Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Wednesday, October 22, 2008

EKSPOR TURUN, 40 FORWARDER DI JATENG TUTUP USAHA

Rabu, 22/10/2008 00:45 WIB
SEMARANG: Sedikitnya 40 anggota Gabungan Freight Forwarder dan Expedisi Indonesia (Gafeksi) Jawa Tengah menutup usahanya akibat sepi order, sementara permintaan pembatalan dokumen ekspor di Bea dan Cukai Semarang terus meningkat.
Ketua Gefeksi Jateng Soejanto mengatakan volume ekspor-impor dari Jateng ke berbagai negara di Asia dan Eropa dalam tiga bulan terakhir turun drastis hingga lebih dari 50%.
"Jumlah anggota Gafeksi di Jateng saat ini mencapai 222 perusahaan, 40 perusahaan di antaranya berhenti beroperasi, ke depan diprediksi akan lebih banyak," katanya kepada Bisnis, kemarin.
Menurut Soejanto, penurunan daya beli masyarakat di negara tujuan ekspor sejak krisis keuangan global tecermin dari penundaan pengiriman, meski kontrak ekspor sudah ditandatangani.
Dia menuturkan penundaan pengiriman itu merugikan penyelenggara jasa pengiriman karena semua biaya penyelesaian dokumen dibayar dulu oleh forwarder.
"Penundaan pengiriman ini membuat modal kami mandek karena biaya penyelesaian dokumen baru bisa ditagihkan ketika barang sudah terkirim," ujarnya.
Selain itu, banyaknya perusahaan forwarder asing yang beroperasi di wilayah tersebut semakin menekan pengusaha lokal di tengah ketatnya persaingan usaha.
Sebelum krisis, Soejanto memberikan gambaran, volume jasa penyelesaian dokumen ekspor dan impor di perusahaannya bisa di atas 300 peti kemas per bulan, tetapi sejak tiga bulan terakhir turun menjadi 50-60 peti kemas.
"Kondisi ekonomi saat ini lebih berat dibandingkan dengan krisis moneter 1998, karena waktu itu dolar AS tinggi, namun permintaan luar negeri juga tinggi, jadi menguntungkan eksportir Indonesia. Sekarang semuanya turun," ujarnya.
Direktur PT Indo Samudra Perkasa Abdul Azis mengatakan pihaknya kini hanya bisa bertahan, meski dengan keuntungan yang minim serta melobi pihak lain untuk negosiasi harga.
Perusahaan forwarder yang dominan melayani pengiriman furnitur ke berbagai negara di Eropa ini mengalami penurunan hingga 83% dibandingkan dengan sebelum krisis. Dalam sebulan, pengiriman biasanya mencapai 30 peti kemas, tetapi kini tinggal 5 peti kemas.
"Kami ini tidak bisa bermain sendiri, untuk mengirim dan mengangkut barang, kami subkontrakkan kepada usaha pelayaran, pihak Terminal Peti Kemas Semarang dan pihak lain, sementara yang kami pungut ini hanya jasa pengurusan dokumen," tuturnya.
Dia menambahkan dalam situasi seperti ini bertahan dengan keuntungan di bawah 10% saja sudah prestasi luar biasa.
Pembatalan
Sementara itu, pembatalan dokumen ekspor di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe A1 Tanjung Emas Semarang terus bertambah.
Pada Oktober 2008, sampai dengan minggu ketiga sedikitnya 25 eksportir menyampaikan permintaan pembatalan. (lihat table)
"Penyebabnya rata-rata sama, yaitu buyer mereka membatalkan pembelian secara mendadak," kata Kepala KPPBC Tipe A1 Tanjung Emas Beatus Hasibuan.
Menurut dia, mayoritas yang dibatalkan pengirimannya adalah tekstil dan produk tekstil (TPT) dan mebel mengingat kedua komoditas tersebut merupakan andalan ekspor Jateng selama ini.
Beberapa eksportir bahkan terpaksa menderita kerugian dua kali, karena telanjur telah mengirimkan barang ke pelabuhan dan terpaksa menariknya kembali.
Sebenarnya, menurut Beatus, kecenderungan naiknya angka pembatalan ekspor sudah terjadi sejak terjadi krisis perumahan di AS setahun terakhir. "Biasanya pembatalan ekspor hanya berkisar 1-4 berkas per bulan," ujarnya.
Kantor pelayanan kepabeanan rata-rata menerima sekitar 100-300 dokumen ekspor per hari.
Hery Setiyanto, pemilik Citra Jepara Furniture eksportir mebel, mengaku penurunan pesanan ekspor sebenarnya mulai dirasakan sejak krisis kredit perumahan di AS setahun belakangan ini. (k42/k44)
"Order ke AS memang banyak berkurang. Utamanya untuk produk kelas menengah bawah yang pesanannya menurun sampai 50%. Kalau produk kelas atas atau yang istimewa turunnya sekitar 10%-20%," paparnya.
Penurunan pesanan tersebut, menurutnya disebabkan oleh banyaknya toko mebel di AS berskala kecil yang gulung tikar karena sepi pembeli.
"Bahkan setidaknya 50% pengrajin di sentra mebel Jepara sudah gulung tikar. Yang bertahan lebih cenderung mengalihkan pasar ekspor ke negara Asia yang masih stabil," tambahnya.
Namun, menurut dia, krisis ekonomi AS bukan permasalahan tunggal eksportir mebel Indonesia.
Sejak lima tahun terakhir, ekspor mebel dari Indonesia mulai goyah karena belum siap mengantisipasi perubahan mendadak model mebel yang cenderung ke arah modern dan minimalis. (k42/k44)

Oleh Edy Barlianto
Bisnis Indonesia

bisnis.com

URL : http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/transportasi-logistik/1id84638.html