and dispute-resolution processes, he added. (06)

Arus Barang Masih Saja Terhambat

Pemeriksaan Dokumen Lamban

Jakarta, Kompas - Arus barang dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, hingga kini masih mengalami hambatan. Hal itu disebabkan masih terbatasnya fasilitas lapangan untuk antrean kendaraan dan lambannya proses pelayanan di gerbang pelabuhan. Kondisi infrastruktur juga sangat tidak mendukung.

Kondisi itu bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah terbaru, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Salah satu poin penting dalam inpres itu adalah memperlancar arus barang ekspor dan impor sebagai
salah satu bagian dari upaya perbaikan iklim investasi.

Berdasarkan pengamatan Kompas, pada Jumat (15/6) malam dan Sabtu (16/6) siang, terlihat kepadatan dan antrean truk peti kemas yang cukup panjang di depan gerbang Terminal Peti Kemas Ekspor di Jakarta International Container Terminal (JICT).

Truk-truk yang hendak masuk ke JICT dari arah Cakung dan Jalan Yos Sudarso harus masuk dengan memutar ke wilayah Pelabuhan Tanjung Priok. Itu dilakukan untuk menghindari kemacetan parah di pertigaan lampu merah di depan JICT.

Meski demikian, kepadatan dan kemacetan kendaraan tetap tidak bisa dihindarkan karena truk-truk harus antre untuk pemeriksaan dokumen di pintu gerbang yang memakan waktu sekitar 15 menit sebelum masuk ke area dermaga.

Pelayanan lamban
Empat gerbang yang dibuka untuk pelayanan pemeriksaan dokumen juga masih kurang karena jumlah truk yang masuk terlalu banyak. Berdasarkan data PT Pelabuhan Indonesia II, setiap hari rata-rata total masuk keluar peti kemas sebanyak 6.000 TEUs atau 6.000 kendaraan.

Menurut Muhiyar, salah seorang pengemudi truk peti kemas, antre kendaraan terjadi karena pengemudi harus menunggu proses pemeriksaan dokumen. "Lebih kurang 15 menit untuk pemeriksaan semua dokumen, seperti kartu barang muat, surat jalan, survei pelayaran, dan permohonan ekspor. Agak lama karena harus dicek dan disesuaikan tempat blok dan dermaga untuk peti kemas yang kami bawa," ujarnya.

Ketua Kepelabuhanan dan Kepabeanan Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia Toto Dirgantoro mengungkapkan, pemeriksaan dokumen sekitar 15 menit sudah digolongkan sebagai pelayanan lamban. Dampaknya, kata Toto, tidak hanya bisa menyebabkan antrean kendaraan di pelabuhan, tetapi juga keterlambatan pengiriman barang.

"Kalau satu kendaraan membutuhkan waktu 15 menit, dalam satu jam berarti cuma meloloskan empat kendaraan atau 16 kendaraan jika ada empat gerbang yang dibuka. Padahal, dalam satu hari, jumlah truk yang masuk sekitar 3.000 unit," ujarnya.

Menurut Toto, operator pelabuhan sudah semestinya menyederhanakan proses pemeriksaan barang. Dengan demikian, tidak akan ada lagi antre kendaraan dan stagnasi arus peti kemas.

Asisten Sekretaris Perusahaan PT Pelabuhan Indonesia II Hendra Budhi mengungkapkan, pemeriksaan dokumen memang membutuhkan waktu agak lama karena dokumen itu harus diperiksa beberapa
otoritas pelabuhan, seperti dari operator pelabuhan, dan petugas Bea dan Cukai. Pemeriksaan dokumen juga masih secara manual.

"Karena itu, dengan kondisi seperti ini, sebenarnya kami sudah mengimbau eksportir agar waktu pengiriman barang tidak terlalu mepet dengan batas waktu akhir. Faktanya, sampai sekarang eksportir lebih sering mengirim barang mendekati batas waktu akhir. Padahal, kami sendiri sudah memberi kemudahan bahwa biaya penumpukan peti kemas di dermaga selama tiga hari hanya dikenai biaya satu hari," kata Hendra.

Selain di gerbang pelabuhan, pengiriman peti kemas juga sering terhambat di sekitar akses jalan menuju pelabuhan, seperti di Jalan Cakung-Cilincing. Tingginya volume kendaraan dibandingkan dengan kapasitas jalan menyebabkan kemacetan parah. Hal itu akan bertambah parah jika kondisi badan jalan rusak.

Tidak hanya truk peti kemas, jalan itu juga dilalui kendaraan pribadi dan angkutan umum serta sepeda motor. Tak ayal, jalan yang terdiri dari dua lajur dengan lebar sekitar 12 meter menjadi rebutan semua kendaraan.

Jembatan buntu jebol
Berdasarkan pengamatan, kondisi badan jalan Cakung-Cilincing saat ini memang sudah bagus karena sudah diperbaiki. Namun, dalam dua minggu terakhir, kemacetan parah tidak terhindarkan akibat jebolnya jembatan buntu yang merupakan akses utama Kawasan Berikat Nusantara Marunda. Truk peti kemas yang biasa melalui jalur ini harus memutar dan melewati jalan Cakung-Cilincing sebelum belok ke arah jalan baru.

"Kondisi infrastruktur memang masih memprihatinkan. Bagaimana pemerintah mau mendongkrak
pertumbuhan ekspor kalau tidak didukung infrastruktur? Yang dibutuhkan sekarang bukan hanya wacana, tetapi aksi nyata," tutur Toto.

Lebih dari 70 persen barang ekspor-impor melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Ironisnya, pemerintah tidak menyelesaikan berbagai hambatan di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok.


*****