Komunitas Perusahaan Pengiriman Barang Pindahan Terbentuk
Satu lagi kelompok atau komunitas bisnis di lingkungan freight forwarding terbentuk. Mereka menamakan kelompoknya sebagai ‘komunitas perusahaan pengirim barang pindahan indonesia’ (Indonesian Movers Community).
Pembentukan kelompok atau komunitas ini ditandai dengan diselenggarakannya musyawarah para anggota perusahaan movers ini pada 30 November 2010 di Graha Iska 165, Jakarta.
Dalam sambutannya, Ketua DPW ALFI (Asosiasi Logistik dan Forwarders Indonesia), Sofyan Pane memberikan respons yang positif.
“Pembentukan kelompok movers ini menambah kelompok-kelompok freight forwarder yang telah ada sebelumnya. Tentu saja tujuannya antara lain untuk memperdalam fokus pada lingkup pekerjaannya mengingat ruang lingkup pekerjaan freight forwarder yang demikian luas,” demikian Sofyan Pane dalam sambutannya sekaligus menandai dibukanya secara resmi musyawarah ini.
Ditambahkannya, kerja sama antar-freight forwarder yang mengkhususkan pada bidang pemindahan barang-barang (movers) juga diharapkan dapat mengantisipasi diberlakukannya masyarakat ekonomi asia (asian economic community) pada tahun-tahun mendatang di mana freight forwarder asing nantinya tidak bisa lagi dibendung dalam memperluas jaringannya di Indonesia.
Dalam musyawarah tersebut terpilih sebagai Ketua Umum adalah Hendratmoko dari PT FPS Movers. Selanjutnya, komunitas ini akan melakukan pertemuan secara berkala untuk membahas hal-hal yang sifatnya strategis yang akan dijadikan masukan bagi organisasi induknya yaitu ALFI / Gafeksi.
Masukan-masukan kepada ALFI / Gafeksi akan diolah menjadi suatu rekomendasi pada rapat pimpinan di awal tahun depan yang nantinya diharapkan didengar oleh pemangku kepentingan khususnya pemerintah mengingat satu-satunya organisasi yang diakui oleh Kadin dan Pemerintah adalah ALFI / Gafeksi. (JS).
Y O U R....V I S I O N....I S....O U R....M I S S I O N
Tuesday, November 30, 2010
Monday, November 29, 2010
PENGELUARAN BARANG DI PRIOK MAKIN LAMBAT
Minggu, 28/11/2010 19:02:43 WIB
Oleh: Aidikar M. Saidi
JAKARTA: Proses pengeluaran barang di pelabuhan sengaja diperlambat oleh sejumlah oknum terkait untuk membengkakkan biaya sehingga sulit mempercepat pengeluaran barang dari pelabuhan.
Dirut PT Pelabuhan Indonesia II Richard Jose Lino menegaskan pelayanan di pelabuhan perlu direvitalisasi karena sudah kronis. Pelindo mengaku kesulitan mempersingkat proses pengeluaran barang termasuk menekan dwelling time peti kemas impor dari 5 hari menjadi 3 hari,
“Dwelling time itu sulit ditekan karena ada dugaan dipermainkan oleh perusahaan ekspedisi untuk mendapatkan keuntungan dari kelebihan cost dengan alasan selalu mengkambinghitamkan proses dokumen di Bea Cukai lamban,” ujarnya kepada Bisnis hari ini.
Padahal, lanjut dia, dari data total arus dokumen barang impor melalui Pelabuhan
Tanjung Priok 80% adalah masuk jalur prioritas dan jalur hijau, hanya 20% yang masuk jalur merah. Artinya 80% barang impor itu tidak dilakukan pemeriksaan fisik oleh Bea Cukai di pelabuhan seharusnya peti kemas impor bisa segera mendapatkan surat perintah pengeluaran (SP2) dari Bea Cukai.
Dirjen Bea Cukai Thomas Sugijata menambahkan proses dokomen untuk jalur prioritas sudah mencapai target yakni hanya butuh waktu rata-rata 20 menit dan untuk jalur hijau 30 menit.
“Proses dokumen untuk jalur prioritas dan jalur hijau sudah mencapai target waktu, hanya untuk jalur merah memang butuh waktu karena harus dilakukan pemeriksaan fisik,” tuturnya.
Dia mengakui untuk menekan dwlling time peti kemas impor di Pelabuhan Tanjung Priok Bea Cukai dan PT Pelabuhan Indonesia II sudah duduk bersama untuk mencari solusinya.
Ketua Gabungan Forwarder Ekspedisi dan Logistik Indonesia (Gafeksi) DKI Sofyan Pane ketika dikonfirmasikan hal tersebut mebantah keras tidak mungkin perusahaan ekspedisi sengaja menimbun barang impor itu dipelabuhan untuk mencari keuntungan kelebihan cost.
“Perusahaan ekspedisi itu selalu berkerja di pelabuhan bagaimana mempercepat pelayanan barang sampai kepada consignee atau penerima barang,” tegasnya.
Sebab, kata dia, ekspedisi bersaing ketat untuk mendapat order dan bagi perusahaan yang tidak mampu melayani dengan cepat sudah dipastikan order akan berpindah dan ditinggalkan pemilik barang.
Dia meminta PT Pelindo II tidak menuding perusahaan ekspedisi untuk menutup kelemahan dari pelayanan pelabuhan akibat keterbatasan alat dan fasilitas serta SDM pelabuhan yang kurang trampil. (arh)
Sumber: web.bisnis.com
Oleh: Aidikar M. Saidi
JAKARTA: Proses pengeluaran barang di pelabuhan sengaja diperlambat oleh sejumlah oknum terkait untuk membengkakkan biaya sehingga sulit mempercepat pengeluaran barang dari pelabuhan.
Dirut PT Pelabuhan Indonesia II Richard Jose Lino menegaskan pelayanan di pelabuhan perlu direvitalisasi karena sudah kronis. Pelindo mengaku kesulitan mempersingkat proses pengeluaran barang termasuk menekan dwelling time peti kemas impor dari 5 hari menjadi 3 hari,
“Dwelling time itu sulit ditekan karena ada dugaan dipermainkan oleh perusahaan ekspedisi untuk mendapatkan keuntungan dari kelebihan cost dengan alasan selalu mengkambinghitamkan proses dokumen di Bea Cukai lamban,” ujarnya kepada Bisnis hari ini.
Padahal, lanjut dia, dari data total arus dokumen barang impor melalui Pelabuhan
Tanjung Priok 80% adalah masuk jalur prioritas dan jalur hijau, hanya 20% yang masuk jalur merah. Artinya 80% barang impor itu tidak dilakukan pemeriksaan fisik oleh Bea Cukai di pelabuhan seharusnya peti kemas impor bisa segera mendapatkan surat perintah pengeluaran (SP2) dari Bea Cukai.
Dirjen Bea Cukai Thomas Sugijata menambahkan proses dokomen untuk jalur prioritas sudah mencapai target yakni hanya butuh waktu rata-rata 20 menit dan untuk jalur hijau 30 menit.
“Proses dokumen untuk jalur prioritas dan jalur hijau sudah mencapai target waktu, hanya untuk jalur merah memang butuh waktu karena harus dilakukan pemeriksaan fisik,” tuturnya.
Dia mengakui untuk menekan dwlling time peti kemas impor di Pelabuhan Tanjung Priok Bea Cukai dan PT Pelabuhan Indonesia II sudah duduk bersama untuk mencari solusinya.
Ketua Gabungan Forwarder Ekspedisi dan Logistik Indonesia (Gafeksi) DKI Sofyan Pane ketika dikonfirmasikan hal tersebut mebantah keras tidak mungkin perusahaan ekspedisi sengaja menimbun barang impor itu dipelabuhan untuk mencari keuntungan kelebihan cost.
“Perusahaan ekspedisi itu selalu berkerja di pelabuhan bagaimana mempercepat pelayanan barang sampai kepada consignee atau penerima barang,” tegasnya.
Sebab, kata dia, ekspedisi bersaing ketat untuk mendapat order dan bagi perusahaan yang tidak mampu melayani dengan cepat sudah dipastikan order akan berpindah dan ditinggalkan pemilik barang.
Dia meminta PT Pelindo II tidak menuding perusahaan ekspedisi untuk menutup kelemahan dari pelayanan pelabuhan akibat keterbatasan alat dan fasilitas serta SDM pelabuhan yang kurang trampil. (arh)
Sumber: web.bisnis.com
Tuesday, November 23, 2010
BIAYA TRANSPORTASI RI TINGGI
20 November 2010
Buruknya infrastruktur yang disertai banyaknya pungutan liar (pungli), mengakibatkan ongkos transportasi logistik di Indonesia terbilang mahal. Karena itu, tak heran jika Indonesia menjadi negara high cost untuk ongkos transportasi logistik.
"Adanya perda (peraturan daerah) di sebagian besar kota/kabupaten Jawa Barat saja, menjadi kontradiktif dengan keinginan pemerintah pusat.
Pusat melalui peraturannya ingin menekan biaya rendah, sementara tingkat teknis berbenturan dengan perda yang meminta pembiayaan lebih," ungkap Kepala Logistics and Supply Chain Center (Logic) Universitas Widyatama (Utama), Setijadi, saat jumpa pers kegiatan "Membangun Sistem Pergudangan dan Transportasi untuk Peningkatan Daya Saing Perusahaan dan Nasional" di kampus Utama, Jln. Cikutra, Kamis (18/11).
Perda tersebut, kata Setijadi, berhubungan langsung dengan peraturan mengenai arus barang.
Perda tersebut secara langsung menghambat arus barang karena ada pembiayaan/penekanan cost untuk setiap alat angkutan logistik yang masuk ke wilayah tersebut.
"Tentunya kota/kabupaten ini alasannya adalah dengan mengejar PAD (pendapatan asli daerah).
Namun, hal ini malah merugikan pelaku bisnis karena naiknya pembiayaan terutama di bidang transportasi," tuturnya.
Kemudian pada transportasi darat, menurut Setijadi, para pelaku industri seringkali menghadapi berbagai kendala.
Seperti misalnya jaringan dan kualitas serta daya dukung beban rel kereta api.
Sedangkan kendala transportasi laut meliputi jumlah pelabuhan, kondisi fisik pelabuhan, dan fasilitas yang minim. Di transportasi udara, kendalanya antara lain kurangnya bandara kargo, kondisi fisik dan fasilitas bandara.
Permasalahan lainnya dalam sistem transportasi, adalah dengan munculnya biaya ekstra.
Hal ini terlihat jelas dari indikasi praktik suap di jembatan timbang yang berdampak pada pelanggaran pembatasan beban atau muatan kendaraan.
Pungutan liar juga terjadi pada simpul maupun jalur transportasi.
"Padahal adanya praktik suap ini berpotensi terhadap kerusakan jalan dan tingkat kecelakaan.
Jika seharusnya pengiriman barang bisa ditempuh dalam waktu 1 jam, dengan jalan rusak, kemudian macet, tentu memakan waktu lama," terangnya.
(Galamedia)
Sumber : www.gafeksi.com
Buruknya infrastruktur yang disertai banyaknya pungutan liar (pungli), mengakibatkan ongkos transportasi logistik di Indonesia terbilang mahal. Karena itu, tak heran jika Indonesia menjadi negara high cost untuk ongkos transportasi logistik.
"Adanya perda (peraturan daerah) di sebagian besar kota/kabupaten Jawa Barat saja, menjadi kontradiktif dengan keinginan pemerintah pusat.
Pusat melalui peraturannya ingin menekan biaya rendah, sementara tingkat teknis berbenturan dengan perda yang meminta pembiayaan lebih," ungkap Kepala Logistics and Supply Chain Center (Logic) Universitas Widyatama (Utama), Setijadi, saat jumpa pers kegiatan "Membangun Sistem Pergudangan dan Transportasi untuk Peningkatan Daya Saing Perusahaan dan Nasional" di kampus Utama, Jln. Cikutra, Kamis (18/11).
Perda tersebut, kata Setijadi, berhubungan langsung dengan peraturan mengenai arus barang.
Perda tersebut secara langsung menghambat arus barang karena ada pembiayaan/penekanan cost untuk setiap alat angkutan logistik yang masuk ke wilayah tersebut.
"Tentunya kota/kabupaten ini alasannya adalah dengan mengejar PAD (pendapatan asli daerah).
Namun, hal ini malah merugikan pelaku bisnis karena naiknya pembiayaan terutama di bidang transportasi," tuturnya.
Kemudian pada transportasi darat, menurut Setijadi, para pelaku industri seringkali menghadapi berbagai kendala.
Seperti misalnya jaringan dan kualitas serta daya dukung beban rel kereta api.
Sedangkan kendala transportasi laut meliputi jumlah pelabuhan, kondisi fisik pelabuhan, dan fasilitas yang minim. Di transportasi udara, kendalanya antara lain kurangnya bandara kargo, kondisi fisik dan fasilitas bandara.
Permasalahan lainnya dalam sistem transportasi, adalah dengan munculnya biaya ekstra.
Hal ini terlihat jelas dari indikasi praktik suap di jembatan timbang yang berdampak pada pelanggaran pembatasan beban atau muatan kendaraan.
Pungutan liar juga terjadi pada simpul maupun jalur transportasi.
"Padahal adanya praktik suap ini berpotensi terhadap kerusakan jalan dan tingkat kecelakaan.
Jika seharusnya pengiriman barang bisa ditempuh dalam waktu 1 jam, dengan jalan rusak, kemudian macet, tentu memakan waktu lama," terangnya.
(Galamedia)
Sumber : www.gafeksi.com
Thursday, November 18, 2010
INDUSTRI LOGISTIK DI INDONESIA
Industri logistik di Indonesia saat ini masih dikuasai perusahaan asing. Untuk meningkatkan daya saing pemain lokal, maka pemain asing dan lokal harus diseimbangkan untuk meningkatkan Sistem Logistik.
Hal tersebut disampaikan Menko Perekonomian Boediono di Gedung Depkeu, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta.
"Memang kebanyakan asing, ada pilihan keseimbangan untuk kecepatan mengirim dan memasukkan barang, ini penting bagi eksportir jangan sampai seluruhnya kita bergantung pada asing terus, harus ada keseimbangan antara efisiensi dan pengendali," ujarnya.
Kalangan usaha melihat belum tersentuhnya industri (Industri Pertambangan) ini dengan aturan yang jelas membuat pemain lokal tidak kompetitif dengan perusahaan asing. Kamar Dagang Industri pun meminta pemerintah dan DPR membuat UU khusus mengenai logistik.
"Maksudnya kita tidak kompetitif jika dibandingkan dengan negara lain, karena tidak ditata dengan baik, itu kan menyangkut distribusi. Dan kita kan negara kepulauan, kalau tidak diatur dengan baik, produk kita menjadi mahal, sampai ke konsumen jadi mahal. Logistik itu adalah pergerakan keluar dari pabrik sampai konsumen akhir yang menggunakan, dari mulai ujung dunia manapun sampai dalam negeri," ujar Wakil Ketua Kadin Chris Kanter di tempat sama.
Kadin pun sudah meminta pemerintah memasukkan UU logistik ini dalam revisi paket kebijakan mengenai iklim investasi dalam Inpres No 6 Tahun 2007.
Alasan Kadin meminta sektor logistik (Design Pameran) dimasukkan ke dalam Inpres 6 itu adalah karena logistik hal yang penting khususnya untuk distribusi dan di Indonesia komponen usaha yang paling besar adalah biaya logistik.
"Kalau prinsip-prinsip yang selama ini, menjadi tarik-menarik bahwa Kadin tidak keberatan logistik itu 95 persen oleh asing, sekarang 49 persen karena memang dari dulu sudah 95 persen, kita setuju. Tetapi untuk domestik seperti tracking, pergudangan, darat, warehouse, semua mesti perusahaan nasional," tambahnya
detikfinance.com
http://kamissore.blogspot.com/2009/09/industri-logistik-di-indonesia.html
Hal tersebut disampaikan Menko Perekonomian Boediono di Gedung Depkeu, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta.
"Memang kebanyakan asing, ada pilihan keseimbangan untuk kecepatan mengirim dan memasukkan barang, ini penting bagi eksportir jangan sampai seluruhnya kita bergantung pada asing terus, harus ada keseimbangan antara efisiensi dan pengendali," ujarnya.
Kalangan usaha melihat belum tersentuhnya industri (Industri Pertambangan) ini dengan aturan yang jelas membuat pemain lokal tidak kompetitif dengan perusahaan asing. Kamar Dagang Industri pun meminta pemerintah dan DPR membuat UU khusus mengenai logistik.
"Maksudnya kita tidak kompetitif jika dibandingkan dengan negara lain, karena tidak ditata dengan baik, itu kan menyangkut distribusi. Dan kita kan negara kepulauan, kalau tidak diatur dengan baik, produk kita menjadi mahal, sampai ke konsumen jadi mahal. Logistik itu adalah pergerakan keluar dari pabrik sampai konsumen akhir yang menggunakan, dari mulai ujung dunia manapun sampai dalam negeri," ujar Wakil Ketua Kadin Chris Kanter di tempat sama.
Kadin pun sudah meminta pemerintah memasukkan UU logistik ini dalam revisi paket kebijakan mengenai iklim investasi dalam Inpres No 6 Tahun 2007.
Alasan Kadin meminta sektor logistik (Design Pameran) dimasukkan ke dalam Inpres 6 itu adalah karena logistik hal yang penting khususnya untuk distribusi dan di Indonesia komponen usaha yang paling besar adalah biaya logistik.
"Kalau prinsip-prinsip yang selama ini, menjadi tarik-menarik bahwa Kadin tidak keberatan logistik itu 95 persen oleh asing, sekarang 49 persen karena memang dari dulu sudah 95 persen, kita setuju. Tetapi untuk domestik seperti tracking, pergudangan, darat, warehouse, semua mesti perusahaan nasional," tambahnya
detikfinance.com
http://kamissore.blogspot.com/2009/09/industri-logistik-di-indonesia.html
Monday, November 1, 2010
KE "PUNCAK", TUJUAN KITA
Pilihan tempat yang biasanya diusulkan pada saat kita akan melakukan refreshing biasanya adalah pergi ke daerah pegunungan atau ke pantai. Daerah “atas” bagi orang Jakarta biasanya adalah Puncak, orang Bandung akan memilih Lembang atau Ciwidey, orang Jawa Tengah akan ke Ambarawa, orang Yogya akan ke Kaliurang, orang Jawa Timur akan ke Malang, orang Bali akan ke Kintamani, orang Medan akan ke Balige, dan sebagainya.
Pilihan pergi ke “atas’ bagi keluarga FPS kelihatannya lebih disukai, satu dan lain hal antara lain untuk sekedar “melupakan sejenak” rutinitas kerja yang dilakukan. Jika pergi ke pantai ingatan pekerjaan akan kembali menyergap kita saat melihat lautan lepas. Kita kembali ingat pada kapal (container) yang melayari lautan, ingat kembali pada skedul pelayaran (sailing schedule), ingat kembali pada proses customs clearance yang sering bermasalah, ingat kembali pada persaingan yang ketat, ingat kembali pada harga jual minus yang jor-joran dan sebagainya.
Oleh karena itu, FPS Jakarta beserta para “vendor” internalnya yaitu : operasional, finance/accounting, dan HRD & GA kembali memilih daerah sekitar Puncak, tepatnya di Cisarua, Bogor sebagai tempat tujuan dalam kegiatan Team Building yang diselenggarakan pada 30-31 Oktober 2010.
Kata “puncak” dengan tanda petik dan huruf P besar pada judul di atas mengandung dua makna sekaligus. Makna tempat yang menjadi area kegiatan tersebut dan makna simbolis yang ditujukan untuk memotivasi kita menuju kinerja tertinggi yang harus diraih dalam menggenapi dan menutup tahun 2010 yang tinggal 2 bulan lagi.
Dalam memberikan sambutan pada acara ini Pak Iskandar menyampaikan beberapa hal yang merupakan hasil dari AGM (Annual General Meeting) Dalian 2010 yang berlangsung pada minggu kedua bulan Oktober 2010 yang lalu, di antaranya adalah :
“Alhamdulillah, AGM 2010 telah memutuskan untuk menggelar pelaksanaan AGM 2011 di Bali. FPS Indonesia telah “mengalahkan” CSS Dubai yang dengan presentasinya mereka menyajikan kecanggihan Dubai yang serba modern, kita mencoba menyajikan keunikan Bali yang telah diakui dunia puluhan tahun itu.
Untuk itu, sebagai tuan rumah nanti, kita harus menunjukkan kinerja terbaik di tahun 2010 yang tinggal 2 bulan lagi dan khususnya di tahun 2011 nanti di hadapan para delegasi FPS Group”, demikian Pak Is.
Memuaskan Customer Internal Kita
Acara yang juga ditujukan untuk mempererat dan lebih memadukan “proses internal” itu diisi oleh game-game dengan tema-tema team-building yang terbagi dalam kelompok-kelompok. Dan ditutup dengan game yang melibatkan seluruh kelompok untuk memecahkan masalah bersama yang diberi nama permainan “egg drop”.
“Dari game yang kita lalui, ternyata sebagai tim (yang terbagi dalam kelompok-kelompok tadi serta “tim besar”, red.), kita mampu menyelesaikannya dengan baik,” kata Wenda, ketua panitia dalam kegiatan ini dalam memberikan kesan-kesannya.
Dalam kaitan dengan proses pada kegiatan kerja kita sehari-hari, kita seyogyanya memahami betul bahwa kita harus senantiasa “memuaskan” customer internal kita. Ambil contoh, misalnya :
Operasional harus memuaskan FPS sebagai customernya.
FPS harus memuaskan Finance/Accounting sebagai customernya (dalam proses penagihan).
Finance/HRG-GA harus memuaskan FPS sebagai customernya (dalam kaitan penyediaan sumber
daya).
Dan sebagainya.
Operasional, FPS, dan Finance/HRD-GA yang disebut pertama dalam kalimat di atas merupakan “vendor-vendor” yang sepanjang mereka mampu memberikan kepuasan kepada “customer”nya masing-masing, niscaya kita, dalam kaitan sebuah proses secara keseluruhan, akan mampu memberikan kepuasan yang tinggi kepada customer luar. Dan, kinerja puncak yang diharapkan menjadi keniscayaan juga untuk dapat dicapai.
Para vendor tersebut juga dituntut untuk melakukan pengecekan terhadap masukan pekerjaan yang akan diproses lebih lanjut dan memastikan hanya persyaratan yang memenuhi (sufficient requirements) dan masukan yang bermutu (qualified input) saja yang diprosesnya. Kekurangan persyaratan dan masukan yang bermutu rendah harus mampu ditolaknya atau dimintakan perbaikan (request for correction) dalam rangka perbaikan sistem (improving the system) secara keseluruhan.
Evaluasi Kegiatan
Menutup kegiatan 2 hari itu Pak Hendi memberikan sambutan penutupannya, “Kegiatan ini diharapkan memberikan penyegaran dan dapat diterapkan pada kegiatan kerja nanti sebagaimana dalam game-game yang telah dilalui, seluruh anggota kelompok memberikan kontribusi untuk suatu tujuan bersama. Evaluasi kegiatan juga harus dilakukan khususnya kekurangan-kekurangan yang ada dan dilaporkan sebagai bahan acuan di kegiatan yang sama di kemudian hari.”
Tentu saja masih banyak catatan yang tercecer yang tidak sempat terangkum dari kegiatan ini. Peningkatan mutu kegiatan di masa mendatang menjadi dambaan peserta, dan penerapan team-work di tempat kerja menjadi dambaan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam suatu proses kerja, yaitu kita semua.
(Jaeroni Setyadhi)
Pilihan pergi ke “atas’ bagi keluarga FPS kelihatannya lebih disukai, satu dan lain hal antara lain untuk sekedar “melupakan sejenak” rutinitas kerja yang dilakukan. Jika pergi ke pantai ingatan pekerjaan akan kembali menyergap kita saat melihat lautan lepas. Kita kembali ingat pada kapal (container) yang melayari lautan, ingat kembali pada skedul pelayaran (sailing schedule), ingat kembali pada proses customs clearance yang sering bermasalah, ingat kembali pada persaingan yang ketat, ingat kembali pada harga jual minus yang jor-joran dan sebagainya.
Oleh karena itu, FPS Jakarta beserta para “vendor” internalnya yaitu : operasional, finance/accounting, dan HRD & GA kembali memilih daerah sekitar Puncak, tepatnya di Cisarua, Bogor sebagai tempat tujuan dalam kegiatan Team Building yang diselenggarakan pada 30-31 Oktober 2010.
Kata “puncak” dengan tanda petik dan huruf P besar pada judul di atas mengandung dua makna sekaligus. Makna tempat yang menjadi area kegiatan tersebut dan makna simbolis yang ditujukan untuk memotivasi kita menuju kinerja tertinggi yang harus diraih dalam menggenapi dan menutup tahun 2010 yang tinggal 2 bulan lagi.
Dalam memberikan sambutan pada acara ini Pak Iskandar menyampaikan beberapa hal yang merupakan hasil dari AGM (Annual General Meeting) Dalian 2010 yang berlangsung pada minggu kedua bulan Oktober 2010 yang lalu, di antaranya adalah :
“Alhamdulillah, AGM 2010 telah memutuskan untuk menggelar pelaksanaan AGM 2011 di Bali. FPS Indonesia telah “mengalahkan” CSS Dubai yang dengan presentasinya mereka menyajikan kecanggihan Dubai yang serba modern, kita mencoba menyajikan keunikan Bali yang telah diakui dunia puluhan tahun itu.
Untuk itu, sebagai tuan rumah nanti, kita harus menunjukkan kinerja terbaik di tahun 2010 yang tinggal 2 bulan lagi dan khususnya di tahun 2011 nanti di hadapan para delegasi FPS Group”, demikian Pak Is.
Memuaskan Customer Internal Kita
Acara yang juga ditujukan untuk mempererat dan lebih memadukan “proses internal” itu diisi oleh game-game dengan tema-tema team-building yang terbagi dalam kelompok-kelompok. Dan ditutup dengan game yang melibatkan seluruh kelompok untuk memecahkan masalah bersama yang diberi nama permainan “egg drop”.
“Dari game yang kita lalui, ternyata sebagai tim (yang terbagi dalam kelompok-kelompok tadi serta “tim besar”, red.), kita mampu menyelesaikannya dengan baik,” kata Wenda, ketua panitia dalam kegiatan ini dalam memberikan kesan-kesannya.
Dalam kaitan dengan proses pada kegiatan kerja kita sehari-hari, kita seyogyanya memahami betul bahwa kita harus senantiasa “memuaskan” customer internal kita. Ambil contoh, misalnya :
Operasional harus memuaskan FPS sebagai customernya.
FPS harus memuaskan Finance/Accounting sebagai customernya (dalam proses penagihan).
Finance/HRG-GA harus memuaskan FPS sebagai customernya (dalam kaitan penyediaan sumber
daya).
Dan sebagainya.
Operasional, FPS, dan Finance/HRD-GA yang disebut pertama dalam kalimat di atas merupakan “vendor-vendor” yang sepanjang mereka mampu memberikan kepuasan kepada “customer”nya masing-masing, niscaya kita, dalam kaitan sebuah proses secara keseluruhan, akan mampu memberikan kepuasan yang tinggi kepada customer luar. Dan, kinerja puncak yang diharapkan menjadi keniscayaan juga untuk dapat dicapai.
Para vendor tersebut juga dituntut untuk melakukan pengecekan terhadap masukan pekerjaan yang akan diproses lebih lanjut dan memastikan hanya persyaratan yang memenuhi (sufficient requirements) dan masukan yang bermutu (qualified input) saja yang diprosesnya. Kekurangan persyaratan dan masukan yang bermutu rendah harus mampu ditolaknya atau dimintakan perbaikan (request for correction) dalam rangka perbaikan sistem (improving the system) secara keseluruhan.
Evaluasi Kegiatan
Menutup kegiatan 2 hari itu Pak Hendi memberikan sambutan penutupannya, “Kegiatan ini diharapkan memberikan penyegaran dan dapat diterapkan pada kegiatan kerja nanti sebagaimana dalam game-game yang telah dilalui, seluruh anggota kelompok memberikan kontribusi untuk suatu tujuan bersama. Evaluasi kegiatan juga harus dilakukan khususnya kekurangan-kekurangan yang ada dan dilaporkan sebagai bahan acuan di kegiatan yang sama di kemudian hari.”
Tentu saja masih banyak catatan yang tercecer yang tidak sempat terangkum dari kegiatan ini. Peningkatan mutu kegiatan di masa mendatang menjadi dambaan peserta, dan penerapan team-work di tempat kerja menjadi dambaan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam suatu proses kerja, yaitu kita semua.
(Jaeroni Setyadhi)
Labels:
fps indonesia,
internal customer,
outbond,
puncak
Subscribe to:
Posts (Atom)