Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Wednesday, December 24, 2008

Menyongsong 2009

MEMBEKALI DIRI DENGAN OPTIMISME DAN "SENSE OF CRISIS"

Sudah sering kita dengar bahwa apapun kondisi ekonomi sektor transportasi tetap dibutuhkan baik dalam kondisi ekonomi normal maupun dalam keadaan krisis bahkan pada negara dalam kondisi perang sekalipun. Lihat kawasan bergejolak seperti Timur Tengah mereka tetap membutuhkan sarana transportasi antara lain untuk mengangkut berbagai bantuan seperti bantuan kemanusiaan dan sebagainya.

Meskipun demikian, ancaman keberlangsungan bisnis ini tetap saja ada. Survey Frost & Sullivan yang dipaparkan Pak Iskandar Zulkarnain dalam pengarahan umum Rapat Tinjauan Manajemen ke-6 (RTM-6) tanggal 18 Desember 2008 mengindikasikan bahwa pasar Indonesia sangat potensial bagi bisnis transportasi dan ini dijadikan bidikan bagi pemodal (investor) asing yang pelan-pelan mulai mencengkeram bisnis ini.

Dikatakan dalam survey ini antara lain :

• Indonesian market for third party logistics in 2008 had revenues of US $1.75 billion. Market revenues are expected to grow at a CAGR*) of 12.1 percent to reach US $2.76 billion in 2012

• Market is likely to grow at the aforementioned rate due to the shifting of unorganized operators to organized sector

• Growth rate, however, is not very high because Indonesia is still a developing economy and requires a lot of improvement to translate itself into a high-growth market

Meski demikian kondisi krisis ekonomi global yang dipicu oleh krisis subrame mortgage di Amerika Serikat yang mulai memasuki masa resesi juga mempengaruhi kinerja dunia usaha khususnya sector logistic dan transportasi. Masa resesi ini diprediksi akan berlangsung lebih dari 3 tahun lamanya.

Antara Harapan dan Kerja Keras

Survey tersebut juga menggambarkan bahwa di sector logistic pada umumnya porsi peranan freight forwarder adalah sebesar 47,2% diikuti oleh transportasi (34,9%), warehousing (11,4%), jasa lain (4,4%) dan manajemen informasi (2,2%). Angka 47,2% peranan freight forwarding memberikan harapan akan besarnya kesempatan yang terpampang di depan kita.

Di antara harapan yang besar dan kondisi kurang menguntungkan itu kita semua tetap dituntut melakukan peningkatan (improvement). Di sesi pendahuluan RTM-6, para Kepala Cabang diminta mendeskripsikan rencana peningkatan dan pengembangan cabangnya dalam kurun waktu antara 1 s/d 5 tahun ke depan. Sesi pendahuluan ini berlangsung sejak Rabu pagi (17/12) hingga pukul 22:00. Kemudian dilanjutkan kembali pada esok harinya hingga pukul 12:00.

Rapat lengkap RTM-6 baru dimulai pukul 13:30 di hari Kamis (18/12) yang diawali dengan tinjauan kinerja penerapan Sistem Manajamen Mutu (SMM). Ada diskusi yang cukup menarik di sesi ini terutama terkait masalah kesadaran / kepedulian (awareness) yang masih rendah oleh sebagian besar level organisasi ditambah fakta temuan oleh pihak Lloyd (LRQA) berupa 4 temuan Major (Major Findings). Keempat temuan itu adalah sebagai berikut :

Masalah Tindakan Koreksi dan Pencegahan (Corrective and Preventive Actions) – CAR Harian.
Tidak dilaksanakannya Survey Pelanggan (Customer Survey).
Proses pengendalian/control dan pemantauan (Controlled and Monitoring Process) – Marketing/CC, dan
Kompetensi dan pelatihan karyawan.

Dalam Executive Report-nya Lloyd antara lain juga menggarisbawahi (hal 3/18) bahwa :

- Implementation of the system is not compliant with the requirement of ISO 9001:2000.
- Commitment and quality awareness from top management to staff
has to be improved.

Temuan dan komentar di atas merupakan barometer bagi kita sekaligus mengharuskan kita memperbaharui komitmen semua level organisasi dalam penegakan SMM khususnya dan perbaikan kinerja pada umumnya.


Para peserta RTM-6 dari 12 Cabang dan Tim Manajemen di depan Hotel Panorama, Lembang

Sesi berikutnya adalah pemaparan dan diskusi program-program. Program Climbers yang merupakan program unggulan di dua tahun terakhir mencatat beberapa prestasi berupa kenaikan tingkat dari para anggotanya. Jawa Tengah yang kurang menonjol di program ini telah bertekad untuk melanjutkan upaya mengembalikan direct-consol yang sempat kosong di paruh awal 2008 namun sudah dimulai kembali sejak Juli 2008. “Penegakan” kembali bisnis konsolidasi ini diyakini akan menggairahkan program climbersnya yaitu untuk wilayah tengah.

Program lain yang masih menunggu realisasinya adalah direct-consol import antar-cabang dengan antara lain memanfaatkan sinergi dengan program climbers import dan juga deal-deal yang didapat dari AGM (annual general meeting) 2008 FPS Group.

Cabang Medan yang pengelolaannya secara intensif telah dimulai sejak Mei 2008 menambah motivasi para peserta RTM khususnya para kepala cabang. Pak Nico Kalangi, kepala cabang sekaligus sebagai sesepuh telah berusaha memetakan posisi Cabang Medan di antara para kompetitornya. Tercatat bahwa Cabang Medan menempati peringkat ketujuh untuk konsol import sementara itu untuk eksport menempati peringkat keempat masing-masing dengan 1 TEUS dan 2 TEUS per bulannya.

Antara Reuni dan Kebersamaan

Ada suasana unik dalam RTM kali ini, selain dari lokasi rapat yang berlatar panorama pegunungan juga diwarnai sentuhan etnik dan antic seolah-olah mengingatkan peserta untuk menjelajah kembali masa-masa yang telah lewat atau sekedar mengendorkan syaraf yang sekembali ke kantor asal bakal kembali dengan kesibukan rutin. Tercatat ada beberapa peserta yang merupakan “alumni” dari Kantor Cabang Bandung, sebutlah penulis sendiri, lalu ada Pak Hasto, Pak Nico, dan Pak Hermansyah yang sekarang berada pada posnya masing-masing.

Pemandangan lain adalah meskipun perubahan staf Cabang Bandung sudah demikian rupa tapi rupanya keramahan mereka tidak berubah sebagai urang-sunda yang serasa pas dengan slogannya “Gemah Ripah Repeh Rapih” yang artinya Makmur Sentosa Sederhana Rapi. Mereka -- seluruh staff -- mendedikasikan untuk menghibur para peserta selepas menyelesaikan agenda rapat di hari kedua itu.

Tidak ketinggalaan pula “sumbangan vocal” oleh Pak Iskandar yang meskipun merasa bukan ahlinya ikut menyemarakkan suasana malam yang dingin diguyur gerimis itu. Ada juga band dadakan yang beranggotakan duo Pak Hendi (organ) - Pak Budi (vocal) yang meskipun beberapa lagunya sempat berakhir pada “missing lyrics” namun menambah rasa kagum bagi para audience. Dan terakhir, grup band dadakan pula yang beranggotakan Pak Hasto (gitar), Pak Hendi (bas) dan Pak Hendro (organ) mengiringi para “penyanyi” silih berganti. Yang terakhir ini meskipun iramanya tidak jelas arahnya tapi mampu melupakan gojlokan rapat khususnya yang berlangsung di hari pertama bagi peserta khususnya yang kepala cabang.

Rekomendasi RTM-6

Ada 3 rekomendasi yang dihasilkan dalam rapat tinjauan kali ini untuk dilaksanakan, yaitu :

1. Optimalisasi, berupa identifikasi area industri, memperbesar market-share dan penempatan wakil di area potensial.
2. Sell the House, penawaran seluruh produk Iska Niaga Group dan kalau memungkinkan jalankan bisnis baru.
3. Ekspansi, berupa pembukaan cabang-cabang baru seperti Makassar, Batam dan Bitung.

Akhirnya, baik rekomendasi maupun diskusi-diskusi bermuara pada sebuah komitmen : KOMITMEN UNTUK SUKSES yang berwujud :
H a r a p a n
A f i r m a s i **)
B e k e r j a, dan
B e r d o ’ a
Jakarta, 23 Desember 2008
Jaerony Setyadhi
Catatan :

*) CAGR : Compound Annual Growth Rate, lihat definisinya di www.investopedia.com/terms/c/cagr.asp
**) Afirmasi adalah pernyataan terbuka untuk menstimulasi otak kita.
Afirmasi Iska Niaga Darma Group :


Hari ini…
Saya bekerja sungguh-sungguh dan ikhlas
Saya yakin akan luasnya rizki ilahi
Saya berkarya terbaik
Saya menolong sesama
Saya hidup sebagai IbadahAmien

Wednesday, December 3, 2008

MELIHAT PELAKSANAAN AUDIT INTERNAL

Adanya keinginan manajemen untuk memberdayakan Para Auditor termasuk keinginan agar auditor bekerja dengan sesungguhnya sesuai dengan standar-standar yang menjadi acuan (minimal ISO 9001:2000 dan ISO 19011:2002), memiliki kompetensi (kemampuan mengaudit) serta menunggu realisasi dari komitmen manajemen tentang pemberdayaan tersebut mengusik saya untuk membuat tulisan ini sebagai bahan wacana kita bersama.

Adapun respon terhadap komitmen itu berbentuk pada improvisasi pelaksanaan audit di lapangan. Jika di waktu-waktu yang lalu proses audit sepertinya berjalan searah yaitu persepsi auditor yang ditujukan melulu pada auditee, maka kali ini auditee diberi kesempatan menilai auditor apakah mereka memiliki kecukupan kemampuan sebagaimana yang ditetapkan dalam parameter penilaian, yaitu :

(a). kompetensi (kemampuan mengaudit)
(b). manajemen waktu
(c). kemampuan komunikasi / investigasi
(d). sopan santun, dan
(e). manfaat temuan bagi divisi bersangkutan

Parameter (a), (c), dan (e) merefleksikan knowledge dan skill yang dimiliki auditor sementara parameter (d) dan (b) dikenal sebagai personnel attributes.

Secara keseluruhan pada saat pelaksanaan audit internal tanggal 25 s/d 28 November 2008, manajemen terhadap waktu boleh dibilang payah baik dari sisi auditee maupun dari sisi auditor. Para kepala divisi terkesan tidak membebaskan (para) staff yang ditunjuk sebagai auditee (pihak yang mewakili divisi untuk diaudit) untuk segera menyediakan waktunya begitu auditor tiba di tempat audit.

Di sisi lain, tim audit yang pada umumnya enggan mengaudit di hari pertama masih saja mengulur waktu pelaksanaan sehingga di rapat penutupan (closing meeting) masih belum bisa melaporkan hasil auditnya. Penguluran waktu oleh para auditor inipun kelihatannya antara lain “kurang dibebaskannya” mereka dari tugas sehari-hari.

Mengenai komentar Auditee dalam mengevaluasi kinerja auditor berikut beberapa tanggapannya :

“Cukup bagus dalam mengaudit dan cukup menguasai alur kerja”
“Kurang memahami prosedur yang ada sehingga pertanyaan cenderung melebar”
“Menguasai ruang lingkup divisi yang diaudit dan jeli dalam investigasi terhadap bukti audit”
“Bisa memberikan masukan tambahan buat perubahan yang dibutuhkan”
“Cara menyampaikan pertanyaan dalam mengaudit sangat baik”
“Lugas, tegas, dan dapat dipercaya”
“Kemampuan terhadap ruang lingkup pekerjaan auditee masih perlu ditingkatkan”
“Ketepatan waktu pelaksanaan audit seharusnya diperhatikan”
“Perlu peningkatan kualitas auditor secara kontinyu”
“Penyampaian / komunikasi dengan auditee baik”
“Teliti dalam mengaudit”
“Terlalu aktif, terkesan mencari-cari kesalahan”
“Pemahaman standar masih harus ditingkatkan”
“Baik dan teratur dalam meneliti file-file yang diaudit”

Bagi para auditor, tentunya masing-masing bisa menilai apakah dirinya termasuk yang dikomentari positif ataukah malah negatif. Memang, penilaian tersebut tidak terlepas dari persepsi subjektif maupun objektif dari auditee. Bagi auditee yang menguasai betul standar yang menjadi acuan, tujuan serta teknik audit maka penilaian subjektif akan sedikit berkurang. Untuk sebaliknya, maka penilaian cenderung menjadi subjektif.

Kemudian dari pantauan lapangan masih saja ada staf yang “kabur-kaburan” saat dilakukannya audit. Mereka adalah yang rencananya ditunjuk sebagai auditee oleh kepala divisinya tapi pada waktu yang ditentukan tidak di tempat, entah itu “tugas luar”, “sakit”, “masih banyak tugas” dan sebagainya. Sehingga timbul kesan bahwa di area tertentu si fulan menjadi “langganan” sebagai auditee.

Melihat dari fenomena tersebut, pemahaman standar baik ISO 9001:2000 maupun ISO 19011:2002 sangat dibutuhkan baik oleh auditor maupun auditee sehingga keterlibatan seluruh elemen organisasi dalam penerapan sistem ini menjadi prinsip yang benar-benar dapat diterapkan. Singkatnya, sistem manajemen mutu (SMM) berlaku untuk keseluruhan level organisasi tanpa kecuali.

Dengan gambaran sekilas seperti tersebut di atas maka sekali lagi pemahaman dan persepsi terhadap standar masih sangat dibutuhkan oleh kita semua tanpa kecuali. Sejalan dengan hal ini maka budaya mutu yang menjadi ruh dari penerapan SMM ini termasuk dalam rangka membangun mental yang positif dari segenap elemen menjadi hal yang perlu dibenahi.

Jaerony Setyadhi
(Management Representative)