Oleh:
Aunur Rofiq, Ketua DPP PPP Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan/Praktisi Bisnis
Pertambangan dan Perkebunan
PEREKONOMIAN
Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2012 diperkirakan dapat mencapai 6,3 persen dan
selanjutnya ditahun 2013 diperkirakan meningkat dikisaran 6,3 hingga 6,7
persen. Pertumbuhan tersebut didorong oleh kuatnya permintaan domestik yang
ditopang konsumsi rumah tangga dan investasi.
Tekanan
inflasi dalam tahun 2012 dan 2013 diperkirakan masih cukup rendah yakni 4,5
plus minus satu persen. Hingga akhir tahun 2012, nilai tukar rupiah bergerak
sesuai kondisi pasar dengan intensitas depresiasi yang menurun. Namun pada awal
tahun 2013, rupiah melemah akibat neraca perdagangan kita yang defisit.
Dari sisi
kinerja perbankan hingga Desember 2012 tetap terjaga dengan penyaluran kredit
yang cukup tinggi, seiring tren perkembangan ekonomi yang terus meningkat. Per
oktober 2012, kredit tumbuh 22,40% dari Rp 2.028,14 triliun per Oktober 2011
menjadi Rp 2.482,52 triliun per Oktober 2012. Pertumbuhan itu mengangkat rasio
antara kredit dan DPK (loan to deposit ratio/LDR) dari 81,03% per Oktober 2011
menjadi 83,78% per Oktober 2012. Dengan demikian LDR perbankan nasional sudah
melewati LDR minimal 78% sebagaimana disyaratkan Bank Indonesia untuk
menggeber kinerja kredit pada kisaran LDR 78-100%. Dengan LDR minimal 78%
berarti ketika suatu bank dapat menghimpun DPK Rp 100 triliun, bank tersebut wajib
menyalurkan kredit minimal Rp 78 triliun.
Rasio
kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) berada jauh di atas minimum 8% dan
terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%.
Dengan kondisi perekonomian yang terus tumbuh, terutama konsumsi domestik yang
kuat, menyebabkan adanya kegiatan ekonomi sehingga perbankan Indonesia masih
memiliki ruang untuk memperkuat laju pertumbuhan kinerjanya. Meski demikian,
kinerja perbankan nasional masih beroperasi dalam kondisi yang tidak efisien
dimana besaran rasio net interest margin selalu berada diatas 5% yang merupakan
angka tertinggi di kawasan Asia. Hal ini
menyebabkan sektor perbankan belum optimal berperan sebagai agent of growth
bagi perekonomian nasional.
Dengan
kondisi fundamental yang cukup baik ini, ketahanan ekonomi ditahun 2013
diperkirakan masih cukup kuat. Meski demikian, terdapat tiga hal penting yang
harus diwaspadai oleh pemerintah dalam menghadapi perkembangan ekonomi 2013,
yakni:
Pertama,
Pada 2013, potensi ancaman krisis dunia masih tetap tinggi yang bersumber pada
pemulihan krisis di Zona Eropa dan pelemahan ekonomi Amerika Serikat akibat
program pengetatan belanja publik dan kenaikan pajak.
Kondisi
ekonomi dan keuangan global masih cenderung melemah akibat berlarutnya
pemulihan ekonomi Amerika Serikat dan lambatnya pemulihan krisis Eropa. Rencana
pemerintah Amerika Serikat mengatasi masalah fiscal clif dengan menaikkan tarif
pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak hingga 600 miliar dollar AS akan
berpotensi menimbulkan kontraksi perekonomian Amerika Serikat. Dampaknya akan
menimbulkan penurunan daya beli domestik Amerika, sehingga berpotensi
melemahkan impor Amerika dan ekspor negara lain ke Amerika termasuk Indonesia.
Potensi
destabilitas kawasan terkait dengan konflik kepulauan Senkaku/Diaoyu antara dua
kekuatan ekonomi terbesar Asia yaitu Jepang dan China juga menciptakan kekhawatiran
baru. Konflik terbuka antara kedua negara sangat dikhawatirkan mengganggu
kinerja ekonomi kawasan dan juga Indonesia.
Tanpa adanya solusi diplomasi dan meruncingnya konflik akan mengganggu
investasi, perdagangan dan jalur transportasi antar negara-wilayah dalam
kawasan Asia Pasifik.
Kedua,
efek berantai kedua wilayah ini berpengaruh terhadap sejumlah kinerja ekonomi
nasional terutama di sektor perdagangan dan investasi. Sebenarnya pada 2012,
perekonomian nasional telah menerima dampak atas pelemahan ekonomi global.
Secara akumulatif Januari-November 2012, deficit Neraca Perdagangan Indonesia
(NPI) mencapai 1,33 miliar dollar AS dengan nilai impor mencapai 176.09 miliar
dollar AS dan ekspor sebesar 174,76 miliar dollar AS.
Defisit
neraca perdagangan kita sudah mulai terasa dampaknya terhadap kestabilan
rupiah. Defisit ini bukan semata karena daya saing ekspor kita yang melemah,
tetapi juga pangsa pasar ekspor kita yang melemah akibat krisis global.
Ketiga,
terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi global ikut mempengaruhi ekspektasi
pertumbuhan ekonomi domestik. Beberapa lembaga keuangan dan perbankan telah
mengoreksi target pertumbuhan ekonomi pemerintah dari 6,8 persen menjadi
sekitar 6,3 persen. Perlambatan ekonomi global berdampak terhadap penurunan
harga komoditas internasional sehingga kinerja ekspor ikut menurun. Kinerja
ekonomi Indonesia
tahun mendatang akan sangat tergantung pada kemampuan memobilisasi kekuatan
domestik, yakni konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah dan investasi.
Keempat,
pertumbuhan ekonomi yang kita capai masih belum mampu menampung pertumbuhan
tenaga kerja baru dan mengentaskan kemiskinan. Meski pertumbuhan ekonomi
melahirkan banyak kelas menengah baru, namun kemiskinan dan pengangguran masih
tetap tinggi, sehingga masih terjadi ketimpangan distribusi pendapatan
antarpenduduk.
Menyadari
berbagai kemungkinan tersebut, Pemerintah perlu mengoptimalkan beberapa potensi
dan peluang yakni:
Pertama,
struktur ekonomi Indonesia
yang masih berorientasi pada kekuatan permintaan domestik yang ditopang oleh
kinerja sektor UMKM dan informal. Sektor ini telah menunjukkan kemampuannya
dalam memberikan andil dalam perekonomian nasional terutama dalam menghadapi
krisis.
Kedua,
kuatnya fundamental ekonomi Indonesia
dengan pasar dan sumber daya alam yang besar masih menjadi daya tarik bagi
investasi ke depan, baik PMA maupun PMDN. Meskipun beberapa komoditas berbasis
sumber daya alam sekarang ini menghadapi pelemahan permintaan global, namun
sektor ini masih mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Ketiga,
iklim investasi yang cenderung membaik, yang diawali dari kenaikan peringkat Indonesia yang
telah kembali menjadi investment grade pada awal tahun 2012 lalu. Perbaikan
iklim investasi ini membaik sejak terpuruk akibat krisis tahun 1997/98.
Investasi telah meningkat baik investasi langsung maupun tidak langsung.
Keempat,
sektor perbankan masih cukup kuat dalam menopang perkembangan ekonomi, dimana
jumlah dana di lembaga keuangan khususnya perbankan Indonesia yang belum mampu
dimanfaatkan sektor riil masih besar. Kelebihan likuiditas inilah yang selama
ini terpaksa diserap oleh Bank Indonesia,
yang dewasa ini berjumlah sekitar Rp430 triliun.
Tantangan
ekonomi global membutuhkan kesiapan kita bersama untuk membuat kebijakan dan
strategi antisipatif. Strategi dan arah kebijakan dalam tahun 2013 selain harus
memperkuat ketahanan dalam menangkal risiko penularan krisis global terhadap
stabilitas makroekonomi dan keuangan Indonesia, juga harus mendorong
potensi dan kekuatan perekonomian nasional.
Pemerintah
harus terus memonitor dan mempersiapkan langkah-langkah antisipatif-kebijakan
untuk memitigasi setiap potensi resiko ancaman eksternal. Semangat
Indonesia-Incorporated dalam meminimalisir resiko ekonomi global sangat
penting. Sehingga kita dapat mencapai target-target pembangunan baik yang
tertuang dalam RPJP, RPJM dan ausmsi APBN 2013.
Dari sisi
kebijakan makroekonomi, kebijakan fiskal Pemerintah dan kebijakan moneter Bank Indonesia perlu
diarahkan untuk dapat menstimulus perekonomian khususnya dari sisi permintaan
dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Dari sisi
keseimbangan fiscal, meski defisit anggaran dan utang masih cukup aman, tetapi
beban subsidi BBM yang terus membengkak bisa mengurangi fleksibilitas
pengelolaan fiskal.
Proporsi
defisit/PDB dan utang Indonesia
masih pada zona aman. Pemerintah dan DPR telah menyepakati defisit anggaran
terhadap PDB pada 2013 sebesar 1.65 persen dan dibawah rule of thumb standar
aman sebesar 3 persen. Sementara rasio utang terhadap PDB berada pada lebel 25
persen. Proporsi ini perlu terus kita jaga dan pertahankan untuk menciptakan
fundamental ekonomi yang semakin kuat. Sekaligus juga sebagai antisipasi
terhadap setiap external-shock kepada kesehatan belanja dan fiskal Indonesia pada
2013.
Sementara
itu, dari sisi kebijakan sektoral dan struktural, peningkatan investasi dan
kapasitas perekonomian untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi penawaran
perlu dilakukan melalui percepatan berbagai program yang selama ini telah
dicanangkan untuk peningkatan investasi dan infrastruktur, khususnya dalam
Master Plan untuk Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).(*)