Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Wednesday, August 29, 2007

Uji Coba NSW di Priok Hanya untuk 99 Importir

Rabu, 29/08/2007

JAKARTA: Setelah mencoba bersikap serealistis mungkin atas uji coba pelaksanaan sistem satu jalur kepabeanan di Pelabuhan Tanjung Priok per Desember 2007, pemerintah akhirnya membatasi keterlibatan pengguna jasanya hanya pada 99 importir jalur prioritas.
Pembatasan pengguna jasa dalam uji coba itu sejalan dengan pembatasan keterlibatan agen pemerintahan yang sudah diputuskan sebelumnya, yakni hanya Ditjen Bea dan Cukai, Badan POM, Badan Karantina Perikanan, Badan Karantina Pertanian, dan Departemen Perdagangan.
Demikian disampaikan Sekretaris Tim Persiapan Indonesian National Single Window Edy Putra Irawady dan Wakil Ketua Tim Pelaksana Uji coba INSW Tanjung Priok Susiwijono Mugiharso dalam satu seminar di Jakarta, kemarin.
Di luar pembatasan itu, tim menyiapkan draf peraturan presiden khusus untuk aspek informasi dan transaksi elektronik dalam NSW sebagai antisipasi jika per Desember 2007 pembahasan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik di parlemen belum juga rampung.
Edy Putra yang juga Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan mengakui ketiadaan cyber law akan jadi kendala tersendiri. Apalagi, seluruh negara Asean lain sudah memiliki hukum itu. "Perpres ini alternatif kalau RUU ITE belum disahkan," ujarnya.
Perpres yang bakal menjadi dasar hukum cyber law itu nanti, sambung dia, akan dikhususkan untuk pelaksanaan NSW. "Kita juga meminta bantuan Depkominfo untuk masalah keamanan data. Sebab, target kita pada uji coba Priok itu nanti adalah 100% full IT."
Edy menjelaskan, pada Desember nanti NSW yang akan diterapkan di Tanjung Priok adalah pengembangan awal saja. Pemerintah juga hanya bertindak sebagai penyedia regulasi dan belum memfasilitasinya secara penuh.
Persiapan nasional
Bersamaan dengan itu, tim persiapan NSW akan mempersiapkan sistem NSW yang akan diberlakukan secara nasional. "Maret 2008 kami akan evaluasi uji coba Priok, Maret-April baru persiapan jangka panjang, termasuk penerapan sistem kerja providernya," jelas Edy.
Susiwijono mengatakan dalam uji coba Priok tim akan menggunakan empat strategi. Pertama, dari sisi implementasi IT, teknis sistem menyangkut arahan, fungsi, dan tampilan, yang kesiapannya diyakini bakal 100%.
Kedua, dari sisi entitas, ditetapkan untuk tidak menjangkau semua agen pemerintah, tapi hanya lima agen. Dari sisi pengguna, hanya akan diterapkan pada importir dulu, kemungkinan importir yang terdaftar sebagai importir di jalur prioritas yang jumlahnya baru 99.
Ketiga, dari aspek transaksi kegiatan, ditetapkan hanya melibatkan importir dengan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB). Eksportir, importir PIBT (dengan perusahan jasa titipan) atau BC 2.3 (kawasan berikat) tidak dilibatkan.
Keempat, dari aspek lokasi pemberlakuan, yakni hanya di Tanjung Priok. "Bagaimanapun, uji coba Desember ini betul-betul tahap awal, belum semua pakai portal. Termasuk otomasi izin. Dari Depdag misalnya, ada 38 izin, mungkin kita akan masukkan 35 saja."
Oleh Bastanul Siregar
Bisnis Indonesia

Jalur Hijau Plus Efektif 1 September 2007

Oleh : Bastanul Siregar

Senin, 27/08/2007

JAKARTA (Bisnis Indonesia): Ditjen Bea dan Cukai akan memulai kebijakan jalur hijau plus dan jalur kuning efektif per 1 September 2007.
Direktur Teknis Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai Teguh Indrayana memaparkan saat ini pihaknya tengah menyusun daftar perusahaan yang akan dimasukkan baik ke jalur kuning maupun jalur hijau plus.
"Daftanya tengah kami susun, dan dalam waktu dekat, 1 September 2007 kami akan berlakukan," ujarnya siang ini.
Jalur kuning adalah jalur antara jalur merah dan jalur hijau, bila di jalur merah pemeriksaan dilakukan baik fisik maupun dokumen, di jalur kuning pemeriksaan hanya dilakukan pada dokumen.
Sementara jalur hijau plus adalah jalur antara jalur hijau dan jalur prioritas. Bila di jalur hijau importir tidak bisa menangguhkan pembayaran bea masuk, di jalur hijau plus importir bisa melakukan penangguhan bea masuk.
Teguh optimistis pemberlakukan kebijakan ini akan makin membuat pelayanan importasi bea cukai semakin efisien. Adapun menyangkut daftar perusahaan sesuai jalurnya, perusahaan-perusahaan itu tetap akan ditinjau secara berkala.
"Kami sudah punya kriterianya, jadi mana yang recomended, mana yang belum layak, itu bisa kami ketahui. Mungkin nanti kami akan pakai metode random," tambahnya.(dj)

Thursday, August 16, 2007

KPPU Investigasi Biaya Tinggi di Tanjung Priok

14 Agustus 2007

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Sedikitnya 15 perusahaan akan dimintai keterangan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) karena diduga mengenakan biaya tinggi untuk pelayanan jasa barang dan peti kemas kepada importir serta tidak melaksanakan kesepakatan tarif lini 2 Pelabuhan Tanjung Priok.

Hal itu diungkapkan Ketua Tim KPPU untuk Evaluasi Kebijakan Kesepakatan Tarif Lini 2 Pelabuhan Tanjung Priok, Ahmad Ramadhan Siregar kepada Bisnis, seusai pertemuan KPPU dengan Gafeksi kemarin.

"Kami akan meminta keterangan dari semua pihak, baik forwarder yang tergabung maupun yang tidak tergabung dengan Gafeksi. Kami juga segera meminta keterangan dari importir guna mengetahui ruang efisiensi dari kesepakatan tarif lini 2," katanya.

Dia menuturkan fokus KPPU juga akan ditujukan untuk mengidentifikasi soal reduksi tarif pelayanan jasa barang dan peti kemas di lini 2, seperti yang diungkapkan Gafeksi pada pertemuan dengan KPPU.

"Soal tarif, kami sepakat memang tarif dari kesepakatan itu lebih efisien bagi importir dan kami mendukung. Tapi soal kesepakatan, ini yang terus masih kami telusuri dan konfirmasi terus dilakukan. Kami juga ingin tahu kenapa ada pihak yang tidak bisa menerapkan penurunan harga ini, apa ada masalah di struktur biaya atau apa."

Ketua bidang Angkutan Laut DPW Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) DKI Jakarta Alfansuri mengatakan pada pertemuan itu Gafeksi menyerahkan bukti-bukti terhadap KPPU yang ditujukan agar lembaga tersebut dapat melihat bahwa kesepakatan itu justru ditujukan untuk menurunkan tarif.

"Kami tunjukkan tarif biaya tinggi yang komponennya sangat beragam dan besarannya juga sangat beragam. Bila dibandingkan dengan tarif kesepakatan sangat berbeda," tutur Alfansuri.

Dia mengungkapkan biaya gudang yang diterapkan oleh anggota Gafeksi hanya Rp200.000, namun per Agustus ini ada yang mengenakan tarif Rp2 juta untuk layanan yang sama.

Penurunan biaya
Dia mengatakan pihaknya telah menyampaikan kepada KPPU bahwa kesepakatan tarif itu ditujukan bagi efisiensi ekonomi nasional melalui penurunan biaya. Gafeksi juga mengemukakan bahwa bisnis tarif pelayanan jasa barang dan peti kemas di lini 2 tidak bisa mengikuti mekanisme pasar karena importir tidak memiliki kebebasan memilih konsolidator. Pasalnya, kontainer importir berada di tangan konsolidator.

"Importir akan membayar berapa pun karena barangnya ada di tangan agen konsolidator. Tapi, kesepakatan ini untuk menurunkan biaya, bukan menaikkan."

Selain pelaku usaha yang menerapkan biaya tinggi, KPPU juga mengungkapkan pada Gafeksi bahwa lembaga tersebut segera memanggil importir yang mau membayar di atas harga kesepakatan.

"KPPU akan terjun ke lapangan dan mencari informasi langsung dari importir yang terkena biaya tinggi. KPPU sepakat bahwa tarif dari kesepakatan itu sejalan dengan tujuan KPPU guna efisiensi ekonomi negara dan kami sangat peduli pada biaya tinggi," tandas Ahmad.

Dalam hal ini KPPU melakukan pengawasan terhadap sejumlah kesepakatan tarif di Tanjung Priok guna mengkaji dugaan persaingan usaha tidak sehat.

Sebelumnya, Ketua KPPU M. Iqbal mengungkapkan pemantauan kesepakatan tarif pelayanan jasa barang dan peti kemas di lini 2 Tanjung Priok ditujukan untuk memantau kesepakatan tarif jasa kapal dan bongkar muat di pelabuhan terbesar di Indonesia itu.

Efisiensi Pelabuhan Dorong Daya Saing

14 Agustus 2007

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Kelancaran arus barang di pelabuhan, terutama Tanjung Priok, adalah syarat mutlak untuk meningkatkan daya saing nasional dalam jaringan produksi global.

"Namun target itu akan sia-sia jika tidak dibarengi kesungguhan dalam merealisasikan kelancaran arus barang di pelabuhan," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi dalam dialog terbatas Menata Sistem Arus Barang dan Dokumen di Pelabuhan Tanjung Priok, pekan lalu.

Pelabuhan Tanjung Priok, kata dia, berperan penting dalam meningkatkan daya saing tersebut, kendati tudingan dan sorotan atas lambannya kinerja operator pelabuhan itu masih saja bergulir.
Hal ini, menurut dia, tak lain karena peran Tanjung Priok sebagai pelabuhan terbesar di Indonesia, di mana lebih dari 50% pengapalan ekspor impor melalui pelabuhan tersebut.

Di pelabuhan itu juga terdapat dua operator terminal peti kemas terbesar, yakni PT Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan volume produktivitas per tahun rata-rata 1,6 juta TEUs, dan Termial Petikemas (TPS) Koja mencapai 600.000 TEUs per tahun.

Sayangnya, lanjut Anwar, hingga saat ini Tanjung Priok masih menyimpan segudang persoalan, a.l. tata ruang yang belum terintegrasi dengan kepentingan bisnis kepelabuhanan, akses jalan yang semrawut, infrastruktur dan peralatan yang kurang memadai, serta minimnya pemanfaatan teknologi informasi.

Berbagai persoalan itu diyakini sebagai salah satu penyebab munculnya ketidaklancaran arus barang yang efeknya menimbulkan biaya tinggi di pelabuhan.

Biaya tinggi
Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, kontribusi biaya transportasi dan distribusi barang saat ini mencapai 18% terhadap harga produk manufaktur.

Bahkan, jika dilihat dari harga kebutuhan pokok dan pertanian di pasar, biaya untuk transportasi dan distribusi barang mencapai 38% dari harga tersebut.

"Jelas angka ini terlalu tinggi dan akhirnya konsumen di dalam negeri yang paling terbebani, sementara untuk bersaing di tingkat global, produk kita tak mampu berkompetisi."

Jadi, lanjut Anwar, tidak ada cara lain, kelancaran distribusi menjadi kunci dalam kompetisi perdagangan global, di mana kelancaran penanganan barang di pelabuhan merupakan salah satu bagian terpenting dalam mata rantai tersebut.

Pembiaran terhadap kondisi ini, kata Dirjen Bea Cukai, akan menyebabkan daya saing produk nasional semakin merosot di pasar internasional, selain produk nasional makin digerogoti oleh produk negara lain yang lebih efisien dan berdaya saing tinggi.

Berdasarkan Word Competitiveness Yearbook 2007 yang diterbitkan International Institute for Management Development (IMD), peringkat daya saing produk Indonesia tahun ini berada di urutan ke-54 dari 55 negara yang disurvei lembaga tersebut. Padahal pada 2006, Indonesia masih menempati urutan ke-52 dan urutan ke 50 pada 2005.

Di bidang kepelabuhanan, dalam kajian Bank Dunia yang dirilis pada 2004, tingkat efisiensi pelabuhan di Indonesia berada pada urutan keempat terbawah di dunia, setelah Vietnam, Filipina, dan Peru. (k1)

Wednesday, August 15, 2007

SERIBU MASJID SATU JUMLAHNYA

Emha Ainun Nadjib, 1994

Satu
Masjid itu dua macamnya
Satu ruh, lainnya badan
Satu di atas tanah berdiri
Lainnya bersemayam di hati
Tak boleh hilang salah satunyaa
Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu
Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu
Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu

Dua
Masjid selalu dua macamnya
Satu terbuat dari bata dan logam
Lainnya tak terperi
Karena sejati

Tiga
Masjid batu bata
Berdiri di mana-mana
Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya
Timbul tenggelam antara ada dan tiada
Mungkin di hati kita
Di dalam jiwa, di pusat sukma
Membisikkan nama Allah ta'ala
Kita diajari mengenali-Nya
Di dalam masjid batu bata
Kita melangkah, kemudian bersujud
Perlahan-lahan memasuki masjid sunyi jiwa
Beriktikaf, di jagat tanpa bentuk tanpa warna

Empat
Sangat mahal biaya masjid badan
Padahal temboknya berlumut karena hujan
Adapun masjid ruh kita beli dengan ketakjuban
Tak bisa lapuk karena asma-Nya kita zikirkan
Masjid badan gampang binasa
Matahari mengelupas warnanya
Ketika datang badai, beterbangan gentingnya
Oleh gempa ambruk dindingnya
Masjid ruh mengabadi
Pisau tak sanggup menikamnya
Senapan tak bisa membidiknya
Politik tak mampu memenjarakannya

Lima
Masjid ruh kita bawa ke mana-mana
Ke sekolah, kantor, pasar dan tamasya
Kita bawa naik sepeda, berjejal di bis kota
Tanpa seorang pun sanggup mencopetnya
Sebab tangan pencuri amatlah pendeknya
Sedang masjid ruh di dada adalah cakrawala
Cengkeraman tangan para penguasa betapa kerdilnya
Sebab majid ruh adalah semesta raya
Jika kita berumah di masjid ruh
Tak kuasa para musuh melihat kita
Jika kita terjun memasuki genggaman-Nya
Mereka menembak hanya bayangan kita

Enam
Masjid itu dua macamnya
Masjid badan berdiri kaku
Tak bisa digenggam
Tak mungkin kita bawa masuk kuburan
Adapun justru masjid ruh yang mengangkat kita
Melampaui ujung waktu nun di sana
Terbang melintasi seribu alam seribu semesta
Hinggap di keharibaan cinta-Nya

Tujuh
Masjid itu dua macamnya
Orang yang hanya punya masjid pertama
Segera mati sebelum membusuk dagingnya
Karena kiblatnya hanya batu berhala
Tetapi mereka yang sombong dengan masjid kedua
Berkeliaran sebagai ruh gentayangan
Tidak memiliki tanah pijakan
Sehingga kakinya gagal berjalan
Maka hanya bagi orang yang waspada
Dua masjid menjadi satu jumlahnya
Syariat dan hakikat
Menyatu dalam tarikat ke makrifat

Delapan
Bahkan seribu masjid, sjuta masjid
Niscaya hanya satu belaka jumlahnya
Sebab tujuh samudera gerakan sejarah
Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah
Sesekali kita pertengkarkan soal bid'ah
Atau jumlah rakaat sebuah shalat sunnah
Itu sekedar pertengkaran suami istri
Untuk memperoleh kemesraan kembali
Para pemimpin saling bercuriga
Kelompok satu mengafirkan lainnya
Itu namanya belajar mendewasakan khilafah
Sambil menggali penemuan model imamah

Sembilan
Seribu masjid dibangun
Seribu lainnya didirikan
Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun
Tagihan masa depan kita cicilkan
Seribu orang mendirikan satu masjid badan
Ketika peradaban menyerah kepada kebuntuan
Hadir engkau semua menyodorkan kawruh
Seribu masjid tumbuh dalam sejarah
Bergetar menyatu sejumlah Allah
Digenggamnya dunia tidak dengan kekuasaan
Melainkan dengan hikmah kepemimpinan
Allah itu mustahil kalah
Sebab kehidupan senantiasa lapar nubuwwah
Kepada berjuta Abu Jahl yang menghadang langkah
Muadzin kita selalu mengumandangkan Hayya 'Alal Falah!

Emha Ainun Nadjib, 1994


Friday, August 10, 2007

Pemerintah Diminta Segera Menyusun UU Logistik

7 Agustus 2007

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Sedikitnya 10 asosiasi jasa logistik meminta pemerintah segera menyusun UU Logistik guna mengatur sekaligus meningkatkan daya saing bisnis tersebut yang selama ini belum tersentuh regulasi.
Menurut Syarifuddin, juru bicara 10 asosiasi jasa logistik itu, perwakilan dari ke-10 asosiasi tersebut akan menggelar pertemuan pada 10 Agustus 2007 guna membahas pertumbuhan industri logistik.
Pertumbuhan industri logistik, kata dia, akan semakin pesat dengan maraknya pemain asing dalam industri tersebut, namun di sisi lain belum ada regulasi yang jelas yang mengatur sektor tersebut.
"Pada pertemuan itu, kami akan merumuskan masukan ke pemerintah tentang pihak mana yang sebaiknya menjadi regulator bagi dunia usaha logistik ini. Kami juga akan melakukan penyeragaman definisi. UU Logistik jelas kami butuhkan, detailnya akan kami bahas," katanya kepada Bisnis, kemarin.
Ke-10 asosiasi itu, papar Syarifuddin, adalah Asosiasi Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo), Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi), Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI), Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki).
Selain itu, juga diikuti oleh Organisasi Angkutan Darat (Organda), Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo), Indonesia National Air Carriers Association (Inaca), Indonesia Air Cargo Agents Club (ICAC) , dan Air Cargo Representative Board (ACRB).
Pemahaman sama
Syarifuddin mengatakan pemahaman yang sama atas definisi tersebut terutama pada aspek bisnis logistik dan siapa saja masyarakat logistik itu.
Bila sudah jelas siapa saja masyarakat logistik itu, lanjut dia, maka ke-10 asosiasi itu akan menyusun masukan bagi regulasi di sektor logistik termasuk pihak mana sebaiknya yang menjadi regulator di bisnis tersebut.
"Ujung-ujungnya, kami juga akan membuat kesepakatan untuk memberi masukan soal persaingan usaha dan kaitannya dengan globalisasi, terkait dengan DNI (daftar negatif investasi) pemerintah yang belum menyentuh bisnis logistik," tandasnya.
Dia mengatakan setelah sosialisasi DNI dalam Perpres No.76/2007 dan Perpres No. 77/2007 di Kantor Menko Perekonomian pada 16 Juli 2007, pihak Menko Perekonomian berinisiatif untuk segera mengatur sektor logistik tersebut.
Syarifuddin yang juga Direktur Eksekutif Asperindo mengatakan dirinya dan Ketua Umum Asperindo M. Johari Zein telah dua kali bertemu dengan staf ahli Menko Perekonomian.

Tuesday, August 7, 2007

Audit Berdasar Tema (Audit by Theme)


Pada saat audit surveillance tanggal 1-2 Agustus 2007 yang baru lalu Auditor dari Lloyd Register Quality Assurance (LRQA) telah menyampaikan subjek di atas kepada para peserta rapat audit (opening & closing) baik di Surabaya maupun di Jakarta. Pendekatan baru ini agak berbeda dengan yang selama ini dilakukan di mana “giliran” atas divisi / fungsi atau area audit yang menjadi focus telah lebih dulu ditetapkan pada saat perusahaan secara resmi disertifikasi (certified) atau disetujui / direkomendasi untuk perpanjangan sertifikasinya (certificate renewal) dipandang sudah tidak memadai lagi.

Pada pendekatan yang baru ini assessor (dalam hal ini Lloyd) memberikan kesempatan kepada kita untuk menetapkan dan mengidentifikasi seluas-luasnya risiko bisnis yang dihadapi perusahaan (to manage broader business risks). Sebagai suatu “business assurance” assessor berusaha mencari jalan agar lebih dekat kepada prioritas bisnis bagi klien-nya agar kunjungan audit lebih relevan dengan kebutuhan perusahaan.

Pendekatan yang akan dilakukan ini memungkinkan assessor memiliki waktu dan fleksibilitas dalam menganalisis data yang dihasilkan oleh system di perusahaan, misalnya focus pada sasaran perbaikan atau proses-prosesnya yang merupakan titik kritis dalam bisnis. Assessor diharapkan dapat melakukan identifikasi tentang compliance atau perbaikan (improvement), mengarahkan (driven) system manajemen yang diterapkan yang membantu bisnis perusahaan.

Sistem manajemen yang diaudit tidak dilihat sebagai suatu entitas terpisah semata-mata tapi merupakan keterkaitan-keterkaitan antara :

- kinerja terhadap sasaran-sasaran perbaikan (improvement objectives);
- kinerja terhadap indikator-indikator kunci (key indicators);
- regulasi atau issue lain-lain;
- penanganan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem atau organisasi.

Beberapa keuntungan dengan pendekatan ini :

Relevan
Pelaksanaan audit lebih fokus kepada isue-isue bisnis sesungguhnya terutama adanya compliance atas standar.

Fleksibel
Pendekatan dapat disesuaikan untuk memenuhi kematangan atas sistem.

Sesuai Target
Dengan pentargetan isue-isue atau proses-proses kunci diharapkan assessor dapat memberikan sasaran dan umpan balik independent atas kinerja dan membantu kemungkinan perbaikan (improvement opportunities).

Bertenaga
Assessor akan berusaha mengcover isue-isue yang akan berdampak pada stakeholders dan pelanggan.


Yang Diharapkan dari Kunjungan Audit

Identifikasi Target-target
Bagian pertama dari audit, assessor akan menemui top management team untuk mendiskusikan area penting seperti sasaran-sasaran perbaikan (improvement objectives), persyaratan pelanggan dan regulasi, dan perubahan-perubahan yang terjadi sejak kunjungan audit terakhir. Hasil dari pertemuan ini adalah gambaran sasaran dan tema yang akan ditetapkan untuk kunjungan nanti, atau kesepakatan atas area yang dipilih pada saat audit.

Menetapkan Lokasi Proses yang Relevan
Jika tema telah ditetapkan selanjutnya audit perlu mengidentifikasi proses yang relevan yang memiliki dampak dari penetapan tema atau sasaran, di mana kendali berada dan juga tindakan-tindakan telah diambil. Tindakan lain yang telah direncanakan dan akan dilakukan setelah kunjungan dapat ditandai untuk agenda berikutnya.

Rencana Kunjungan saat Renewal
Biasanya, kunjungan ini meliputi tinjauan performa yang lalu. Dalam pendekatan baru ini ada dua aspek yang dijadikan alatnya. Preview akan dilakukan di samping sesi tinjauan (review) dari yang biasanya yang merupakan alat dalam menetapkan kegiatan audit dengan strategi dan sasaran-sasaran organisasi. Kegiatan ini meliputi diskusi tentang harapan-harapan jangka panjang (long-term expectations) dan bagaimana hal itu berdampak pada sistem manajemen dan para stakeholders. Dan terakhir, penetapan tahap Perencanaan dengan membuat jadual dalam rangka Certificate Renewal. Tema-tema yang muncul dari Review dan Preview ini menjadi bahan pembuatan rencana kunjungan audit, untuk meyakinkan bahwa kegiatan terfokus pada hal-hal yang paling signifikan (matter-most).


Pengukuran Kinerja secara Kuantitatif
Salah satu hasil temuan eksternal audit yang lalu (1-2 Agustus 2007) adalah sebagai berikut :

“It is suggested to determine the analysis of internal audit result in quantitative way in order to take consideration the risk of findings. Analysis based on the number of findings was not automatically conclude better implementation” (Ref.: 0708HWX04)

(Disarankan agar hasil internal audit dianalisis secara kuantitatif agar diperoleh gambaran seberapa besar pengaruh dari suatu temuan. Analisis yang berdasar hanya pada jumlah temuan tidak secara otomatis memberikan kesimpulan penerapan yang baik)

Saran yang disampaikan dalam satu temuan tersebut di atas dimungkinkan untuk diberlakukan terhadap pengukuran seluruh kinerja di setiap proses / fungsi di samping yang sudah diterapkan sekarang ini. Pemakaian kata “risk of findings” memberikan pengertian bahwa “bobot” dari suatu temuan akan berbeda di lihat dari resiko atau dampak yang bakal dipengaruhinya baik yang potensial maupun yang telah terjadi. Oleh karenanya, kuantifikasi pengukuran yang disertai dengan pembobotan diharapkan akan memberikan gambaran obyektif terhadap suatu masalah.

Tema yang Akan Datang : Produktivitas
Dalam memberikan tanggapan atas hasil audit dalam closing meeting tempo hari Pak Iskandar Zulkarnain memberikan penekanan bahwa hasil dari audit surveillance yang dilakukan hendaknya dapat mendorong peningkatan produktivitas terutama peningkatan realisasi atas achievement-achievement dari sasaran / target yang telah ditetapkan. Jika peningkatan (improvement) yang terukur bisa ditunjukkan maka boleh dibilang penerapan standar ISO 9001:2000 telah mencapai sasaran yang diharapkan.

Terkait dengan pendekatan tema yang akan diterapkan dalam surveillance mendatang maka usulan pemilihan tema ”poduktivitas” masih sangat relevan saat ini. Kemudian agar term ini mengena pada sasaran perlu batasan tertentu atau kalau memungkinkan dibuatkan suatu tahapan tertentu yang meliputi jangka waktu ”surveillance visit panning” assessor sejak certified hingga renewal yang lamanya 3 tahun.

Have a nice day!

Best Regards,
Jaerony Setyadhi

Monday, August 6, 2007

4000 PPJK, 50 TPS Will Bankrupt

Jakarta - Ocean Week : It is so ironic that in the spirit of building up small and medium scale business (UKM) as initiated by President Susilo Bambang Yudhoyono, Finance Minister Sri Mulyani issued two regulations (Permenkeu) No. 65/PMK.04/2007 and No. 70/PMK.04/2007. De facto, the two regulations are absolutely threatening the survival of customs clearance provider (PPJK) and temporary freight station (TPS) of Lane II at port, the two business classified as UKM.

In discussing with Ocean Week, some related stakeholders including Chairman of Jakarta Indonesian National Forwarders' Association (INFA) Syukri Siregar, East Kalimantan INFA Chairman Eduardus Yamin, East Java INFA Chairman Poernomo Soedewo, North Sumatera INFA Secretary Khairul Mahali, and Chairman of Aptesindo (TPS Association) Suryantono, all affirmed that two regulations would absolutely bring the two business into bankruptcy.

As many as 4000 PPJK and 50 TPS throughout the country would stop operation, and thousands of workers would be fired. In Jakarta, Syukri Siregar said, as many as 800 PPJK would stop operation, while in East Java, according to Soedewo, as many as 300 PPJK would soon be affected by the regulation.

Surabaya and Jakarta are now the top-two in number of PPJK as the top-two ports are located within the cities. However, these regulations will affect all customs clearance service providers nationwide, including in Kalimantan. "No PPJK in East Kalimantan able to store IDR250m as guaranty," Yamin said.

Meanwhile, as many as 50 TPS have stopped operation since early July as they have not got over brengen (OB) order from container terminals anymore. "The minister regulation does not allow OB service at Lane II," said Suryantono.

In responding such regulations, many related stakeholders have prompted protest. INFA for example, would send notice to finance minister to ask the government to reevaluate the policies. "We are preparing letter to finance minister on asking to reevaluate those regulations," said Masli Mulia, INFA Chairman.

The regulation 70/PMK.04/2007, according to PPJK, has absolutely brought them into bankruptcy. How does this regulation affect business? According to PPJK provider, the Article 8 Chapter IV of the regulation on PPJK requirement and Customs General-Director Regulation No. P-22/BC/2007 on Manual Implementation in PPJK Registration have made them unable to survive. In obtaining the register number, according to regulation, a PPJK should prepare amount of money as guaranty with numbers according to their types. A Type A1 PPJK should collect IDR250m, while IDR150m of A2, IDR100m of A3, IDR50m of A4, and IDR25m of other types.

The new regulation has totally changed the previous mechanism. In previous practice, a PPJK paid only IDR750,000 to INFA as guaranty board, and only IDR25m to customs office as guaranty. "We will be blocked for registration if we unable to pay it," Gagan Kartika, Director of PT Kumaitu Cargo, said, adding that PPJK remained a UKM. "Our daily income from document handling is so small. Some get no more than IDR100,000 per day. How can we pay for such guarany?" he said.

Hence, PPJK providers want a lower guaranty. "We don't mind with the guaranty, but it should based on the PPJK capability," said Sugiyanto, Director of PT Ladur Utama Mandiri. According Sugiyanto, IDR50m might be preferable for A1 while IDR25m for other types. "So, we absolutely refuse these regulations," he said.

Gagan and Sugiyanto question the reason of Customs on such high guaranty to PPJK, while importers are not affected by the regulation though they are in high risk from tax and import duty. "PPJK only handles document, a transaction of IDR50,000 only," Gagan said.

Meanwhile, INFA Vice Chairman Iskandar Zulkarnain said that such guaranty rate was too high. Hence, INFA would continue to urge the government to reevaluate the policy. "Guaranty of IDR25m to 250m is too much for PPJK," he said.

Syukri Siregar also sees that such regulation is contradictive with Presidential Decree Inpres 6/2007 on Accelerating Infrastructure and Real Sector and UKM Development. "PPJK is UKM with capital of teens million only. So, they are absolutely unable to pay such guaranty," he said.

Echoing the view, Soedewo said that the regulation is contradictive with the Law No. 10/1995 that has been revised in 2007. The law underlines four guaranties : cash money, bank note, customs bond, and other guaranty. "But the new minister regulation cuts the other guaranty. This is so funny that the minister regulation is not in line with the law," said Soedewo.

58 TPS Bankrupt
As many as 58 TPS (temporary freight station) are going to bankrupt following the issuance of finance minister regulation (Permenkeu) No. 70/PMK.04/2007 on custom area and TPS as they (TPS) do not get Over Brengen (OB) order. "TPS at Lane II can not operate any longer due to the regulation," said Suryantono.

The regulation only allows OB order at Lane I, resulting a bankruptcy of 85 TPS now operating at Lane II.

In addition to their loss, stoppage of TPS operation at Lane II has also caused stagnancy at JICT and TPK Koja as the two terminals have limited areas for container storage. As a result, YOR (Yard Occupancy Ration) of Tanjung Priok's container terminals have reached 90%.

In responding such protest, Head of Customs Office Area VII Agung Kuswandono said that the two minister regulations are meant to rearrange the internal aspects of customs service.

He also said that such guaranty was meant to prevent any illegal brokerage practice in customs service. "Recently, there usually hand uncompleted documents, while they want for a fast service."

Kuswandono added that such guaranty is meant to make the providers to seriously establish a PPJK busines as PPJK are representative of importers. "In addition, the regulations are meant to prevent any under-invoicing practices," he said. [talu/ow].

Ocean Week, No. 134/VI, July 2007