Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N

Thursday, August 16, 2007

Efisiensi Pelabuhan Dorong Daya Saing

14 Agustus 2007

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Kelancaran arus barang di pelabuhan, terutama Tanjung Priok, adalah syarat mutlak untuk meningkatkan daya saing nasional dalam jaringan produksi global.

"Namun target itu akan sia-sia jika tidak dibarengi kesungguhan dalam merealisasikan kelancaran arus barang di pelabuhan," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi dalam dialog terbatas Menata Sistem Arus Barang dan Dokumen di Pelabuhan Tanjung Priok, pekan lalu.

Pelabuhan Tanjung Priok, kata dia, berperan penting dalam meningkatkan daya saing tersebut, kendati tudingan dan sorotan atas lambannya kinerja operator pelabuhan itu masih saja bergulir.
Hal ini, menurut dia, tak lain karena peran Tanjung Priok sebagai pelabuhan terbesar di Indonesia, di mana lebih dari 50% pengapalan ekspor impor melalui pelabuhan tersebut.

Di pelabuhan itu juga terdapat dua operator terminal peti kemas terbesar, yakni PT Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan volume produktivitas per tahun rata-rata 1,6 juta TEUs, dan Termial Petikemas (TPS) Koja mencapai 600.000 TEUs per tahun.

Sayangnya, lanjut Anwar, hingga saat ini Tanjung Priok masih menyimpan segudang persoalan, a.l. tata ruang yang belum terintegrasi dengan kepentingan bisnis kepelabuhanan, akses jalan yang semrawut, infrastruktur dan peralatan yang kurang memadai, serta minimnya pemanfaatan teknologi informasi.

Berbagai persoalan itu diyakini sebagai salah satu penyebab munculnya ketidaklancaran arus barang yang efeknya menimbulkan biaya tinggi di pelabuhan.

Biaya tinggi
Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, kontribusi biaya transportasi dan distribusi barang saat ini mencapai 18% terhadap harga produk manufaktur.

Bahkan, jika dilihat dari harga kebutuhan pokok dan pertanian di pasar, biaya untuk transportasi dan distribusi barang mencapai 38% dari harga tersebut.

"Jelas angka ini terlalu tinggi dan akhirnya konsumen di dalam negeri yang paling terbebani, sementara untuk bersaing di tingkat global, produk kita tak mampu berkompetisi."

Jadi, lanjut Anwar, tidak ada cara lain, kelancaran distribusi menjadi kunci dalam kompetisi perdagangan global, di mana kelancaran penanganan barang di pelabuhan merupakan salah satu bagian terpenting dalam mata rantai tersebut.

Pembiaran terhadap kondisi ini, kata Dirjen Bea Cukai, akan menyebabkan daya saing produk nasional semakin merosot di pasar internasional, selain produk nasional makin digerogoti oleh produk negara lain yang lebih efisien dan berdaya saing tinggi.

Berdasarkan Word Competitiveness Yearbook 2007 yang diterbitkan International Institute for Management Development (IMD), peringkat daya saing produk Indonesia tahun ini berada di urutan ke-54 dari 55 negara yang disurvei lembaga tersebut. Padahal pada 2006, Indonesia masih menempati urutan ke-52 dan urutan ke 50 pada 2005.

Di bidang kepelabuhanan, dalam kajian Bank Dunia yang dirilis pada 2004, tingkat efisiensi pelabuhan di Indonesia berada pada urutan keempat terbawah di dunia, setelah Vietnam, Filipina, dan Peru. (k1)

No comments: