Untuk menggairahkan arus ekspor-impor barang dan merangsang
peluang bisnis, Indonesia mengembangkan salah satu fasilitasi perdagangan
berupa instrumen kepabeanan untuk melakukan ekspor/impor sementara yang disebut
ATA Carnet.
Pemerintah
telah menunjuk Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sebagai lembaga yang
berwenang untuk menerbitkan perijinan ATA Carnet.
“ATA Carnet merupakan fasilitas ekspor/impor sementara yang memungkinkan
pergerakan barang lintas batas tanpa pengenaan bea masuk dan pajak, dengan
menggunakan satu dokumen pemasukan (Ata Carnet) yang berlaku internasional
sebagai pengganti dokumen pabean nasional dan dijamin oleh rantai jaminan
internasional,” terang Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal
dan Publik, Hariyadi B. Sukamdani di Menara Kadin Jakarta,Senin (1/6).
ATA Carnet, kata dia, dapat digunakan untuk barang-barang pameran, alat-alat
profesional, barang contoh (sampel) komersial, barang/alat operasi pabrik,
barang/alat pendidikan-ilmu pengetahuan-budaya, alat olahraga, hinga
barang/alat untuk tujuan kemanusiaan (penyelamatan bencana alam), dll.
Menurut Hariyadi, ATA Carnet dapat dimanfaatkan baik oleh individu,
profesional, pengusaha maupun institusi. Dengan sistem ATA Carnet ini kegiatan
ekspor dan impor sementara akan lebih mudah, lebih sederhana, lebih murah dan
lebih cepat daripada melalui proses kepabeanan.
Secara umum ATA Carnet dapat memberikan kemanfaatan, karena penggunaannya dapat
mendorong ekspor, mendorong kegiatan industri, membuka lapangan kerja,
mendorong pertumbuhan ekonomi, dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
Di tempat yang sama, Ketua Indonesia International Chamber of Commerce (ICC)
Noke Kiroyan mengatakan, selama bertahun-tahun sistem ATA Carnet telah menyebar
dari hanya beberapa negara Eropa Barat yaitu di negara-negara industri, lalu
semakin banyak digunakan di negara-negara berkembang.
Lebih dari 178000 ATA Carnet diterbitkan setiap tahunnya, mencakup barang
senilai lebih dari US$ 30 miliar per tahun. Ata Carnet lebih dikenal sebagai
paspor barang.
Noke mengatakan, Indonesia menjadi negara ke 75 yang memberlakukan ATA Carnet
menyusul 3 negara ASEAN lainnya yaitu Singapura, Malaysia dan Thailand yang
telah lebih dulu mengadopsi sistem ini.
“ATA Carnet sangat bagus untuk kegiatan MICE, promosi perdagangan dan
pariwisata utamanya bagi para pelaku bisnis Indonesia yang mengikuti pameran di
luar negeri atau pun sebaliknya, pengusaha luar yang ingin melakukan pameran di
Indonesia.
Hal ini sangat baik pula untuk merangsang peluang bisnis dan juga investasi
yang masuk” ungkap Noke.
Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto menyambut positif dan
mengapresiasi pemerintah dalam penunjukkan Kadin sebagai lembaga yang berwenang
untuk penerbitan ATA Carnet di Indonesia.
Dia mengharapkan agar para pelaku usaha nasional dapat memanfaatkan fasilitas
itu dengan sebaik-baiknya.
“Tentu kita harapkan Kadin akan memberikan layanan yang optimal dan efektif.
Bagi pengusaha, ATA Carnet akan mempermudah dalam administrasi karena
mengurangi banyaknya dokumen tertulis, mengurangi konflik hukum, mengurangi
waktu dan biaya perizinan kepabeanan serta mengurangi resiko.
Kita harapkan pengusaha juga dapat memanfaatkan fasilitas ini dengan baik dan
jujur,” pungkas Suryo.
Sebagaimana diketahui, pada Mei 2015 pemerintah telah resmi memberlakukan
pembebasan bea masuk sementara bagi barang impor maupun ekspor dengan
menggunakan instrumen perdagangan yang dikenal ATA Carnet.
Kebijakan yang termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no. 228 tahun
2014 tersebut, sejatinya berada di bawah kendali Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai (DJBC) selaku eksekutor pemungutan bea masuk dan penerbit dokumen ATA
Carnet.
Adapun di dalam penerbitan ATA Carnet, DJBC bersama Kadin Indonesia akan
berkoordinasi untuk menyeleksi setiap barang yang memenuhi kriteria dalam PMK
no. 386 tahun 2015.
"Kami akan terus seleksi dengan ketat jenis-jenis barang yang bisa
menggunakan dokumen ATA Carnet.
Caranya adalah dengan mengenakan uang jaminan dengan nilai sebesar bea masuk
barang tersebut di negara tujuan, dengan jangka waktu 36 bulan," kata
Hariyadi.
Tak semua dapat
Meski akan menjadi sentimen positif bagi perdagangan domestik, Hariyadi bilang
tak semua barang produk dalam maupun luar negeri akan mendapatkan fasilitas
tersebut.
Ia mengatakan, jenis-jenis barang yang bisa memperoleh pembebasan bea masuk
ekspor-impor sementara hanyalah alat operasi industri, alat pendidikan, alat
olahraga bagi wisatawan, barang untuk tujuan kemanusiaan, serta barang contoh
komersial.
Di samping itu dalam mekanisme penerbitan dokumen ATA Carnet perusahaan juga
akan dikenakan biaya administrasi sebesar Rp 1,5 juta per dokumen untuk mereka
yang tercatat sebagai anggota Kadin, sementara yang bukan akan dibebankan biaya
Rp 2,5 juta per dokumen.
"Kami harap, fasilitas ini bisa mendorong kegiatan penelitian, eksplorasi,
hingga pengiriman sampel-sampel yang didatangkan dari luar negeri untuk
mendukung investasi dan penelitian secara lebih intensif," terang Ketua
Umum Kadin Indonesia, Suryo Bambang Sulisto di tempat yang sama.
Asal tahu, dengan adanya kebijakan pembebasan bea masuk Indonesia menjadi
negara ke-75 di dunia dan negara ke-3 di Asia Tenggara yang telah mengadopsi
kebijakan ATA Carnet.
Berangkat dari hal tersebut, kedepannya Kadin juga harus mematuhi
ketentuan-ketentuan dari International Chamber of Commerce - World Custom
Organization (ICC - WCF) dalam menerbitkan dokumen ATA Carnet.
"Tantangan kedepannya adalah bagaimana memastikan mana pihak yang paling
siap untuk mempertanggungjawabkan dokumen tersebut dan konsistensi dalam
mengikuti rule yang berlaku secara internasional.
Tapi kita akan selalu pantau karena kami yakin hal ini akan berdampak baik bagi
pertumbuhan dunia usaha domestik," pungkas Hariyadi.
Tata cara
ATA Carnet ini merupakan pengganti dokumen pabean nasional yang memungkinkan
pergerakan barang lintas batas tanpa pengenaan bea masuk dan pajak.
Lantas bagaimana pengusaha bisa mendapatkan fasilitas perdagangan tersebut?
Komite Tetap Kepabeanan Kadin Wirawan Sahli mengatakan, untuk mendapatkan
fasilitas tersebut, pengusaha hanya tinggal mengisi formulir yang telah
disiapkan oleh Kadin.
Setelah itu, pengusaha menyerahkan uang jaminan yang dihitung berdasarkan bea
masuk di negara tujuan tersebut.
"Uang jaminan itu berlaku hingga 36 bulan. Jadi kalau barang kembali
(masuk ke Indonesia), uang jaminan akan dikembalikan. Kalau barang tidak
kembali, Bea Cukai tagih ke Kadin di negara tujuan dan mereka akan menagih ke
Kadin di sini (Indonesia)," katanya di Menara Kadin, Jakarta, Senin
(1/6/2015).
Selain uang jaminan, pengusaha juga dimintakan uang administrasi yang
besarannya sekitar Rp1,5 juta untuk anggota Kadin dan Rp2,5 juta untuk anggota
nonKadin.
"Untuk uang jaminan, orang dapat serahkan jaminan di bank atau tunai. Tapi
kalau mau lebih cepat, proses jaminan tunai lebih cepat, tiga hari selesai.
Kalau bank kan harus ada akta bank," tandasnya.
Penyederhanaan birokrasi
Direktur Kepabeanan Internasional Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian
Keuangan, Robert Leonard Marbun mengatakan, sistem ATA Carnet mempunyai titik
berat kepada penyederhanaan birokrasi ekspor dan impor barang-barang untuk
keperluan tertentu yang memang membutuhkan kecepatan proses birokrasi.
"Maraknya Indonesia sebagai lokasi penyelenggaraan pameran internasional.
Selain itu tidak kalah penting juga aturan tersebut dilatarbelakangi untuk
mendorong partisipasi aktif masyarakat Indonesia dalam kegiatan
Internasional," kata Robert, saat peluncuran ATA Carnet, di Menara Kadin
Jakarta, Senin (1/6/2015).
Menuru Robert, Ditjen Bea Cukai siap menerapkan ATA Carnet, dengan melakukan
sosialisasi di kantor pelayanan daerah.
Selain itu Ditjen Bea Cukai juga akan menerbitkan petunjuk pelaksanaan dalam
bentuk Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai.
"Ditjen Bea Cukai telah siap malakukan prosedur ekspor sementara,"
ungkapnya.
Robert menambahkan, untuk menerapkan sistem tersebut, Ditjen Bea Cukai sudah
melakukan studi banding dan penelitian dengan negara yang sudah menerapkan ATA
Carnet.
Selain itu, Ditjen Bea Cukai juga akan melakukan evaluasi setiap enam bulan
atas penerapan sistem tersebut.
"Kalau ada sedikit masalah kami lakukan diskusi, biasanya 6 bulan baru
keliatan, mudah-mudahan tidak ada," tuturnya.
Untuk menjalankan sistem tersebut, Ditjen Bea Cukai akan membuat unit khusus
yang menangani ATA Carnet.
Robert mengakui, penerimaan negara mengalami penurunan atas diberlakukannya
sistem tersebut. Namun, ia tak bisa menyebutkan besaran penurunannya.
"Ada pengurangan ada mungkin tapi kecil. Tepatnya kami belum tahu kami
biasanya pertahun ada evaluasinya," pungkasnya.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ditunjuk pemerintah
menjadi lembaga penerbit paspor arus barang ekspor impor sementara (ATA
Carnet).
Selain sebagai lembaga penerbit, Kadin Indonesia juga menjadi lembaga penjamin.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Moneter Fiskal dan Kebijakan Publik Kadin
Indonesia, Hariyadi B Sukamdani mengatakan, bagi pengusaha ekspor dan impor yang
memiliki ATA Carnet ini maka mereka akan mendapat fasilitas impor dan ekspor
sementara yang memungkinkan pergerakan barang lintas batas tanpa pengenaan bea
masuk dan pajak.
"Setelah empat tahun ATA Carnet diterapkan di Indonesia, akhirnya
keinginan pemerintah dan Kadin untuk mengeluarkarkan ATA Carnet jadi
kenyataan," kata Hariyadi.
Ia menambahkan, penetapan Kadin menjadi penerbit dan penjamin ATA Carnet
tersebut berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 89 Tahun 2014 yang
ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 228/PMK/.04/2014
tentang eskpor sementara dengan ATA Carnet.
"Selanjutnya PMK Nomor 228 ditindak lanjuti dengan PMK Nomor
386/KMK.04/2015 tentang penunjukan Kadin Indonesia sebagai lembaga penerbit dan
penjamin nasional yang akan mengeluarkan ATA Carnet," tuturnya.
Menurutnya, atas dasar tersebut, Kandin Indonesia telah melakukan kesepakatan
dan menyerahkan berbagai dokumen kepada Kadin Internasional atau International
Chamber Of Commercer (ICC).
"Maka sejak 15 Mei 2015 ICC memberitahukan, kepada 74 anggota yang sudah
menerapkan ATA Carnet bahwa Kadin Indonesia telah menjadi lembaga penerbit dan
penjamin yang ke-75," jelasnya.
Untuk diketahui, sistem ATA Carnet merupakan hasil kesepakatan dari Konvensi
ATA di Istanbul pada 30 Juli 1963 dan diotorisasi oleh International Chamber of
Commerce berupa perjanjian perizinan sementara bagi perpindahan sejumlah barang
tanpa membutuhkan surat jaminan, pajak maupun formalitas kepabeanan.
Selain proses perpindahan barang menjadi lebih mudah karena prosedurnya cukup
sederhana, juga akan menjadi lebih murah karena menghilangkan beban kewajiban
pembayaran Value Added Tax pada setiap kali memindahkan sebuah barang dari satu
negara ke negara lainnya.