Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Thursday, December 24, 2009

KNOWING YOUR CUSTOMER (KYC)

Istilah di atas bagi kita tentunya bukan asing lagi. Sejak “National Sales Meeting” Ambarawa 2005 sikap preventif dan kehati-hatian dengan mengetahui siapa pelanggan kita sudah disampaikan manajemen kepada peserta rapat yang merupakan wakil dari divisi atau cabangnya sebagai bagian dari pengelolaan resiko (risk management) bagi bisnis di lingkungan Iska group.

Sikap preventif itu kembali ditekankan oleh Bapak Iskandar Zulkarnain dalam kata pembukaan pelaksanaan Rapat Tinjauan Manajemen IX (RTM-IX) FPS Indonesia yang berlangsung pada 21 -22 Desember 2009 yang lalu. Rapat yang diselenggarakan di gedung baru, Graha Iska 165, Jl. Pramuka, Jakarta itu diikuti oleh 13 kepala cabang beserta tim manajemen pusat.

A/R yang “Menghantui”

Apa yang disampaikan Pak Is itu tentu saja sangat beralasan. Selain porsi piutang yang lebih dari 60 hari rata-rata secara nasional berkisar antara 28% - 30%, dan proses penagihan yang menyita banyak waktu, serta dari pembicaraan kecil dengan beberapa kepala cabang bahwa A/R yang outstanding khususnya yang terlalu lama itu bagaikan “hantu” yang cukup mengganggu pelaksanaan pekerjaan khususnya dalam mengejar target-target yang telah ditetapkan.

Lebih dari itu, porsi 28% - 30% itu akan sangat beresiko mengingat rata-rata margin jual kita, sebagaimana kita ketahui, berkisar antara 10% - 30%. Bahkan jika kita bicara produk LCL resiko ini bertambah-tambah lagi karena untuk beberapa destinasi harga jual LCL ini bahkan negatif. Cobalah ilustrasikan, sekiranya 30% piutang itu tidak tertagih maka tidak saja terjadi “ketiadaan nilai tambah” tapi juga cash-flow bakal terganggu bahkan modal kerja bakal tergerogoti.

Untuk meminimalkan potensi kerugian yang mungkin terjadi itu tentu saja dibutuhkan kerja tim yang saling bersinergi. Untuk mencapai sinergi tersebut bisa saja setiap cabang membuat dan menetapkan target / sasaran (objectives) tidak saja bagi para marketing tapi juga untuk mereka yang berada dalam team support.

Prinsip 5 C

Sekedar mengingatkan, dan bisa juga sebagai “persyaratan” tambahan dalam mempertimbangkan bisa tidaknya kredit / pembayaran tempo bisa diberikan atau berapa lama outstanding dapat ditolerir terhadap customer tertentu adalah yang kita kenal sebagai 5 C, yaitu :

- character (karakter, kepribadian atau integritas pengutang),

- capital (modal),

- collateral (jaminan),

- capacity (kapasitas usaha), dan

- condition (kondisi usaha dan ekonomi).

Untuk capital dan collateral, jika ada dan berupa barang tak bergerak periksalah apakah barang itu sudah dijaminkan kepada pihak lain (misalnya bank) atau tidak. Menanyakan bank yang menjadi relasi bisnisnya yang nanti dijadikan bahan untuk pemeriksaan silang (cross check) perlu dilakukan. Kapasitas dan kondisi usaha bisa juga dipandang sebagai jaminan. Semakin besar usaha yang dijalankan dan semakin baik pengelolaannya akan memberikan keyakinan kepada kita akan kemampuan membayar dari customer tersebut.

SDM yang Kompeten

Selain penegasan kembali tentang perlunya mengetahui profile dari customer yang kita tangani, pada kesempatan RTM itu juga ditekankan perlunya SDM yang kompeten secara internal. Hal ini terutama dikaitkan dengan akan diberlakukannya perdagangan bebas di tahun-tahun mendatang pada umumnya serta FTA (free trade agreement / perjanjian perdagangan bebas) antara ASEAN dengan China pada 1 Januari 2010 khususnya di mana dimungkinkan persaingan bisnis di segala jenis akan semakin sengit termasuk bisnis freight forwarding. Tanpa SDM yang kompeten di segala lini secara internal, kita akan tergilas oleh persaingan di luar.

“Better than Before”

Berkenaan dengan sudah lengkapnya kepindahan seluruh divisi dan business unit di lingkungan Iska Group di gedung yang baru yang berbarengan dengan pergantian tahun baru Hijriyah menempatkan harapan di tahun 2010 demikian optimistik dicanangkan. Realisasi pencanangan itu antara lain berbentuk penetapan penggolongan cabang-cabang menjadi 3 kategori, yaitu A, B dan C.

Cabang-cabang utama (Surabaya dan Jakarta) digolongkan sebagai cabang dengan kategori A, cabang menengah (Semarang, Denpasar, Bandung, dan Cikarang) digolongkan sebagai cabang berkategori B, dan sisanya (Cirebon, Jepara, Solo, Yogya, Tangerang, dan Medan) adalah cabang-cabang dengan kategori C. Ketiganya memiliki target sesuai dengan kategorinya masing-masing.

Ketiga kategori ini tentu saja diinspirasi oleh peristiwa hijrah itu sendiri agar kita tidak merugi apalagi “bangkrut” sebagaimana Hadits Nabi SAW yang kira-kira bunyinya :

“Apakah kalian tahu apa artinya untung, rugi, dan bangkrut itu?

Orang-orang yang beruntung adalah mereka yang di hari ini lebih baik dari kemarin. Mereka yang tidak lebih baik dari kemarin adalah orang-orang yang merugi. Sedangkan jika hari ini dirinya lebih buruk dari hari kemarin, maka mereka adalah orang-orang yang bangkrut.”

“Target” untuk menjadi beruntung, yaitu “Lebih Baik dari Sebelumnya (Better than Before)” itulah yang kali ini menjadi tema RTM yang merupakan bentuk pelaksanaan “kewajiban” improvement sebagaimana dipersyaratkan* oleh ISO 9001 sekaligus juga sebagai pelaksanaan “persyaratan*” agama sebagaimana Hadits Nabi tersebut di atas.

Semoga keberuntungan itu menaungi kita semua di lingkungan Iska Niaga Darma group ini di masa-masa mendatang. Amiiiin ...

(Jaeroni Setyadhi)


Catatan :

Persyaratan (requirement) dalam definisi ISO 9005 adalah kebutuhan atau harapan yang dinyatakan, yang secara umum diterapkan atau menjadi kewajiban (need or expectation that is stated, generally implied or obligatory).

Tuesday, December 15, 2009

FAMOUS PACIFIC SHIPPING RESTRUCTURES TOP MANAGEMENT

In Macau, at the 2009 Annual General Meeting of the Famous Pacific Shipping Group (FPS Group), delegates agreed to a restructuring of the Asia-based NVOCC and freight forwarding network’s senior management team.

Hong Kong, Hong Kong S.A.R., December 10, 2009 --(PR.com)-- The previous constitution of the FPS Group has been re-written and the Group Executive Committee has been replaced by a newly elected Advisory Board to provide governance to the Group.

The new Board is chaired by Kettivit Sittisoontornwong, FPS Logistics (Thailand), who is joined by Michele Dougal, FPS Brisbane; Jens-Ole Holmager, Team Freight Denmark; Gihan Nanayakkara, FPS Sri Lanka; and, Alfred Steinen, FS Mackenzie UK.

This year’s AGM started on a rousing note. Determined to project an up-beat message to staff, clients and the competition, FPS Group members who had gathered in Macau, began the four-day event with a rendition of the classic Queen song We Are The Champions with lyrics reflecting FPS’ core business of freight handling.

The event’s opening evening cocktail party was graced by the presence of senior managers from 18 of the world’s largest container shipping companies.

In addition to agreeing the transformation of the Group’s leadership from an Executive Committee to an Advisory Board, new member companies of the FPS network were welcomed at the AGM, which also provided invaluable networking opportunities.

The AGM, being held 10 years after the inaugural meeting of the network in Rotterdam in 1999, saw many new agents who have joined the Group in the last year introduce themselves. These included new general agents from the Czech Republic, Slovenia, Canada, Spain, UAE and Germany. This brings membership of the Group up to 70 companies from 51 countries.

Some 125 participants travelled to Macau to take part in one of the highlights of the four-day event: one-to-one meetings between member companies of the FPS Group. This year, 1,531 individual meetings were organised, an incredible increase on the 600 held in 2006; 645 in 2007 and 1,325 in 2008.

Delegates were informed that the 2010 AGM is to be hosted in Dalian, China by FPS Dalian.

Members heard the out-going Executive Committee chairman, Iskandar Zulkarnain from PT FPS Indonesia, stepping down after two and a half years at the head of the Committee, paint an upbeat picture of prospects for 2010.

Concluding his review, which included welcoming the new Advisory Board, Mr Zulkarnain demonstrated the spirit that is helping the Group survive the downturn: “We cannot control the wind but we can adjust the sail,” he said.


http://www.pr.com/press-release/198233

Monday, December 7, 2009

TARIF LOCAL FORWARDING DISEPAKATI

Pelanggar batas atas kena sanksi

Jumat, 04/12/2009

JAKARTA: Pelaku usaha di Pelabuhan Tanjung Priok akhirnya menyepakati batas atas biaya lokal jasa pengurusan transportasi (forwarding local charge) di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

Sekretaris Ditjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Bobby R. Mamahit mengatakan kesepakatan itu mencakup penetapan lima komponen forwarding impor dan tiga komponen forwarding ekspor.

Lima komponen impor terdiri dari biaya container freight station (CFS), biaya delivery order (DO), biaya agen, biaya dokumen, dan biaya administrasi. Adapun, komponen ekspor mencakup biaya CFS, biaya pengapalan, dan biaya bill of lading (B/L).

"Kesepakatan itu dibuat berlaku 6 bulan dan efektif mulai 1 Januari 2010," katanya seusai pertemuan dengan pengguna dan penyedia jasa pengurusan transportasi Pelabuhan Tanjung Priok kemarin.

Kesepakatan itu dibuat oleh Gabungan Forwarder, Penyedia Jasa Logistik, dan Ekspedisi Seluruh Indonesia (Gafeksi) DKI Jaya mewakili penyedia jasa dengan pengguna jasa yang terdiri dari Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), dan Ikatan Eksportir Importir Indonesia (IEI).

Bobby menjelaskan kesepakatan itu segera ditetapkan dalam keputusan Dirjen Perhubungan Laut Dephub dalam beberapa hari ke depan untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha.

"Kesepakatan ini merupakan upaya bersama mendapatkan kepastian bagi pengguna jasa pelabuhan mengenai komponen dan besaran tarif batas atas biaya lokal jasa pengurusan transportasi," paparnya.


Kena sanksi

Dia menegaskan jika penyedia dan pengguna jasa melanggar kesepakatan itu, pihaknya akan mengenakan sanksi yang akan diatur dalam keputusan Dirjen Perhubungan Laut.

"Secara teknis akan ada sanksi yang akan kami atur dengan pelaksana sanksi oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta," tutur Bobby.

Kepala Bidang Transportasi Laut dan Udara Dinas Perhubungan DKI Jakarta Turipno menegaskan pihaknya siap mengeluarkan sanksi jika penyedia dan pengguna jasa melanggar kesepakatan bersama itu.

"Izin forwarder kami yang mengeluarkan maka sanksi kami pelaksananya," katanya.

Ketua DPP IEI Amalia Achyar mengatakan pihaknya menerima kesepakatan bersama itu kendati besaran biaya lokal forwarding masih terlalu tinggi.

"Sebetulnya masih tinggi tetapi reasonable sehingga kami terima, toh nanti ada evaluasi per 6 bulan," ujarnya.

Dia mengharapkan pemerintah berani menertibkan forwarder nakal yang memungut biaya lokal jasa pengurusan transportasi melebihi tarif batas atas yang ditetapkan bersama.

"Selama ini kesepakatan bersama tarif selalu tidak berjalan efektif karena banyak forwarder baru yang tidak masuk dalam Gafeksi. Prinsipnya kami menginginkan ada kepastian hukum dan kepastian tarif," tutur Amalia.

Sementara itu, Wakil Ketua DPW Gafeksi DKI Jakarta Alfansuri menegaskan pihaknya menjamin kesepakatan itu akan diikuti oleh seluruh forwarder di Pelabuhan Tanjung Priok.

"Kami sudah rapat internal dan bertemu dengan forwarder nonanggota yang mendelegasikan kesepakatan dengan pengguna jasa kepada kami," tutur Alfansuri.

Dia menuturkan pihaknya akan menyampaikan kesepakatan bersama kepada seluruh forwarder di Pelabuhan Tanjung Priok baik anggota Gafeksi maupun non-Gafeksi.

Dia menegaskan pihaknya ingin melaksanakan kesepakatan bersama itu agar keberlangsungan usaha dapat terjamin. "Yang jelas, kalau pengguna jasa mati, kami sebagai penyedia jasa juga mati." (hendra.wibawa@bisnis.co.id)



Oleh Hendra Wibawa
Bisnis Indonesia

bisnis.com

URL : http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/transportasi-logistik/1id149786.html

PEMERINTAH DIDESAK BENTUK DEWAN LOGISTIK

Sabtu, 28 Nopember 2009

JAKARTA (Suara Karya): Gabungan Forwader dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) mendesak pemerintah segera membentuk Dewan Logistik Nasional (DLN), sekaligus menetapkan payung hukumnya. Saat ini, bisnis logistik harus mengikuti aturan dari sejumlah departemen/kementerian yang berbeda-beda sehingga hanya menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi pengusaha.

Ketua Umum Gafeksi Iskandar Zulkarnaen menyebutkan, selain membentuk DLN, para pelaku bisnis di bidang logistik juga berharap adanya keinginan kuat dari pemerintah dengan menetapkan cetak biru. Ini dilakukan guna menekan beban biaya pengiriman barang yang mencapai 25 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp 300 triliun.

Menurut dia, pengusaha logistik membutuhkan kejelasan regulasi dari pemerintah. Untuk itu, pemerintah harus segera membentuk DLN yang menyinkronisasikan peraturan-peraturan mengenai logistik dari sejumlah instansi pemerintahan. Nantinya, DLN harus diisi dari kalangan profesional, akademisi, dan perwakilan dari Departemen Perdagangan, Departemen Perhubungan, Ditjen Bea dan Cukai, Departemen Pekerjaan Umum, Bappenas, serta Kadin Indonesia.

"Sekarang saja sudah banyak perusahaan angkutan darat, terutama di Batam, yang hampir mati. Ini karena truk-truk dari negara lain juga mengangkut barang di sana," katanya di Jakarta, kemarin (25/11), usai pembukaan acara "Indonesia Supply Chain and Logistic Conference 2009".

Keinginan soal kejelasan payung hukum ini juga diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita. Menurut dia, biaya angkutan yang tinggi berpengaruh pada harga jual suatu barang/jasa di pasaran.

Jika pengelolaan logistik dilakukan secara benar dan terarah, maka dapat menekan biaya menjadi hanya 18 persen dari PDB. Mengingat dalam kondisi kisruh, maka diperlukan adanya pembenahan secara menyeluruh dan revolusi regulasi bidang logistik. Ini dilakukan juga sebagai persiapan untuk menghadapi pasar bebas pada 2012 mendatang.

"Kita harus melakukan revolusi di bidang logistik agar tidak tertinggal dengan negara lain. Di Thailand biaya logistik hanya 16 persen dari PDB, sementara di AS hanya 10 persen. Pemerintah harus cepat mengesahkan cetak biru logistik karena sudah selesai dibahas sejak tahun lalu, dan saat ini berada di Menko Perekonomian," katanya.

Zaldy menjelaskan, pengesahan cetak biru logistik juga untuk mengantisipasi terbitnya peraturan pemerintah (PP) atau undang-undang baru yang bersinggungan dengan sektor logistik. (Syamsuri S)



http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=240906