Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Wednesday, March 6, 2013

MERESPON PERLAMBATAN DAN RESIKO EKONOMI GLOBAL


Oleh: Aunur Rofiq, Ketua DPP PPP Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan/Praktisi Bisnis Pertambangan dan Perkebunan

PEREKONOMIAN Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi tahun 2012 diperkirakan dapat mencapai 6,3 persen dan selanjutnya ditahun 2013 diperkirakan meningkat dikisaran 6,3 hingga 6,7 persen. Pertumbuhan tersebut didorong oleh kuatnya permintaan domestik yang ditopang konsumsi rumah tangga dan investasi.

Tekanan inflasi dalam tahun 2012 dan 2013 diperkirakan masih cukup rendah yakni 4,5 plus minus satu persen. Hingga akhir tahun 2012, nilai tukar rupiah bergerak sesuai kondisi pasar dengan intensitas depresiasi yang menurun. Namun pada awal tahun 2013, rupiah melemah akibat neraca perdagangan kita yang defisit.

Dari sisi kinerja perbankan hingga Desember 2012 tetap terjaga dengan penyaluran kredit yang cukup tinggi, seiring tren perkembangan ekonomi yang terus meningkat. Per oktober 2012, kredit tumbuh 22,40% dari Rp 2.028,14 triliun per Oktober 2011 menjadi Rp 2.482,52 triliun per Oktober 2012. Pertumbuhan itu mengangkat rasio antara kredit dan DPK (loan to deposit ratio/LDR) dari 81,03% per Oktober 2011 menjadi 83,78% per Oktober 2012. Dengan demikian LDR perbankan nasional sudah melewati LDR minimal 78% sebagaimana disyaratkan Bank Indonesia untuk menggeber kinerja kredit pada kisaran LDR 78-100%. Dengan LDR minimal 78% berarti ketika suatu bank dapat menghimpun DPK Rp 100 triliun, bank tersebut wajib menyalurkan kredit minimal Rp 78 triliun.

Rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Dengan kondisi perekonomian yang terus tumbuh, terutama konsumsi domestik yang kuat, menyebabkan adanya kegiatan ekonomi sehingga perbankan Indonesia masih memiliki ruang untuk memperkuat laju pertumbuhan kinerjanya. Meski demikian, kinerja perbankan nasional masih beroperasi dalam kondisi yang tidak efisien dimana besaran rasio net interest margin selalu berada diatas 5% yang merupakan angka tertinggi di kawasan Asia. Hal ini menyebabkan sektor perbankan belum optimal berperan sebagai agent of growth bagi perekonomian nasional.

Dengan kondisi fundamental yang cukup baik ini, ketahanan ekonomi ditahun 2013 diperkirakan masih cukup kuat. Meski demikian, terdapat tiga hal penting yang harus diwaspadai oleh pemerintah dalam menghadapi perkembangan ekonomi 2013, yakni:

Pertama, Pada 2013, potensi ancaman krisis dunia masih tetap tinggi yang bersumber pada pemulihan krisis di Zona Eropa dan pelemahan ekonomi Amerika Serikat akibat program pengetatan belanja publik dan kenaikan pajak.

Kondisi ekonomi dan keuangan global masih cenderung melemah akibat berlarutnya pemulihan ekonomi Amerika Serikat dan lambatnya pemulihan krisis Eropa. Rencana pemerintah Amerika Serikat mengatasi masalah fiscal clif dengan menaikkan tarif pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak hingga 600 miliar dollar AS akan berpotensi menimbulkan kontraksi perekonomian Amerika Serikat. Dampaknya akan menimbulkan penurunan daya beli domestik Amerika, sehingga berpotensi melemahkan impor Amerika dan ekspor negara lain ke Amerika termasuk Indonesia.

Potensi destabilitas kawasan terkait dengan konflik kepulauan Senkaku/Diaoyu antara dua kekuatan ekonomi terbesar Asia yaitu Jepang dan China juga menciptakan kekhawatiran baru. Konflik terbuka antara kedua negara sangat dikhawatirkan mengganggu kinerja ekonomi kawasan dan juga Indonesia.
Tanpa adanya solusi diplomasi dan meruncingnya konflik akan mengganggu investasi, perdagangan dan jalur transportasi antar negara-wilayah dalam kawasan Asia Pasifik.

Kedua, efek berantai kedua wilayah ini berpengaruh terhadap sejumlah kinerja ekonomi nasional terutama di sektor perdagangan dan investasi. Sebenarnya pada 2012, perekonomian nasional telah menerima dampak atas pelemahan ekonomi global. Secara akumulatif Januari-November 2012, deficit Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) mencapai 1,33 miliar dollar AS dengan nilai impor mencapai 176.09 miliar dollar AS dan ekspor sebesar 174,76 miliar dollar AS.

Defisit neraca perdagangan kita sudah mulai terasa dampaknya terhadap kestabilan rupiah. Defisit ini bukan semata karena daya saing ekspor kita yang melemah, tetapi juga pangsa pasar ekspor kita yang melemah akibat krisis global.

Ketiga, terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi global ikut mempengaruhi ekspektasi pertumbuhan ekonomi domestik. Beberapa lembaga keuangan dan perbankan telah mengoreksi target pertumbuhan ekonomi pemerintah dari 6,8 persen menjadi sekitar 6,3 persen. Perlambatan ekonomi global berdampak terhadap penurunan harga komoditas internasional sehingga kinerja ekspor ikut menurun. Kinerja ekonomi Indonesia tahun mendatang akan sangat tergantung pada kemampuan memobilisasi kekuatan domestik, yakni konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah dan investasi.

Keempat, pertumbuhan ekonomi yang kita capai masih belum mampu menampung pertumbuhan tenaga kerja baru dan mengentaskan kemiskinan. Meski pertumbuhan ekonomi melahirkan banyak kelas menengah baru, namun kemiskinan dan pengangguran masih tetap tinggi, sehingga masih terjadi ketimpangan distribusi pendapatan antarpenduduk.

Menyadari berbagai kemungkinan tersebut, Pemerintah perlu mengoptimalkan beberapa potensi dan peluang yakni:

Pertama, struktur ekonomi Indonesia yang masih berorientasi pada kekuatan permintaan domestik yang ditopang oleh kinerja sektor UMKM dan informal. Sektor ini telah menunjukkan kemampuannya dalam memberikan andil dalam perekonomian nasional terutama dalam menghadapi krisis.

Kedua, kuatnya fundamental ekonomi Indonesia dengan pasar dan sumber daya alam yang besar masih menjadi daya tarik bagi investasi ke depan, baik PMA maupun PMDN. Meskipun beberapa komoditas berbasis sumber daya alam sekarang ini menghadapi pelemahan permintaan global, namun sektor ini masih mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, iklim investasi yang cenderung membaik, yang diawali dari kenaikan peringkat Indonesia yang telah kembali menjadi investment grade pada awal tahun 2012 lalu. Perbaikan iklim investasi ini membaik sejak terpuruk akibat krisis tahun 1997/98. Investasi telah meningkat baik investasi langsung maupun tidak langsung.

Keempat, sektor perbankan masih cukup kuat dalam menopang perkembangan ekonomi, dimana jumlah dana di lembaga keuangan khususnya perbankan Indonesia yang belum mampu dimanfaatkan sektor riil masih besar. Kelebihan likuiditas inilah yang selama ini terpaksa diserap oleh Bank Indonesia, yang dewasa ini berjumlah sekitar Rp430 triliun.

Tantangan ekonomi global membutuhkan kesiapan kita bersama untuk membuat kebijakan dan strategi antisipatif. Strategi dan arah kebijakan dalam tahun 2013 selain harus memperkuat ketahanan dalam menangkal risiko penularan krisis global terhadap stabilitas makroekonomi dan keuangan Indonesia, juga harus mendorong potensi dan kekuatan perekonomian nasional.

Pemerintah harus terus memonitor dan mempersiapkan langkah-langkah antisipatif-kebijakan untuk memitigasi setiap potensi resiko ancaman eksternal. Semangat Indonesia-Incorporated dalam meminimalisir resiko ekonomi global sangat penting. Sehingga kita dapat mencapai target-target pembangunan baik yang tertuang dalam RPJP, RPJM dan ausmsi APBN 2013.

Dari sisi kebijakan makroekonomi, kebijakan fiskal Pemerintah dan kebijakan moneter Bank Indonesia perlu diarahkan untuk dapat menstimulus perekonomian khususnya dari sisi permintaan dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Dari sisi keseimbangan fiscal, meski defisit anggaran dan utang masih cukup aman, tetapi beban subsidi BBM yang terus membengkak bisa mengurangi fleksibilitas pengelolaan fiskal.

Proporsi defisit/PDB dan utang Indonesia masih pada zona aman. Pemerintah dan DPR telah menyepakati defisit anggaran terhadap PDB pada 2013 sebesar 1.65 persen dan dibawah rule of thumb standar aman sebesar 3 persen. Sementara rasio utang terhadap PDB berada pada lebel 25 persen. Proporsi ini perlu terus kita jaga dan pertahankan untuk menciptakan fundamental ekonomi yang semakin kuat. Sekaligus juga sebagai antisipasi terhadap setiap external-shock kepada kesehatan belanja dan fiskal Indonesia pada 2013.
Sementara itu, dari sisi kebijakan sektoral dan struktural, peningkatan investasi dan kapasitas perekonomian untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi penawaran perlu dilakukan melalui percepatan berbagai program yang selama ini telah dicanangkan untuk peningkatan investasi dan infrastruktur, khususnya dalam Master Plan untuk Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).(*)



No comments: